x

Iklan

Iman Haris

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 7 November 2023 11:40 WIB

Para Wirausahawan yang Tidak-tidak

Boleh jadi, bakat dan semangat orang Indonesia dalam berwirausaha sebetulnya cukup tinggi, tapi karena banyak di antaranya yang malah bekerja di kelurahan, dinas-dinas atau sektor layanan publik lainnya, yang terjadi malah mewirausahakan yang tidak-tidak.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ilustrasi: Tempo/Yuyun Nurrachman

Alhamdulillah, petani dapat bantuan pupuk Rp500 ribu rupiah, tapi belanjanya harus ke agen yang sudah ditentukan,” ungkap Mang Doyeng di sela obrolan kami tentang kebun kopinya tadi pagi.

“Lucunya,” sambungnya lagi sambil tertawa geli, “harga pupuknya lebih mahal daripada harga pupuk industri, selisih 2.500-an per kilogram.”

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 “Tapi ya alhamdulillah petani sudah dapat bantuan pupuk, biarin aja lah yang malah cari untung mah, namanya juga orang usaha,” imbuhnya sambil tersenyum.

Saya jadi teringat cerita Bu Imas, tetangga di kampung, “Apaan … lebih mahal daripada harga di warung,” keluhnya saat ditanya oleh ibu-ibu lain sepulang dari operasi pasar yang digelar pemerintah.

Kok lebih mahal, bukannya operasi pasar disubsidi pemerintah? Tentu kita tidak bisa bertanya kepada Bu Imas, pertanyaan tadi lebih pantas diajukan kepada mereka yang duduk di birokrasi—apa karena banyak vendor dikutip terlalu tinggi agar bisa menjadi penyedia, atau terlalu banyak meja yang ikut mengatur harga?

Sudah menjadi rahasia umum kalau banyak proyek pemerintah menjadi ladang korupsi, terutama dalam sektor pengadaan barang dan jasa.

ICW bahkan mengungkapkan 64,2% persen kasus tindak pidana korupsi yang ditangani aparat penegak hukum di tahun 2019 terkait dengan pengadaan barang dan jasa (Transparency International Indonesia, 2021).

Bisnis proyek, mengutip Musa Asy’arie (2009), menjadi bisnis besar bagi birokrasi kekuasaan, istilah yang digunakannya merujuk pada model birokrasi yang hanya menempatkan rakyat pada posisi sebagai obyek kekuasaan.

Begitu menggiurkannya bisnis kekuasaan ini, sehingga menarik begitu banyak pengusaha untuk menjadi penguasa, dan kemudian mengendalikan bisnis kekuasaan.

Berdasarkan data Marepus Corner (2020), sebanyak 318 anggota DPR berlatar belakang pengusaha, atau 55% dari total 575 orang anggota DPR.

Meskipun demikian, kalau kita mau melihat sisi positifnya, boleh jadi ini merupakan indikasi kalau semangat dan minat orang Indonesia dalam berwirausaha sebetulnya cukup tinggi, tapi karena banyak diantaranya yang malah bekerja di lembaga negara atau dinas-dinas pemerintahan, akhirnya malah mewirausahakan yang tidak-tidak.

Ikuti tulisan menarik Iman Haris lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu