x

Ilustrasi Debat. Gambar oleh Gerd Altmann dari Pixabay

Iklan

Fabian Satya Rabani

Pelajar, model, dan atlet tinggal di Bandung, Jawa Barat. IG: @satya_rabani
Bergabung Sejak: 22 November 2023

Sabtu, 9 Desember 2023 07:58 WIB

Debat Kusir tentang Debat

Jika ingin berdebat, kita tidak perlu debat kusir mempermasalahkan bagaimana debat itu sendiri. Semua sudah ada standar dan prinsip-prinsipnya yang jelas.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Hampir setiap hari kita mendengar kata ‘debat’. Tiap ada dua orang atau lebih yang saling beradu pendapat kita menyebutnya debat. Seringkali adu pendapat  itu berubah menjadi pertengkaran, karena masih-masing bersikukuh bahwa hanya pendapatnyalah yang benar. Mereka berpendapat tidak disertai penalaran yang baik, yang masuk akal. Atau bahkan satu pihak memaksakan pendapatnya harus diterima dan diakui lawannya dengan mengintimidasi, meremehkan, dan  menghina lawan bicaranya. Ketika pihak yang satu berbicara, pihak yang lain tidak mau mendengarkan dan memahami secara baik tetapi segera memotong atau ikut juga berbicara dengan nada yang lebih tinggi. Tidak ada bukti berupa fakta-fakta yang mendukung pendapatnya itu.  Lalu, adu pendapat ini tidak menghasilkan kesimpulan apa pun selain sakit hati, dendam, keributan, atau bahkan permusuhan. Adu pendapat ini tidak penting dan seharusnya tidak perlu terjadi. Jika demikian, situasi komunikasi seperti inikah yang disebut debat?

Iya, boleh saja disebut debat. Adu pendapat dengan situasi seperti di atas namanya debat kusir. Debat kusir ini sebenarnya semacam ungkapan. Ungkapan ini pertama kali disampaikan oleh K.H. Agus Salim dalam suatu rapat majelis.  Ceritanya berawal ketika K.H. Agus Salim naik dokar saat berangkat rapat. K.H. Agus Salim mendengar, kuda yang menarik dokar itu kentut. Beliau mengatakan pada Pak Kusir yang sedang mengendarai dokar itu bahwa kudanya ‘masuk angin’. Namun, Pak Kusir membantah bahwa kuda itu ‘keluar angin’ bukan masuk angin. K.H. Agus Salim menjelaskan, bahwa itu namanya masuk angin. Pak Kusir tidak bisa menerima penjelasan Pak Kyai dan tetap keukeuh  pada pengertiannya bahwa kudanya itu sedang keluar angin. Begitu seterusnya sampai K.H. Agus Salim turun karena sudah sampai tempat tujuan. Setelah tidak bersama lagi, bisa jadi dalam hati mereka masih dongkol dan berkata, “Bodoh sekali orang tadi!”

Dari cerita itu bisa dikatakan bahwa debat kusir adalah debat tanpa tujuan akhir, tanpa aturan, tidak fokus pada topik pembicaraan, pokok pembicaraan yang dibahas pun seringkali tidak penting, disertai suasana hati yang emosional, suka-suka, tidak santun, dan tidak ada pemecahan masalah. Debat kusir hanya ingin membuktikan bahwa kita berada di pihak yang benar. Perdebatan menjadi berlarut-larut dan panjang lebar karena ketidakpahaman salah satu pihak atau bahkan kedua belah pihak terhadap apa yang sedang diperdebatkan. Debat kusir hendaknya dihindari, apalagi di kalangan orang-orang terpelajar yang beradab dan bermartabat.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Asidi Dipodjojo mendefinisikan debat sebagai suatu proses komunikasi lisan yang dinyatakan dengan bahasa untuk mempertahankan pendapat. Setiap pihak yang berdebat menyatakan argumen dan alasan, dengan cara tertentu agar pihak lain berpihak padanya.  Sementara itu, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian debat adalah pertukaran dan pembahasan pendapat terkait suatu hal dengan saling menyampaikan argumentasi atau alasan dengan tujuan mempertahankan pendapat bahkan memenangkan pendapat.

Debat bertujuan meyakinkan lawan bicara dengan bahasa lisan secara baik dan benar. Bahasa yang digunakan baik jika dinyatakan dengan diksi yang tepat, dengan gaya bicara (gestur tubuh) yang tepat, intonasi, dinamika, dan volume suara yang tepat. Bahasa yang digunakan itu baik jika tidak menyinggung kelemahan fisik atau mengandung unsur hinaan yang membuat lawan bicara tersinggung. Dalam berbicara hendaknya disertai gerak-gerik yang tepat, tenang, ramah, dan bersahabat. Saat berbicara tidak perlu terlalu menggebu-gebu atau bahkan sambil menunjuk-nunjuk lawan bicara.  Sedangkan bahasa debat itu benar jika kalimat-kalimat yang digunakan strukturnya benar sesuai dengan kaidah kebahasaan, tidak tumpang tindih, kalimat yang satu dengan yang lain saling berhubungan dan mendukung, jeda antarkalimat jelas, berisi informasi yang benar, logis, dan sistematis sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman lawan bicara. Sebaiknya pembicara tidak menggunakan istilah-istilah teknis yang hanya dikenal oleh sekelompok orang dengan tuujuan lawan bicara tidak memahami apa yang dikatakan. Selain itu, pihak yang satu hendaknya mendengarkan dengan baik pendapat-pendapat pihak lain yang berbeda itu, sehingga tidak perlu minta pihak yang berbicara mengulangi lagi karena kita kurang konsentrasi. Kita  hendaknya menghargai perbedaan-perbedaan lawan bicara tersebut dengan sikap yang baik.  

Secara umum, alur debat memiliki struktur: pengenalan isu atau penjelasan  topik, rangkaian argumen yang berisi penyampaian pendapat logis disertai data-data dan fakta yang bermanfaat, akurat, dan aktual, dan penegasan ulang atau kesimpulan berupa pernyataan akhir yang menegaskan bantahan atau pendapat yang telah disampaikan sebelumnya. Pihak-pihak yang terlibat dalam debat ini adalah  kelompok atau pihak pro, pihak kontra, moderator,  dan juri. Lama penyampaian argumen, penyampaian sanggahan, penegasan ulang, dan yang lainnya dilakukan dalam waktu yang sudah ditetapkan.  Interupsi atau memotong pembicaraan lawan bicara hanya boleh dilakukan seizin moderator. Masing-masing terikat oleh aturan debat yang disampaikan pada awal debat.

Demikianlah. Jika kita akan berdebat, kita tidak perlu lagi debat kusir mempermasalahkan bagaimana debat itu sendiri. Karena debat sebenarnya sudah ada standar dan prinsip-prinsipnya yang jelas. Kita tinggal memahami dan melakukan sesuai ketentuan yang benar.  Yang jelas, debat tidak sekadar adu pendapat, tetapi ada ketentuan umum atau aturan mainnya. Semua pihak yang terlibat dalam debat harus tahu, setuju, dan taat terhadap ketentuan-ketentuan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan selama berdebat. Semua pihak yang terlibat dalam debat harus tahu hak dan kewajibannya. Semua pihak hendaknya menyiapkannya dengan baik dan benar. Pengetahuan, keberanian, kemampuan berbicara di depan umum, bukti-bukti sahih yang mencukupi perlu dimiliki oleh peserta debat.  Jika satu pihak menyampaikan pendapat yang tidak jelas atau tidak masuk akal, sebaiknya dibiarkan saja tidak perlu direspon. Masing-masing pihak harus bisa mengendalikan diri agar tidak terjebak pada debat kusir yang tidak produktif. Selamat berdebat Bung, junjung sportivitas dan intelektualitas!

Ikuti tulisan menarik Fabian Satya Rabani lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler