x

Margaku Lauw

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 7 November 2023 19:13 WIB

Margaku Lauw

Persoalan pernikahan sesama marga dalam tradisi Tionghoa.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Margaku Lauw

Penulis: Sara Tee

Tahun Terbit: 2007

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: Anggrek

Tebal: 114

ISBN: 979-23-9962-3

 

 

Salah satu budaya dalam masyarakat Tionghoa adalah tidak kawin semarga. Budaya yang mirip dengan yang dianut oleh orang Batak ini masih dipertahankan sampai dengan saat ini. Perkawinan semarga dianggap pamali karena bisa menimbulkan nasip buruk.

Mungkin dahulu kala, perkawinan semarga adalah cara bijak untuk mencegah perkawinan dalam keluarga yang secara genetik memang tidak baik. Banyak bukti bahwa perkawinan dalam keluarga, apalagi sedarah bisa menimbulkan berbagai penyakit bawaan.

Namun saat ini, mengingat perkembangan jaman dan jumlah manusia yang semakin banyak, ada orang-orang yang memiliki marga yang sama tetapi telah terpisah darah jauh sekali. Apakah kepercayaan pernikahan semarga masih perlu dipertahankan?

Novel pendek “Marga Lauw” karya Sara Tee ini membahas permasalahan pernikahan semarga. Sara Tee membumbuinya dengan intrik dagang dan permasalahan keluarga. Namun alasan-alasan mengapa perkawinan semarga tetap dianut oleh orang Tionghoa kurang digali. Hanya sedikit saja alasan sang ayah Lauw Ing San mencegah Lauw Fu Fang – anaknya, menikah dengan Lauw Jun Han. Lauw Ing San menyampaikan bahwa pengalaman masa lalu di keluarganya ada yang bernasip buruk saat menikah sesama marga Lauw.

Lauw Fu Fang adalah anak dari Lauw Ing San. Tetapi mereka telah terpisah sangat lama. Sebab Lauw Fu Fang ikut mamanya ke Taiwan saat perkawinannya dengan Lauw Ing San bermasalah. Saat Fu Fang kembali ke Indonesia (Semarang), ia mendapati bahwa ayahnya telah menikah lagi dan memiliki seorang gadis kecil. Keluarga baru ayahnya ini membuat Fu Fang batal tinggal dengan sang ayah, meski ayahnya memohon supaya Fu Fang bisa tinggal bersamanya.

Fu Fang yang akhirnya bekerja di perusahaan milik ayahnya, jatuh cinta kepada Lauw Jun Han salah satu manager di perushaan tersebut. Sebagai seorang pekerja baru dan junior, nasihat Fu Fang untuk membatalkan order dari seorang pengusaha diabaikan oleh para manager dan juga ayahnya. Ternyata order tersebut memang dibuat supaya perusahaan Ing San bangkrut. Fu Fang berhasil mengatasi persoalan order yang membahayakan perusahaan ayahnya.

Di bagian akhir dari novel ini diceritakan tentang Jun Han yang serius akan menikahi Fu Fang. Sayang sekali bahwa Ing San tidak menyetujui maksud Jun Han dan Fu Fang. Ing San malah menugaskan Jun Han supaya membuka perusahaan di Papua. Kecewa dengan perlakuan ayahnya dan kekasihnya, Fu Fang pura-pura meninggal. Jun Han yang pulang dari Papua mendapati bahwa Fu Fang telah meninggal. Namun ia tidak yakin bahwa Fu Fang meninggal.

Saat Jun Han akan ke luar mengeri, ia secara tidak sengaja bertemu dengan Sabrina, gadis penjual tiket yang wajahnya mirip sekali dengan Fu Fang. Ternyata Sabrina adalah Fu Fang. Karena Fu Fang telah berganti nama menjadi Sabrina, maka mereka berdua akhirnya bisa menikah.

Novel pendek ini tampak sederhana. Namun sebenarnya mengajak orang Tionghoa untuk merenungkan kembali bagaimana seharusnya budaya dihidupi. Apakah dengan berganti nama saja maka persoalan budaya pernikahan semarga bisa dihilangkan? Atau ada dasar yang lebih mendalam untuk melakukan atau tidak melakukan sebuah budaya? 795

 

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB