Di rumah masa kecilku
ibu rajin membawakanku setempurung air
setiap lidahku menghadap ke awan.
Sebuah guci tua tersimpan di tanah
lumut menjalar menghiasi bentuknya
tetapi aku memandangnya lebih dekat
—wajah ibu terbaca jelas.
Aku mengangkat kepala semakin tinggi
guci itu semakin tenggelam
dan aku tak mampu menggambarnya dalam pikiran.
Aku menjaga rasa haus dan tatapan ibu
dan ini akan menjadi sebutir doa selamanya
sebab kita masih seperti dulu
bersandar pada matahari
dan berbintik di tubuhmu.
Atambua, 01 Januari 2024
Ikuti tulisan menarik Silivester Kiik lainnya di sini.