x

Iklan

dudi safari

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 19 Februari 2023

Rabu, 10 Januari 2024 19:41 WIB

Manusia Lahir dari Ketiadaan

Satu kenyataan dari zaman dahulu manusia tidak ada yang berumur seumur zaman ini. Dengan kata lain manusia dari asal tiada kembali ke ketiadaannya yang tersisa adalah peradaban atau hasil karya seorang manusia selama hidup.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Semua sepakat bahwa alam semesta berawal dari ketiadaan, termasuk para penghuninya yang hari ini beraneka ragam dari spesies hewan, tumbuhan dan manusia.

Di tahap tertentu lahirlah makhluk yang kemudian hari disebut manusia.

Alangkah naifnya jika masih ada yang berpikir bahwa makhluk hidup termasuk manusia jadi dengan sendirinya sebab proses alamiah, karena selama ini hukum kausalitas sangat berlaku bagi kehidupan, contoh jika ada kehidupan maka ada kematian.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kebanyakan manusia tidak ada yang tahu pasti untuk apa dia dilahirkan, namun petunjuk dari berbagai literatur keagamaan memberitahu bahwa tugas manusia hidup itu untuk ibadah yakni mengabdi kepada penciptanya dan membuat keseimbangan di muka bumi.

Pengetahuan Dasar Tentang Sang Pencipta

Lantas siapa yang menciptakan manusia, sebagian besar manusia baik kondisi modern maupun purba memiliki pengetahuan tentang siapa yang menciptakan mereka. Bahkan manusia purba dengan keterbatasan pengetahuan mereka mampu menerjemahkan sang Penguasa alam.

Mereka bisa mewujudkannya dalam wujud makhluk lain seperti lautan, pokok kayu, mata air dan sebagainya. Jika mereka sakit mereka pun berkeyakinan tentang adanya sang Maha Penyembuh.

Lewat perjamuan dan semacamnya hidangan serta doa dilantunkan untuk kesembuhan begitu juga kesejahteraan.

Dengan pengetahuan yang sederhana itu mereka mencoba untuk tetap menjadi hamba bukan Tuhan.

Manusia abad modern saat ini pengetahuan manusia bisa lebih luas, wawasan beragam semakin lebar karena banyak buku-buku panduan yang menjadi rujukan serta juru dakwah yang semakin banyak, di sinilah letak perbedaan manusia dan hewan. Seprimitif apa pun manusia tetap terbimbing oleh akalnya sementara semodern apa pun hewan mereka tetap menggunakan insting hewaninya untuk hidup.

Akal menjadikan manusia untuk tetap berbeda dengan hewan, walau terkadang saat manusia menutup akalnya maka dia akan lebih buas daripada hewan.

Manusia menyadari kebutuhan untuk bersosial, berkomunikasi. Manusia bukan koloni tapi komunitas jika hewan berkumpul berdasarkan siapa yang kuat, maka manusia berkumpul berdasarkan kesepakatan.

Perbedaan manusia dan hewan yang signifikan menjadikan manusia mampu menciptakan budaya sebagai warisan generasi masa depan. Budaya inilah yang dapat membedakan dan menjadi ukuran kemajuan peradaban manusia, dari komunikasi dengan isyarat menuju komunikasi bahasa. Dari ucapan menjadi tulisan dan terus berkembang sejalan dengan bertumbuhnya kecerdasan seorang manusia di abad modern ini.

Manusia hidup lebih mudah dengan bantuan teknologi yang tercipta dari perkembangan budaya berpikir manusia. Cukup banyak perbedaan manusia dengan hewan hingga nyata sekali perbedaannya.

Manusia dengan teknologinya mampu mendeteksi awal mula kejadiannya.

Manusia terdeteksi dari satu sel yang menjadi embrio kemudian tercipta mewujud manusia dalam perut seorang ibu dan dalam waktu tertentu lahirlah makhluk baru yang bernama manusia.

Awal pertumbuhan sebagai seorang anak kemudian tumbuh dewasa ada yang wafat di tengah pertumbuhan, ada juga yang wafat sampai usia uzur.

Satu kenyataan dari zaman dahulu manusia tidak ada yang berumur seumur zaman ini. Dengan kata lain manusia dari asal tiada kembali ke ketiadaannya yang tersisa adalah peradaban atau hasil karya seorang manusia selama hidup.

Peradaban pun terbagi dua menjadi peradaban yang baik dan peradaban buruk.

Perbedaan manusia dengan makhluk lain itulah yang menjadi sebab manusia memiliki kemampuan lebih dari yang lainnya.

Sebagaimana hukum alam yang merupakan sunnatullah, suatu hal yang asalnya tidak ada maka akan kembali ke ketiadaannya. Begitu pun manusia berawal dari tidak ada maka akan diakhiri dengan ketiadaannya dan itu berlaku universal terhadap semua makhluk hidup.

Konsekuensi Hidup Manusia

Ada hal yang berbeda untuk manusia jika hewan dan tumbuhan dan makhluk lainnya hidup dan mati tanpa ada konsekuensi.

Sebagai manusia akhir hidup bukanlah akhir segalanya karena manusia akan dituntut pertanggungjawabannya semasa dia hidup karena manusia hidup dibekali akal pikiran dan ditunjuk sebagai pengelola bumi di mana dia tinggal.

Konsekuensi itu terdiri dari dua hal; Ada konsekuensi baik, ada juga konsekuensi buruk semua itu ada dalam doktrin agama.

Berikut doktrin agama Islam tentang hal tersebut. Dalam Q.S al-Zalzalah Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” (7).

“Dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” (8).

Lebih jelas diterangkan dalam Q.S al-Bayyinah,

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

Sungguh, orang-orang yang kafir dari golongan Ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke Neraka Jahanam; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Mereka itu adalah sejahat-jahat makhluk.”(6)

“Sungguh, orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk.”(7)

“Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah Surga ‘Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah rida terhadap mereka dan mereka pun rida kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.” (8)

Demikian Islam memandang bahwa hidup di dunia ini sebatas beramal saja, hasil amal akan diperhitungkan di kemudian hari sebagaimana yang diyakini orang-orang Islam akan ada kehidupan yang lebih kekal setelah kehidupan di dunia ini. Setiap orang memiliki konsekuensi dengan apa yang telah mereka perbuat semasa hidup.

Begitu pun doktrin Kristen dalam salah satu ayat sebagaimana termaktub dalam Wahyu 21.3,

Lalu aku mendengar suara yang nyaring dari takhta itu berkata lihatlah kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Dia akan diam bersama-sama dengan mereka, mereka akan menjadi umat-Nya dan ia akan menjadi Allah mereka.” (Wahyu 21.3)

Saat seseorang masuk surga tidak ada batas lagi antara dia dengan Allah karena keimanan mereka, mereka hidup dengan kemuliaan tanpa penyakit dan tidak ada kematian lagi.

Surga menurut pandangan Hindu adalah tempat pencahayaan diambil dari kata svar berarti cahaya dan ga berarti perjalanan. Menjadi tempat menetap para Dewa, Maharesi dan orang-orang suci.

Meskipun penuh dengan kebahagiaan konsep surga bagi agama Hindu tetaplah sebuah dunia, surga adalah dunia atas.

Surga dalam pandangan Buddha disebut sebagai alam bahagia seperti yang tertulis dalam Narasita Nikaya 13.1.

Setidaknya itulah gambaran alam akhirat yakni alam setelah berlakunya kehidupan walau sedikit banyak ada perbedaan, tapi hakikatnya semua agama memaknai dunia sebagai tempat singgah saja dan manusia yang berasal dari tiada kemudian lahir memimpin alam dunia akan melanjutkan proses perjalanan ke negeri akhirat.

Barang siapa yang berbuat positif maka dia akan mendapat balasan positif, barang siapa berlaku negatif maka dia akan mendapatkan perlakuan negatif pula demikian balasan akan didapat sesuai dengan apa yang telah dikerjakan.

Ujung dari semua itu adalah kembali ke ketiadaannya.

Ikuti tulisan menarik dudi safari lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu