Katarsis

Kamis, 8 Februari 2024 12:01 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Panorama cerpen, imaji mengurai sel-sel otak agar tetap sehat walafiat. Tak ada pembaca tak ada seni susastra. Jelajah imajinasi.

Syahdan senjakala langit mengukir mural dynastic politics, sejarah populer di era benua lampau, salah satu istilah politik dunia terkini. Kisah penguasa imperium; historis, pelajaran kultural edukatif musim isme kemodernan mencoba melewati limit pascakontemporer, beragam asal-usul kisah kaum; primitif, barbar, kanibal, nomaden, proletariat-bukan hidup miskin. 

Pop surealisme, seiring musim waktu, sekumpulan kaum bertemu lahan tak bertuan-bersama menentukan nasib, membuat aturan tatakelola kelompok hidup sedemikian rupa beridentitas dalam rekam jejak budidaya budaya terbentuklah geoekonomi, tersebutlah strata sosial kaum, atas kesepakatan kelompok masing-masing.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pada era berjalan setara perkembangan akulturasi-inheren melahirkan hierarki kaum; monarki, feodalisme trah si ini dari si itu serta berbagai ketentuan keturunannya, bertemu faktor penentu dunia kuasa usaha lanjutan, hingga era terkini mengadobsi istilah ragam politik berbagai bentuknya di arena hidup berkelanjutan.

Tanah seluas dunia ini melulu menulis sejarah penguasa; monarki, feodal dinasti, imperium raja sakti, panglima jago perang. Seakan-akan kekuatan sahih hanya milik individu penguasa; diktator, oligarki, seterusnya melawan batas manusia bisa mati, hiks. Rakyat.; Sumber kekuatan hierarki kehidupan seolah-olah tak ada, ehem.

"Stop cuy. Ini ngobrol sembako atau neohistoris dunia."
"Mimpi jadi sok pinter kan boleh kuy."
"Di antara naik turunnya harga telur perkilo."
"Wkwkwk cocok. Sejak duda, kau tau harga belanja harian."
"Hahaha, memetik manfaat karma positif."

Di antara kisah gelombang tsunami gempuran gletser mencair merendam daratan menjadi kekinian. Cerita gigantik sejarah peradaban kehidupan berjalan. Gelombang pemanasan global; apakah bukan sebuah ancaman, di tengah euforia perang modern, tekno nuklir berfoya-foya seolah-olah Ilahi Sang Pencipta, tak ada.

Genosida? Bodok amat. Korban, siksa mati racun radio aktif, bodok amat. Keren ya habitat inteligensi manusia arogan-hebat, jago perang, menepuk dada mengangkat dagu, sombong amat. Apalah artinya konstitusi perdamaian di ranah perserikatan dunia; hanya mampu bermimpi memberi kelambu selimut cinta.

"Bidak putihmu termakan. Sekakmat."
"Alamak, cerdik juga kau kawan." 
"Tanpa perselingkuhan komitmen."
"Cakap kau. Menyanyi kita?"
"Okeh. Baru gitarmu rupanya."

Kesederhanaan kebahagiaan ada di hati bersama sahabat atau kekasih tercinta, tulus. Mengkhianati cinta konon bisa kualat berhadiah tiket kelas wahid jurusan api sang iblis. Itu sebabnya kepura-puraan orasi seolah-olah sastra puisi di podium publik, janganlah sekadar masturbasi pemenuhan ambisi mencapai target lipatan dompet.

Cinta putih tetap putih dilindungi malaikat penjaga hati, takkan pernah bias ataupun luntur oleh waktu basa-basi memberi mawar plastik tampak indah di pandang mata sekalipun tak seindah warna aslinya. Naturalisme warna lahir serupa biru langit beroksigen memberi kemaslahatan sehat rohani-jasmani. Kalau pura-pura cinta daun gugur pada waktunya.  

***

Jakarta Indonesiana, February 08, 2024.
Salam NKRI Pancasila. Banyak kebaikan setiap hari.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Taufan S. Chandranegara

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler