x

Palawidja

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 9 Desember 2023 20:36 WIB

Palawidja

Roman tentang hubungan Tionghoa - Pribumi di masa Jepang di Rengasdengklok.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Palawidja

Penulis: Karim Halim

Tahun Terbit: 1944

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: Gunseikanbu Kokumin Tosyokyoku (Balai Pustaka)

Tebal: 47

ISBN:

Dari banyak informasi yang saya dapat, golongan Tionghoa adalah salah satu pihak yang menjadi korban saat Jepang berkuasa di Indonesia. Jepang mencurigai orang Tionghoa sebagai pihak yang mendukung Belanda. Banyak pengusaha Tionghoa yang disita kekayaannya. Banyak juga orang Tionghoa yang ditangkap dan dipenjarakan.

Informasi tentang hubungan orang Tionghoa dengan orang pribumi sangat jarang saya temui. Apalagi hubungan orang Tionghoa dengan pribumi dari kacamata orang pribumi. Karya Karim Halim ini adalah salah satu dokumentasi tentang bagaimana pribumi memandang hubungan Tionghoa-pribumi di masa Jepang. Meski disajikan dalam bentuk fiksi, karya Karim Halim ini bisa menjadi petunjuk bagaimana pandangan pribumi tentang hubungannya dengan orang Tionghoa di masa Jepang.

Novel pendek berjudul “Palawidja” karya Karim Halim ini mengambil latar menjelang kekalahan Belanda dar Jepang di Rengasdengklok. Suasana kekacauan yang ditimbulkan oleh kekalahan Belanda melanda Rengasdengklok. Orang-orang Tionghoa yang merasa terancam karena banyaknya perampokan, mendirikan Ronda Tionghoa. Ronda Tionghoa ini dimaksudkan untuk menjaga orang orang Tionghoa dari penduduk desa sekitar Rengasdengklok yang melakukan penjarahan.

Kosongnya kekuasaan membuat rakyat melakukan penjarahan, terutama ke rumah-rumah keluarga Tionghoa. Rakyat dari sekitar Rengasdengklok datang berbondong-bondong ke kota dan mengambil apa saja yang bisa mereka ambil. Mereka merampok rumah-rumah yang bisa mereka rampok. Situasi ini disebabkan karena rakyat selama ini tertekan oleh penjajah. Mereka diprovokasi bahwa orang Tionghoa adalah bagian dari Belanda – sang penjajah.

Situasi yang demikian tentu tidak membuat orang Tionghoa diam saja. Orang Tionghoa, dibawah kepemimpinan Babah Liem, mengorganisir Ronda Tionghoa. Ronda Tionghoa ini mendapat dukungan dari para pejabat pemerintah. Pejabat yang dulunya pro Belanda dan menikmati kesejahteraan dari belanda, kini mendukung masyarakat Tionghoa.

Pejabat yang seharusnya mengupayakan suasana damai di masa pancaroba, malah ikut memanasi hubungan Tionghoa dengan masyarakat yang sedang tidak baik-baik saja. Para pejabat ini mendukung oang Tionghoa untuk melakukan tindakan represif kepada rakyat yang menjarah.

Padahal sebenarnya, rakyat menjarah karena mereka tidak paham. Tentu juga ada yang memprovokasi.

Soemardi, seorang guru muda yang selama ini menentang kekuasaan penjajah Belanda, berupaya untuk meredakan ketegangan antara rakyat dengan orang Tionghoa. Soemardi berpendapat bahwa penyuluhan kepada rakyat sangat mendesak untuk segera dilakukan. Jika rakyat memahami situasi, maka tidak akan jatuh korban jiwa.

Namun upaya Soemardi ini tidak didengar oleh para pejabat. Para pejabat malah mendukung tindakan represif yang dilakukan oleh Ronda Tionghoa. Bahkan sisa tentara Belanda juga ikut menembaki rakyat yang datang ke kota.

Ketegangan yang semakin memuncak, membuat Soemardi menjadi salah satu korban kerusuhan massa. Soemardi dibawa pulang dalam keadaan babak belur dan pingsan.

Sebelum menjadi korban, Soemardi sempat menolong kakak beradik etnis Tionghoa yang rumahnya dijarah. Soei Nio dan adiknya Lin, diselamatkan dari amuk masa oleh Soemardi. Soei Nio dan Lin dibawa oleh Soemardi ke rumahnya. Saat Soemardi dirawat di rumah, Soei Nio masih tinggal di rumah Soemardi. Dari sinilah timbul benih suka diantar keduanya.

Novel ini ditulis di jaman Jepang. Itulah sebabnya Karim Halim menempatkan Jepang sebagai pihak pembawa damai.

Setelah Jepang datang ke Rengasdengklok, suasanya menjadi lebih damai. Kerusuhan tidak ada lagi. Soemardi bekerjasama dengan orang Tionghoa mendirikan Komite Rakyat. Komite Rakyat bertugas untuk memberi penerangan kepada rakyat. Salah satu bahan penerangan adalah bahwa orang Tionghoa dan orang jawa adalah bersaudara. Keduanya adalah Bangsa Asia. Seharusnyaah orang Tionghoa dan orang Jawa bekerjasama mengupayakan kemakmuran bersama, di bawah kepemimpinan Jepang. Kedatangan Jepang adalah untuk mengusir Bangsa Eropa yang selama ini telah memecah-belah hubungan antar suku di Indonesia.

Soemardi juga mengupayakan untuk kembali membuka sekolah yang terpaksa ditutup karena perang Belanda – Jepang. Upaya untuk membuka sekolah kembali ini mendapatkan dukungan dari orang Tionghoa. Sebab kebanyakan murid Soemardi adalah anak-anak Tionghoa.

Novel diakhiri dengan acara piknik bersama Soemardi dan keluarganya bersama Soei Nio dan Lin. Sebuah piknik yang diikuti oleh etnis yang berbeda. Sungguh bagai palawija, dimana jagung, kacang tanah, kedelai, kacang hijau adalah biji-bijian yang berbeda tetapi digolongkan dalam kategori yang sama. Palawidja.  800

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu