x

Putu Wijaya 2

Iklan

RATRI INDAH PURWANDARI UINJKT

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 30 Oktober 2023

Senin, 30 Oktober 2023 19:32 WIB

Menilik Sinopsis Novel Telegram Karya Putu Wijaya

Novel Telegram menceritakan tentang “aku”, seorang laki-laki yang hidup dengan seorang anak angkat, dan memiliki pandangan buruk terhadap telegram.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pernakah kamu mendengar Telegram? pasti kamu langsung tertuju pada satu aplikasi masa kini, namun kali ini berbeda, sebuah telegram dikisahkan dalam novel lama. Wah, memangnya sudah ada ya? Daripada penasaran, yuk kita kupas!

Sastra adalah karya yang mengisahkan kehidupan, lalu disampaikan pengarang menggunakan bahasa, baik secara fiksi maupun nonfiksi. Karya sastra juga tercipta atas imajinasi pengarang, di mana suatu proses kreatif pengarang terhadap realita sosial yang terjadi. Berbentuk sebuah karya, itulah mengapa sebuah karya sastra pun dapat diapresiasi. Apresiasi karya sastra dapat didefinisikan sebagai bentuk memperindah, menghargai, dan menilai sesuatu dengan pengenalan, pemahaman, penafsiran, penghayatan, dan penikmatan. Baik itu karya sastra yang berbentuk sebuah puisi, cerpen, drama, ataupun novel.

Dalam artikel ini, penulis memiliki maksud untuk mengapresiasi sebuah novel yang berjudul Telegram karya Putu Wijaya. Novel yang diterbitkan pada tahun 1973 ini terdiri dari 190 halaman dan bergenre roman dan fiksi fantasi, yaitu perpaduan antara fantasi dengan realitas yang terjadi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Novel Telegram menceritakan tentang “aku”, yaitu seorang laki-laki yang hidup dengan seorang anak angkatnya bernama Sinta. Melukiskan pada tokoh aku yang memiliki pandangan buruk terhadap telegram. Menurut tokoh aku, telegram kerap kali berisikan hal menakutkan dan membawa kabar malapetaka. Laki-laki ini dikisahkan berasal dari Bali yang tinggal di Jakarta ini merasa bahwa telegram ada pada gengamannya, tiba-tiba ia mempunyai pertanda akan mendapatkan telegram dari kampung halamannya. Lalu ia berhalusinasi mendapatkan kabar Ibunya telah tiada, khayalannya sungguh nyata terjadi dan sebagai anak pertama laki-laki, ia pun langsung bersiap pulang ke kampung halaman untuk mengurus sepeninggalan Ibunya.

Runtutan kebingungan membasuhi dirinya, lalu tiba-tiba Sinta menanyakan apa isi telegram itu, walaupun Sinta sebenarnya sudah mengetahui isi telegram itu terlebih dahulu, namun ia ingin kabar itu ia dapatkan langsung dari ayahnya. Oleh karena itu Sinta terus memaksa ayahnya dan akhirnya ayah mengatakan tentang sebenarnya. Mereka berdua pun akhirnya mempersiapkan dirinya untuk pulang ke Bali, namun sebelum keluar dari pintu rumah tiba-tiba Ibu kandung Sinta datang dan meminta Sinta untuk hidup bersamanya. Tidak hanya itu, tiba-tiba lelaki itu merasa panas tinggi dan tubuhnya sangat lemah. Dia takut jika dia mengalami penyakit kotor yang ditularkan oleh Nurma, yaitu kekasih yang ia gauli.

Khayalannya menjadi sebab mengapa laki-laki itu tidak bisa membedakan antara yang nyata atau sekadar khayalan, dia mengalami krisis kejiwaan. Ia berkhayal berpisah dengan Rosa, padahal Rosa tidaklah ada dan nyata. “aku tidak gila”, “aku waras!” teriaknya untuk memecah kebingungan yang dia alami. Tiba-tiba terdengar  ketukan pintu yang ternyata ada bibi yang memberinya sebuah telegram.  Isinya terlihat jelas, yaitu sebuah kabar Ibunya telah meninggal dunia. Telegram yang baru saja ia dapatkan adalah nyata, sedangkan sebelumnya hanyalah khayalan laki-laki itu semata.

Seiring dengan sinopsis di atas, novel Telegram ini menurut saya  ingin memperlihatkan ketegangan antara hal yang menjadi sebuah kenyataan atau khayalan semata, antara kehidupan sebagaimana yang terjadi dan kehidupan fantasi. Novel Telegram menggunakan alur mundur, maju, dan campuran yang kadang kala membuat kebingungan para pembaca dan memberi kesan tidak selaras. Meskipun begitu, novel yang memunyai alur seperti ini biasanya dibuat agar tidak monoton atau membosankan.

Dramatik adalah metode yang digunakan untuk menulis novel ini, yaitu sebuah metode yang menggambarkan para tokoh melalui dialog dan pemikirannya. Novel yang terbit pada 1973 ini tentu sangat berbeda rasanya jika dibaca sekarang ini, latar waktu dan suasana tergambar jelas dalam novel ini. Suasana yang digambarkan dalam novel ini lebih banyak mengarah kepada menegangkan, emosi, dan sedih. Amanat tersirat dalam novel  ini, yaitu manusia tidak akan pernah bisa lari dari tanggung jawab dan kematian. Sebagai manusia juga harus berani  menghadapi realita sosial yang terjadi.

Pada akhirnya, novel ini tetap mempunyai ciri khasnya tersendiri, novel Telegram, sebuah karya dari Putu Wijaya yang sangat khas dengan konflik dan isu yang hangat pada kala itu, bahkan masih berimbang dengan zaman sekarang ini.

 

Ikuti tulisan menarik RATRI INDAH PURWANDARI UINJKT lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

11 jam lalu

Terpopuler