Senja tak ada, mengambek pada siang. Malam tak ada, mengambek pada pagi. Jika waktu mengambek pada hari berlari cepat. Maha ia mengetahui ada makna hitam bersembunyi di balik makna putih ataupun di antara merah delima.
Ini zaman milenial keterbukaan. Bukan zaman, Ken Arok-Ken Dedes, telah mangkat ke nirwana darma tunai dari karma atas keduanya semasa hidup, sekalipun mereka bertakhta kerajaan pada zamannya.
Revolusi moral bening nurani belum selesai, di ranah pemberantasan korupsi. Tikus-tikus gigantik silih berganti di musim hujan atau kemarau, menyembul bagaikan balon warna-warni meletus di angkasa. Aduhai? Nyaring loh bunyinya.
Susastra, satu di antara berjuta elemen keilmuan kebudayaan insan kamil. Kategori sastra budaya, antara lain menyuarakan larangan mencuri, manipulasi, korupsi hak publik termaktub dalam aturan moral Ketuhanan Yang Maha Esa.
Guru Burung Merak, mengepalkan tangan bersemangat, tidak untuk menantang zaman pada masanya. Dia hanya menyuarakan estetika susastra pamflet, ketika hak publik digondol maling bertopeng-topeng.
Sila, menggelar karpet merah untuk sang koruptor. Kalau sastra kritik dianggap berlebihan mengkritisi perilaku tak senonoh oknum pencuri hak publik alias korupsi gigantik xixixi dengan celana kedodoran serupa serigala berduri landak.
Siang bolong main petak umpat, manipulasi waktu bolak-balik jungkirbalik simpang siur, bergulir renjana memompa birahi meretas triliun nampang di etalase. Parodi isu abal-abal jumpalitan numpang beken di balik kabar angin, kasihan deh.
Yuk! Main bola cuy! Jangan ngumpet di kantong kresek. Jangan Bikin asap tanpa api di bumi ngumpet pula di kolong meja. Rumputan ilalang tersipu-sipu melihat adegan malu-malu kucing garong. Aha! So why gitu loh.
***
Jakarta Indonesiana, Desember 07, 2023.
Salam Cinta NKRI Pancasila.
Ikuti tulisan menarik Taufan S. Chandranegara lainnya di sini.
