x

Google.com

Iklan

Firmanda Dwi Septiawan firmandads@gmail.com

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 11 November 2021

Jumat, 10 November 2023 15:15 WIB

Pengembangan Ekonomi Tembakau Nasional dan Pembelajaran Bagi Indonesia Maju

Tembakau merupakan salah satu komoditas perkebunan dan perdagangan yang penting di Indonesia. Produk utama tembakau yang diperdagangkan adalah daun tembakau dan rokok.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tembakau merupakan salah satu komoditas perkebunan dan perdagangan yang
penting di Indonesia. Produk utama tembakau yang diperdagangkan adalah daun
tembakau dan rokok. Industri tembakau di Indonesia berkembang dengan pesat sejalan
dengan peningkatan jumlah perokok, hal ini berkaitan dengan kebiasaan merokok
mesyarakat Indonesia. Budiman dan Onghokham (1987) mengemukakan kebiasaan
merokok bagi masyarakat Indonesia telah populer sejak abad 16-an. Dilaporkan bahwa
pada masa kerajaan Mataram pada abad 16-an kebiasaan merokok telah populer di
masyarakat, seperti ditunjukkan oleh pendapat bahwa bahwa raja Mataram Sultan Agung
merupakan seorang perokok berat, dan adanya kisah Roro Mendut yang menjual rokok
untuk membayar pajak.


Industri rokok di Indonesia tumbuh dengan pesat, dari semula hanya industri
rumah tangga menjadi industri berskala besar nasional dan multinasional. Sejalan dengan
itu industri rokok juga telah berperan dalam perekonomian nasional sebagai penyumbang
penerimaan negara melalui cukai. Tumbuhnya industri rokok juga diikuti oleh
berkembangnya pertanaman tembakau yang diusahakan petani di banyak daerah, dan
telah berperan sebagai lapangan kerja dan sumber pendapatan masyarakat serta
perekonomian daerah.

Berkembang pesatnya industri rokok dan jumlah perokok mengundang
penentangan oleh terutama kelompok masyarakat yang peduli kesehatan dan lingkungan.
Banyak bukti menunjukkan bahwa rokok memicu berbagai penyakit dan berdampak
buruk terhadap kesehatan dan lingkungan. Penentangan terhadap rokok terjadi di hampir
semua negara dengan tingkat yang berbeda. Kesadaran akan bahaya merokok terhadap
kesehatan di negara maju menyebabkan tingkat penentangan masyarakat di negara maju
relatif kuat dibanding negara berkembang atau negara terbelakang.
Perusahaan rokok secara gencar terus mempromosikan produk rokoknya melalui
berbagai cara. Perusahaan multinasional rokok yang umumnya dimiliki dan berbasis di negara maju telah mengantisipasi dinamika masyarakat di negara maju. Untuk itu mereka
telah berupaya mengembangkan basis produksi dan pasarnya ke negara berkembang dan
negara kurang maju. Perusahaan multinasional telah berupaya menembus monopoli dan
dominasi perusahaan rokok nasional di banyak negara berkembang untuk masuk dan
mengembangkan pasarnya. Dalam dekade terakhir, Industri rokok multinasional telah
mengalihkan pasarnya dari negara maju ke negara lain terutama ke negara berpenduduk
besar terutama China, India dan Indonesia. Hal ini terlihat dari terjadinya pergeseran
dalam produksi, konsumsi, eksport dan import dari dominasi negera maju ke negara
sedang berkembang (Hadi et al., 2008).Dengan jumlah penduduk besar dan adanya budaya merokok yang tinggi,Indonesia dinilai merupakan pasar potensial rokok. Situasi ini menjadikan industri tembakau menjadi industri yang kontroversi disatu sisi merupakan aset nasional yang berperan dalam perekonomian nasional dan di sisi lain berdampak buruk terhadap kesehatan dan lingkungan. Makalah ini akan membahas tentang kontroversi industri tembakau yaitu berkaitan dengan peran positip industri rokok dalam perekonomian nasional dan peran negatip rokok bagi kesehatan masyarakat, situasi industri rokok di Indonesia dan dilema kebijakan tembakau di Indonesia.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dampak Negatif Rokok Tembakau Bagi Masyarakat Indonesia

Tembakau merupakan tanaman yang menghasilkan bahan penikmat, umumnya
dikonsumsi untuk rokok. Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk
cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana
rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau
tanpa bahan tambahan. Nikotin adalah zat, atau bahan senyawa pirrolidin yang terdapat
dalam Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang
bersifat adiktif dapat mengakibatkan ketergantungan. Tar adalah senyawa polinuklir
hidrokarbon aromatika yang bersifat karsinogenik.

Badan Kesehatan Dunia melaporkan bahwa rokok merupakan pembunuh nomor
satu di dunia. Dalam laporan tahunannnya, WHO (2008) menyatakan bahwa dalam abad
20 sekitar 100 juta penduduk meninggal karena rokok. Apabila tidak ada upaya
mengendalikan tembakau/rokok maka selama abad 21 sedikitnya satu milyar penduduk
dunia akan mati sia sia, suatu peningkatan sebesar 10 kali lipat dibandingkan kematian akibat rokok pada abad 20. Saat ini setiap tahunnya sekitar 5,4 juta penduduk meninggal
karena rokok dan pada tahun 2030 penduduk yang meninggal karena tembakau akan
meningkat menjadi 80 juta penduduk setiap tahunnya. Dari penduduk meninggal tersebut
80 persen akan terjadi di negara berkembang. Tingkat kematian akibat tembakau jauh
lebih tinggi dibandingkan kematian karena penyakit TBC, HIV/AIDS dan malaria.
Berbagai penyakit dapat ditimbulkan akibat rokok dan menyerang di hampir semua
bagian tubuh manusia. Pengaruh negatif rokok dirasakan secara langsung bagi perokok
(perokok aktif) dan bagi yang tidak merokok (perokok pasif).

World Lung Foundation dan American Cancer Society (ACS) memperkirakan
biaya yang harus ditanggung akibat tembakau di dunia mencapai $ 500 billion per tahun
dalam bentuk belanja kesehatan secara langsung, penurunan produktivitas dan kerusakan
lingkungan. Studi yang dilakukan oleh Hasbullah (2009), menghasilkan perkiraan biaya
kesehatan karena rokok di Indonesia dalam tahun 2001 sekitar US$ 2,4 milyar atau Rp
20 triliun. Di beberapa negara lain taksiran biaya sosial akibat rokok adalah: (a) Australia
antara 2,1 persen - 3,4 persen dari GDP, (b) Canada sebesar 1,3 persen - 2,2 persen dari
GDP, (c) USA sebesar 1,4 persen - 1,6 persen dari GDP, (d) China sebesar 0,06 persen
dari GDP, (e) Hongkong sebesar US$ 688 juta, (f) Taiwan: US$397,7 juta, dan (g)
Vietnam: 0,22 persen dari GDP.

Kebijakan Indonesia Terkait Tembakau

Dengan didasarkan kepada perannya terhadap ekonomi nasional dan secara sosial
budaya merokok telah menjadi bagian dari warisan masyarakat Indonesia, maka
kebijakan Indonesia terhadap tembakau cenderung lebih kepada memelihara industri
tembakau dan rokok sebagai aset bangsa. Hal ini terlihat dari belum adanya niat dari
pemerintah Indonesia untuk meratifikasi Konvensi Kerangka Untuk Pengendalian
Tembakau (Framework Convention on Tobacco Control - FCTC), yang diadopsi pada
Sidang Majlis Kesehatan Dunia pada Mei 2003. FCTC merupakan sebuah traktat hukum
internasional yang mengikat yang mengatur tentang rokok sebagai bahan adiktif. Dari
193 negara dunia anggota WHO, 161 negara sudah menandatangani dan meratifikasi
FCTC, sementara Indonesia belum menandatangani dan meratifikasi FCTC bersama
dengan negara seperti Columbia, Eritreria, Guinea Bissau, Monacco, Rusia, Siera Leone,
Somalia, Tajikistan, Uzbekistan, Zambia dan Zimbabwe.

Dalam pengendalian bahaya rokok, kebijakan yang ada di Indonesia dinilai telatif
lebih kompromistis terhadap industri rokok. Langkah yang baru ditempuh pemerintah
Indonesia baru dalam tahap mengingatkan masyarakat akan bahaya tembakau/rokok
dalam bentuk kewajiban penerapan peringatan pada bungkus rokok akan bahaya rokok
terhadap kesehatan. Dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura, Malaysia
dan Thailand,kewaspadaan Indonesia terhadap bahaya rokok dinilai sangat jauh
tertinggal. Pemerintah Singapura dan Malaysia menerapkan aturan yang tegas terhadap
perokok. Hal yang sama juga berlaku di Thailand. Pada tahun 1989 ketika Thailand
ditekan oleh Amerika Serikat dan diadukan oleh Amerika Serikat ke WTO berkaitan
dengan pembatasan rokok, dan dua tahun kemudian (1991) parlemen Thailand
meloloskan peraturan tentang pembatasan pemasaran dan iklan rokok, dengan alasan
untuk melindungi kesehatan jutaan warganya.

Pada kondisi demikian maka bagi industri rokok masyarakat Indonesia
merupakan pasar yang potensial. Beberapa kondisi dasar berkaitan dengan hal tersebut,
yaitu: (1) jumlah penduduk Indonesia besar dan dengan tingkat partisipasi penduduk yang
merokok juga besar, (2) tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi dan tingkat partisipasi perokok muda cukup besar, (3) kebijakan harga rokok dan pajak rokok di Indonesia relatif
murah dibanding rata-rata negara dunia, (4) keleluasaan dari perusahaan rokok
mempromosikan karena tidak adanya pembatasan tentang iklan, promosi dan
sponsorship, dan (5) secara nasional juga belum ada kebijakan penetapan kawasan
lingkungan bebas rokok.

Besarnya potensi Indonesia sebagai pasar rokok menjadikan Indonesia sebagai
sasaran produksi dan pasar bagi perusahaan rokok multinasional, hal ini tercermin dari
masuknya perusahaan multi nasional yaitu Phillip Morris Internasional (PMI) dan BAT
(British American Tobacco) membeli pabrik rokok besar Indonesia yaitu PT HM
Sampurna dan PT Bentoel untuk lebih leluasa mengembangkan bisnis rokoknya di
Indonesia. Apabila hal ini terjadi maka manfaat terbesar dari bisnis rokok akan dinikmati
oleh perusahaan asing tersebut, sementara masyarakat dan negara akan menerima dampak negatif kesehatan yang ditimbulkan dalam bentuk besarnya biaya kesehatan yang harus ditanggung masyarakat. Sementara dengan dana promosi yang cukup besar, kalangan industri rokok terus berupaya memperluas pasar dengan sasaran perokok kepada kalangan muda dalam bentuk promosi dan sponsor pertunjukan musik, olah raga dan kegiatan lainnya yang melibatkan kalangan muda.

Dengan didasarkan kepada semakin besarnya dampak buruk yang ditimbulkan
oleh rokok telah memunculkan penentangan terhadap rokok di Indonesia oleh beberapa
kalangan yang peduli kesehatan dan lingkungan. Penentangan ini semakin meningkat
sejalan dengan meningkatnya gerakan dan penentangan anti rokok yang lebih besar di
negara maju. Bahkan di negara maju, seperti di Amerika Serikat dan negara negera Eropa,
aksi penentangan tersebut telah memperoleh sambutan pemerintah dengan dibuktikan
oleh tidak lagi diberikannya dukungan ekonomi, politis dan hukum.

Meskipun dinilai kontroversial, langkah maju dilakukan oleh Majlis Ulama
Indonesia (MUI) yang menfatwakan bahwa rokok haram bagi anak anak dan wanita,
namun fatwa tersebut oleh beberapa kalangan dinilai tidak tegas dan bersifat anti gender
karena dalam fatwa tersebut tidak melarang untuk laki-laki dewasa. Langkah maju lain
adalah dengan disyahkannya Undang Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang
di dalamnya menyatakan bahwa nikotin merupakan zat adiktif. Ayat ini dapat menjadi
dasar bagi pengaturan dan pembatasan tembakau di Indonesia.

 

Ikuti tulisan menarik Firmanda Dwi Septiawan firmandads@gmail.com lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu