x

Pagi hari di hutan

Iklan

Firmanda Dwi Septiawan firmandads@gmail.com

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 11 November 2021

Jumat, 10 November 2023 15:19 WIB

Dampak Agribisnis Tembakau dan Prospeknya di Indonesia

Industri tembakau dan rokok dunia dihadapkan kepada adanya kontroversi, yaitu disatu sisi industri tembakau merupakan komoditas penting dalam perdagangan dunia termasuk Indonesia yang mempunyai peran secara nasional bagi dunia dan negara yang terlibat.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Industri tembakau dan rokok dunia dihadapkan kepada adanya kontroversi, yaitu disatu sisi industri tembakau merupakan komoditas penting dalam perdagangan dunia termasuk Indonesia yang mempunyai peran secara nasional bagi dunia dan negara yang terlibat. Di sisi lain peningkatan konsumsi tembakau oleh masyarakat telah berdampak buruk terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan.

Permasalahan industri tembakau di Indonesia menjadi lebih kompleks karena : (1) kebiasaan merokok telah menjadi budaya masyarakat Indonesia, tradisi merokok telah dilakukan secara turun temurun oleh sebagian masyarakat, dan (2) dari kebiasaan merokok masyarakat telah berkembang usaha agri- bisnis tembakau dan rokok dengan nilai yang sangat besar, dan telah pula memberikan kon- tribusi penting dalam perekonomian nasional dan daerah; menjadi lapangan kerja dan sumber pendapatan sebagian masyarakat, dan sumber devisa melalui ekspor. Pada kondisi demikian pengembangan tembakau di Indonesia menghadapi dilema.

Pada bagian lain, kelangsungan indus- tri rokok Indonesia tidak dapat dilepaskan dari dinamika global. Penentangan dan kesadaran akan bahaya rokok oleh masyarakat dunia juga diikuti oleh masyarakat Indonesia. Penen- tangan ini semakin kuat sehingga telah memaksa negara dunia untuk menerapkan kebijakan pengaturan tembakau/rokok. Dam- pak dari tekanan tersebut mulai terlihat dengan menurunnya konsumsi rokok dunia dalam dekade terakhir. Kondisi ini secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi agri- bisnis tembakau di Indonesia.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sumbangan Industri Tembakau Secara Nasional
Industri tembakau merupakan salah satu agribisnis penting di Indonesia dan telah memberikan sumbangan terhadap perekonomian nasional, daerah dan masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian Rachmat et al. (2009), peran komoditas tembakau yang cukup nyata adalah dalam sumbangannya sebagai sumber penerimaan negara dari cukai, sementara perannya terhadap beberapa indikator lain secara nasional relatif kecil, namun cukup berarti bagi daerah sentra tembakau yang bersangkutan.

Dalam perannya terhadap penerimaan cukai, nilai cukai dari industri tembakau dari tahun ke tahun terus meningkat, yaitu dari Rp 11,1 triliun pada tahun 2001 menjadi sekitar Rp 47,0 triliun pada tahun 2008, suatu peningkatan rata-rata 53 persen per tahun (Bank Indonesia, 2008; Departemen Keuangan, 2008). Penerimaan nilai cukai sebesar Rp 47 trilyun pada tahun 2008 merupakan nilai satu persen dari penerimaan total negara. Peningkatan cukai tembakau tersebut terutama karena kebijakan pening- katan harga jual eceran rokok tarif cukai hasil tembakau, sementara produksi rokok memper- lihatkan kecenderungan menurun.

Secara keseluruhan peran industri tembakau terhadap PDB relatif kecil. Dengan menggunakan data Input-Output, studi Santoso et al. (2009) menyimpulkan kontribusi tembakau terhadap PDB hanya sebesar 1,66 persen, yaitu meliputi kontribusi dari Industri rokok sebesar 1,56 persen, dan sisanya sebe- sar 0,036 persen merupakan kontribusi dari sektor bahan baku tembakau dan cengkeh. Terhadap industri pertanian (agroindustri) secara keseluruhan, sumbangan industri rokok cukup menonjol yaitu mencapai 13,13 persen.

Dari sisi peranannya dalam luas area, peran areal tembakau terhadap total area perkebunan juga relatif kecil, yaitu 0,9 persen, hal yang sama dalam penyediaan bahan baku primer, nilai produksi usahatani tembakau terhadap nilai produk perkebunan hanya sebe- sar 1,54 persen atau 0,27 persen terhadap nilai produk pertanian (Santoso et al., 2009). Sejalan dengan itu peran usahatani tembakau dalam penyediaan lapangan kerja sekitar 8,0 persen terhadap lapangan kerja sub sektor perkebunan (BPS, 2008).

Dalam perdagangan dunia, posisi nilai perdagangan produk tembakau Indonesia berada pada kondisi net eksportir, dalam arti nilai ekspor lebih besar dari nilai impor. Nilai positif perdagangan terutama berasal dari ekspor rokok sedangkan nilai perdagangan daun tembakau berada pada posisi negatif atau net impor (BPS, 2008b). Ekspor rokok Indonesia dilakukan ke 72 negara dunia, dengan negara tujuan ekspor utama dari urutan terbesar adalah Cambodia, Malaysia, Thailand, Singapore, Turkey, Netherlands, Philippines, Vietnam, USA dan Jepang. Sementara itu, impor rokok Indonesia berasal dari 16 negara dunia dengan 10 besar negara asal impor adalah Malaysia, Korea, Japan, Vietnam, Netherlands, USA, China, Hongkong, France, dan Germany (Rachmat et al., 2009).

Hasil studi Santoso et al. (2009) me- nunjukkan bahwa nilai pengganda pendapatan sektor industri rokok memiliki nilai terkecil kedua dibandingkan dengan pengganda agroindustri lainnya. Nilai pengganda sebesar 0,127 menunjukkan kondisi bahwa apabila terjadi kenaikan output pertanian sebesar Rp 1 juta akan menyebabkan kenaikan pendapatan sektor perekonomian sebesar Rp 127 juta. Kondisi ini karena industri rokok merupakan industri tunggal yang tidak keterkaitannya kecil. Selanjutnya hasil kajian Sudaryanto et al. (2009) dalam perekonomian nasional, peranan agribisnis tembakau dan industri rokok dalam penciptaan nilai output, nilai tambah, dan penyerapan tenaga kerja kurang signifikan. Angka pengganda untuk tenaga kerja agri- bisnis tembakau lebih besar daripada industri rokok. Hal ini terjadi karena dalam perda- gangan internasional, komoditas tembakau dan rokok lebih banyak menguras daripada menghasilkan devisa negara, sedangkan agribisnis tembakau mampu menarik sektor hulu dan mendorong sektor hilir untuk berkembang, sementara industri rokok hanya mampu mendorong sektor hilir saja

Hasil studi Hadi dan Supena (2008) menjelaskan bahwa sumbangan sektor tem- bakau dan industri rokok terhadap pendapatan negara lebih kecil nilainya dibandingkan pengurangan devisa yang ditimbulkannya. Selain itu peranan sektor tembakau dan indus- tri rokok dalam penciptaan nilai output, nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja kurang signifikan. Hal ini disebabkan hanya sektor tembakau yang menciptakan angka penggan- da output sekaligus menarik sektor hulu dan mendorong perkembangan sektor hilir. Sedangkan industri rokok hanya mempunyai angka pengganda output dan mendorong sektor hilir saja, sehingga pengembangan sektor tembakau dan industri rokok harus mempertimbangkan keseimbangan aspek eko- nomi dan kesehatan yang diciptakan

Kinerja Industri Tembakau di Indonesia
Keberadaan Industri rokok sangat ber- kaitan dengan penyediaan bahan baku tem- bakau. Tanaman tembakau yang dibudidaya- kan dan berkembang di Indonesia termasuk dalam species Nicotiana Tabacum dan secara garis besar dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu tembakau introduksi seperti tembakau Virginia, White Burley, Oriental dan Cerutu; serta tembakau lokal seperti tembakau Madura, Temanggung, Weleri dan lain-lain (Basuki, S. et al., 2005).

Tembakau introduksi yang pertama kali berkembang di Indonesia adalah temba- kau cerutu yang diusahakan sebagai komodi- tas ekspor dan ditanam di tiga daerah pengembangan, yaitu Deli di Sumatera Utara, Klaten di Jawa Tengah dan Jember di Jawa Timur. Selanjutnya pada tahun 1925 tembakau Virginia diintroduksikan ke Indonesia dalam 11 varietas oleh PT British American Tobacco (BAT) untuk memenuhi kebutuhan tembakau sigaret yang semakin berkembang di Indone- sia. Tembakau lokal merupakan hasil proses adaptasi pada agroekologi yang berbeda-beda dari tembakau asli Indonesia, disertai seleksi alam dan campur tangan manusia dalam waktu yang lama membentuk berbagai jenis tembakau berkarakter spesifik daerah.

Berdasarkan waktu tanam dan masa panen, tembakau dibagi menjadi dua jenis yaitu : tembakau musim penghujan (Na Oogst, NO) dan tembakau musim kemarau (Voo- Oogst, VO). Tembakau musim penghujan (NO) adalah tembakau cerutu; sedangkan tembakau yang masa panennya tergolong musim kemarau adalah tembakau sigaret (termasuk tembakau virginia, tembakau asli, tembakau white burley, tembakau rajangan, tembakau asepan, dan tembakau garangan). Jenis tembakau lain yang dikenal adalah tembakau pipa. Untuk memperoleh kualitas yang baik (kualitas superior) waktu panen tembakau cerutu (NO) mutlak pada musim penghujan, sementara untuk tembakau VO harus pada musim kemarau. Tembakau pipa masa panennya jatuh pada akhir musim hujan atau awal musim kemarau karena tembakau tersebut akan diolah dengan penjemuran.

Berbagai jenis dan nama tembakau dihasilkan sesuai dengan karakteristik daerah pertanam- an, namun berdasarkan hasil olahan dan penggunaannya secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi lima kelompok yaitu tembakau cerutu, tembakau sigaret, tembakau pipa, tembakau asepan, dan tembakau ra- jangan (Abdullah, 1991). Secara historis komoditas tembakau sudah memperoleh perhatian yang besar sebagai komoditas komersial (high-value commodity) sejak pemerintah Hindia Belanda. Kebijakan penanaman tembakau tersebut terus dilanjutkan oleh pemerintah Indonesia melalui Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara (PTPN). Dalam perkembangannya tanaman tembakau diusahakan secara luas oleh petani rakyat di Jawa (Jawa Tengah, Jawa Timur) dan di Luar Jawa (Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan).

Keberadaan dan keberlanjutan usaha pertanian tembakau sampai saat ini tidak lepas dari keberadaan pasar hasil tembakau yang menampung daun tembakau yang dihasilkan petani. Adanya jaminan pasar dari produk yang dihasilkan menyebabkan kegiatan usaha- tani produksi daun tembakau akan terus diusahakan oleh petani (Tajib, 2003). Penam- pung tersebut adalah industri rokok dan atau perusahaan agennya atau eksportir yang langsung membeli dan atau bermitra dengan petani tembakau. Namun demikian secara umum pasar bahan baku tembakau juga bersifat oligopsony, disatu sisi produsen daun tembakau (petani tembakau) dilakukan oleh ribuan petani, tetapi pasar (penampung) hanya dilakukan oleh beberapa pabrik rokok besar sehingga seringkali posisi petani dalam harga sangat dirugikan. Untuk menjamin pasar peta- ni dan jaminan kualitas produk petani bebera- pa perusahaan rokok membangun kemitraan dengan petani, namun demikian tetap saja posisi petani dalam harga cenderung lemah. Dalam kemitraan berbagai pola dilakukan masing-masing mulai hanya sebatas ke- mitraan penjualan sampai kepada pemberian bantuan modal dan saprodi kepada petani. Penampung ini umumnya tidak hanya ber- operasi di satu daerah tetapi juga di daerah sentra produksi tembakau lain (Suwarso, 2007).

Prospek Agribisnis Tembakau di Indonesia
Tembakau merupakan tanaman kontro- versi, disatu sisi merupakan komoditas perda- gangan penting dunia dan berperan dalam perekonomian negara tertentu, di sisi lain mempunyai dampak buruk bagi kesehatan dan lingkungan sehingga kehadirannya ditentang. Industri tembakau dihadapkan kepada perten- tangan antara kelompok masyarakat yang menyadarkan dunia akan bahaya tembakau terutama rokok dengan industri rokok yang dengan biaya besar gencar mempromosikan rokok dalam rangka perluasan bisnisnya.

Semakin kuatnya penentangan masya- rakat dunia terhadap tembakau mengakibat- kan banyak negara menerapkan kebijakan pengendalian tembakau. Kondisi ini telah berakibat penurunan permintaan, produksi dan perdagangan produk tembakau dalam dekade terakhir. Hasil penelitian Rachmat, dan Nuryanti (2009) menunjukkan setelah menga- lami pertumbuhan yang tinggi pada periode sebelumnya, sejak tahun 2000-an agribisnis tembakau dunia dan di Indonesia mulai me- nampakkan penurunan, seperti ditunjukkan oleh penurunan laju luas areal tembakau, penurunan laju produksi dan konsumsi tembakau dan rokok

Dinamika tersebut kemudian direspon oleh perusahaan rokok multi nasional, yaitu dengan mulai mengalihkan orientasi pasar dan basis produksinya dari negara maju ke negara berkembang yang dinilai potensial, salah satunya adalah Indonesia. Fenomena ini terlihat dari masuknya beberapa perusahaan rokok multinasional membeli perusahaan rokok nasional. Dengan adanya kenyataan tersebut, apabila tidak ada perubahan kebi- jakan rokok di Indonesia, maka Indonesia dapat menjadi basis industri rokok dunia oleh perusahaan rokok multinasional. Kondisi ini tentunya dapat berdampak positif dan negatif bagi Indonesia. Dampak positif yang mungkin diperoleh adalah manfaat cukai dan gairah industri rokok dan tembakau, walaupun tentunya manfaat terbesar nilai tambah industri tersebut tentunya akan dinikmati oleh peru- sahaan rokok besar dan multinasional. Sementara itu dengan dijadikannya sebagai garapan pasar maka jumlah perokok di Indonesia akan meningkat dan sudah pasti dampak negatif yang ditimbulkannya akan semakin meningkat dan ini berarti pula meningkatnya biaya kesehatan masyarakat dan biaya sosial akibat rokok.

Indonesia merupakan pasar potensial rokok karena didukung oleh jumlah penduduk yang besar dan adanya kebiasaan/ budaya merokok masyarakat. Potensi pasar ini telah dimanfaatkan secara maksimal oleh perusa- haan rokok skala besar melalui berbagai upaya promosi diikuti oleh kebijakan produksi rokok dengan orientasi pasar domestik seperti ditunjukkan oleh proporsi produksi rokok kretek yang semakin meningkat sedangkan proporsi rokok putih menurun (Rachmat et al., 2009). Seperti diketahui rokok kretek merupa- kan rokok khas Indonesia yang pasarnya hampir seluruhnya di Indonesia. Kondisi ini merupakan peringatan bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan yang sesuai terutama berkaitan dengan kesehatan masyarakat. Karena apabila aspek kesehatan diabaikan akan membawa konsekuensi semakin mening- katnya jumlah penduduk yang terkena dampak negatif rokok, meningkatnya biaya kesehatan masyarakat dan biaya sosial akibat rokok.

Dengan meningkatnya gerakan kese- hatan dan gerakan anti rokok dunia, maka banyak negara menerapkan kebijakan penga- turan produk tembakau/rokok. Banyak negara akan menerapkan rekomendasi WHO dalam pengendalian tembakau, yang akan berakibat; (a) harga rokok akan mahal, (b) cukai rokok akan meningkat, (c) iklan rokok akan semakin dibatasi, (d) kegiatan sponsor perusahaan rokok juga diatur dan dilarang dan (e) semakin meluasnya kawasan bebas rokok. Pada kondisi demikian maka permintaan rokok akan semakin menurun dan perdagangan rokok akan semakin diatur. Sebagai contoh, dengan Undang-Undang yang telah disyahkan, saat ini pemerintah Amerika Serikat telah melakukan pembatasan secara ketat terhadap masuknya rokok kretek dari Indonesia. Kondisi ini tentunya akan mempengaruhi kinerja industri rokok Indonesia.

Fenomena tersebut juga terjadi di dalam negeri, semakin kuatnya desakan berbagai kalangan yang peduli akan kesehatan dan lingkungan, akan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap hidup sehat dan anti rokok. Pada bagian lain, pemerintah juga akan semakin peduli terhadap aspek kesehatan dan melakukan kebijakan pembatasan rokok. Fenomena yang akan terjadi adalah: harga dan cukai rokok di dalam negeri akan semakin meningkat, iklan dan kegiatan sponsor oleh perusahaan yang mempromosikan rokok akan semakin diatur dan dibatasi, dan kawasan bebas asap rokok akan semakin meluas di banyak daerah. Pada kondisi demikian secara perlahan namun pasti permintaan akan rokok semakin menurun. Kondisi ini tentunya perlu diantisipasi dan dilakukan
upaya solusinya sejak dini, terutama bagi petani yang mengu- sahakan tanaman tembakau. Salah satu yang dapat dilakukan adalah dilakukannya substitusi tembakau dengan tanaman lain secara terencana.

Ikuti tulisan menarik Firmanda Dwi Septiawan firmandads@gmail.com lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu