x

Iklan

Izniyah (UIN Sunan Ampel Surabaya)

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 10 Juli 2023

Selasa, 20 Februari 2024 20:03 WIB

Optimalisasi Peran Pemuda dan Media Digital Mendorong Traidisi Karapan Sapi Menuju Pencapaian Global

Lemahnya minat anak muda dalam mewarisi tradisi disebabkan gaya hidup modern yang dipicu faktor globalisasi, kendala fasilitas dan infrastruktur, kurangnya edukasi, serta kurangnya kesempatan terlibat aktif dalam kegiatan kebudayaan tradisional.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pendahuluan

            Pada era globalisasi ini, tradisi budaya lokal sering kali menghadapi tantangan yang signifikan, terutama dalam upaya mempertahankan eksistensinya. Salah satu warisan budaya yang perlu dijaga dan dilestarikan karena kaya akan sejarah dan kearifan lokal adalah karapan sapi Madura. Tradisi karapan sapi ini merupakan perpaduan dari perayaan masyarakat dan ajang pacuan kecepatan serta kesehatan hewan ternak, sehingga menjadi tontonan yang menghibur. Bahkan pada saat Jawa Timur menjadi penyelenggara PON XV tahun 2000, karapan sapi dipilih sebagai lambang kemegahan khusus dalam perayaan olahraga yang paling bergengsi di Indonesia (Kosim, 2007). Dalam pernyataan tersebut, artinya tradisi karapan sapi Madura layak dibanggakan dan dijaga kelestariannya sebagai warisan budaya yang berkelanjutan.

                Namun sayangnya, karapan sapi Madura menghadapi berbagai ancaman, terutama dari kemajuan teknologi dan perubahan gaya hidup masyarakat. Generasi muda cenderung kehilangan minat dalam ikut serta dan menghargai tradisi ini, lebih memilih hiburan modern dan gaya hidup kontemporer. Situasi ini menimbulkan risiko terhadap punahnya tradisi yang selama ini merupakan bagian integral dari identitas kultural masyarakat Madura di masa depan. Meskipun demikian, jika ditelaah kembali, dampak kemajuan teknologi ini juga memberikan efek positif dengan potensi untuk menyebarluaskan tradisi karapan sapi sehingga dapat dikenal oleh masyarakat yang lebih luas, termasuk masyarakat global. Untuk mencapai hal tersebut, perlu penekanan pada pemanfaatan media digital sebagai alat promosi agar tradisi karapan sapi dapat dikenal oleh mancanegara, sehingga mampu menghidupkan kembali minat masyarakat, khususnya generasi muda.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

                Dalam perkembangan era digital saat ini, tidak luput dari dampak positif dan negatif yang memengaruhi sosial-budaya di Indonesia. Era digital sendiri adalah era yang semakin terhubung dengan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang lebih efektif dengan kecepatan lebih tinggi (Shepherd et al., n.d.). Hal ini menimbulkan risiko mengenai keamanan privasi maupun penyebaran berita hoaks. Namun, jika media digital dipergunakan dengan baik maka akan menciptakan hal yang positif. Sebagai contoh, penggunaan platform media sosial untuk mempromosikan tradisi di Indonesia, seperti tradisi karapan sapi, agar lebih dikenal dan diapresiasi dalam capaian global.

            Menurut Kosim (2007), asal mula karapan sapi berasal dari perlombaan kecepatan antara dua pasang sapi jantan, yang diadu untuk melihat siapa yang dapat berlari paling cepat (ê kerrap) dalam jarak tertentu. Setiap pasangan sapi dikendalikan oleh seorang joki (bhuto/tokang tongko') yang menggunakan peralatan seperti pangonong dan kalêlês. Sapi yang pertama mencapai garis finis dianggap sebagai pemenang. Sejarah singkatnya, asal-usul karapan sapi adalah karena saat membajak sawah menggunan tenaga manusia dianggap kurang efektif dalam pengolahan tanah pertanian, seorang kyai bernama Kyai Baidawi mencetuskan konsep menggantinya dengan memanfaatkan hewan, yakni sapi, untuk melakukan bajak tanah sebelum ditanami.  

            Dari sebuah sejarah karapan sapi diatas membuktikan bahwa karapan sapi bukan hanya warisan budaya, tetapi juga sebuah bentuk ekspresi seni yang mencerminkan keterampilan dan keahlian yang telah diwariskan secara turun-temurun. Aktivitas ini tidak hanya melibatkan hiburan semata, melainkan juga menjadi sebuah wujud kehidupan masyarakat yang kaya akan nilai-nilai lokal dan kebersamaan. Di balik kecepatan sapi yang berlari, terdapat kisah-kisah sejarah yang menggambarkan hubungan erat antara manusia dengan hewan, serta bagaimana keduanya bersatu untuk merayakan warisan budaya yang terjaga dengan kokoh. Apabila tradisi ini tidak dilestarikan, maka dapat mengancam warisan budaya dan ekonomi lokal terkait.

                Oleh karena itu, esai ini membahas optimalisasi peran pemuda dan media digital dalam mendorong promosi serta melestarikan tradisi karapan sapi Madura agar dapat dikenal secara global. Penulis meyakini bahwa media digital dapat efektif memulihkan minat masyarakat, khususnya generasi muda, terhadap tradisi ini. Harapannya, pemanfaatan media digital yang melibatkan anak muda sebagai pemeran utama dapat mendukung keberlanjutan tradisi sebagai bagian dari warisan lokal yang berharga. Sehingga, tidak menutup kemungkinan bahwa media digital dapat menjadi solusi untuk memperkenalkan karapan sapi Madura secara global.

Isi

            Dalam era digital yang terus berkembang, penggunaan teknologi informasi dan komunikasi menjadi esensial dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat (Sudirman Sudirman et al., 2023). Termasuk dalam upaya mempromosikan warisan budaya dan tradisi agar lebih dikenal, teknologi memberikan peluang signifikan untuk meningkatkan pemahaman dan penghargaan terhadap kekayaan budaya suatu negara. Contohnya, di tengah kemajuan teknologi, tradisi karapan sapi Madura dapat diangkat dan dipromosikan melalui media digital seperti platform daring. Hal ini dapat membantu melestarikan warisan budaya tersebut dengan cara menarik minat generasi muda yang cenderung lebih terhubung dengan teknologi digital. Terlebih lagi,  keberlanjutan warisan budaya bisa terancam apabila generasi muda tidak memiliki rasa ketertarikan untuk melestarikannya.

                Berikut adalah beberapa faktor penyebab melemahnya minat pemuda terhadap karapan sapi sebagai warisan budaya Indonesia menurut analisis penulis:

  • Gaya Hidup Modern dan Faktor Globalisasi

            Pemuda masa kini cenderung lebih suka pada kegiatan yang lebih modern serta mengikuti tren teknologi dan hiburan yang sedang viral di sosial media. Hal ini terbukti karena minat pemuda lebih condong menonton film di bioskop dari pada menonton pertunjukan kesenian. Untuk itu, kesenian tradisional membutuhkan inovasi agar dapat tetap relevan dan bersaing dengan era globalisasi.

  • Fasilitas dan Infrastruktur Kurang Memadai

              Fenomena kurangnya minat generasi muda dalam turut memeriahkan perlombaan karapan sapi tidak dapat dipisahkan dari hambatan-hambatan yang timbul karena keterbatasan fasilitas dan infrastruktur yang kurang memadai. Penulis melakukan riset kepada beberapa anak muda asal Madura yang mengeluhkan tentang panasnya tribun penonton karena tidak memiliki penutup, alias berada di luar ruangan. Sementara itu, anak muda zaman sekarang sangat peduli dengan kesehatan kulit sebagai investasi diri, dan perawatan tubuh yang mahal bagi kalangan anak muda menjadi pertimbangan utama. Selain itu, kurangnya infrastruktur toilet yang memadai di beberapa daerah, saat diadakannya lomba karapan sapi, ternyata masih ada masyarakat yang mengeluhkan toilet yang seharusnya gratis namun dikenakan tarif saat acara berlangsung. Sebagai solusi, diperlukan kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat untuk meningkatkan fasilitas dan infrastruktur yang mendukung perlombaan karapan sapi agar dapat meningkatkan daya tarik acara tradisional ini bagi generasi muda.

  • Kurangnya Edukasi dan Kesadaran

            Kurangnya pengetahuan dan kesadaran anak muda terhadap perlombaan karapan sapi menjadi salah satu faktor menurunnya minat pemuda terhadap tradisi ini. Meskipun merupakan bagian penting dari warisan budaya, perlombaan tersebut sering kali kurang mendapat perhatian dalam sistem pendidikan dan promosi budaya. Pemuda perlu memahami sejarah, nilai-nilai, dan keunikan perlombaan karapan sapi. Untuk meningkatkan kesadaran mereka, perlu perhatian khusus dari orang tua dan guru, melalui kegiatan edukasi seperti seminar, lokakarya, atau kunjungan ke tempat bersejarah. Hal ini dapat membantu generasi muda memahami makna dan pentingnya warisan budaya.

  • Minimnya Keterlibatan Anak Muda yang Berpotensi
                Minimnya keterlibatan dari anak muda dalam karapan sapi menjadi suatu fenomena mencolok dalam konteks budaya setempat. Ada beberapa faktor yang dapat diidentifikasi sebagai penyebab rendahnya minat generasi muda terhadap acara tradisional ini. Di era digital saat ini, anak muda cenderung lebih tertarik pada hiburan instan, seperti media sosial, game online, dan kegiatan daring lainnya. Padahal, potensi yang dimiliki anak muda sangat besar dan beragam. Contohnya, mereka bisa menjadi tim media/konten kreator untuk mengabadikan momen tersebut, atau juga bisa menjadi penabuh saronen, alat musik asal Madura, yang biasanya ditampilkan saat setelah pengumuman pemenang lomba karapan sapi. Pemuda perlu arahan dari pemerintah, keluarga, guru, ataupun orang terdekat agar pemuda mau turut berkontribusi dalam tradisi budaya dan memperkuat identitas nasional.

                Dari beberapa faktor pengaruh di atas, dapat disimpulkan bahwa lemahnya minat anak muda untuk mewarisi tradisi budaya Indonesia disebabkan oleh gaya hidup modern yang dipicu faktor globalisasi, kendala fasilitas dan infrastruktur yang kurang memadai, kurangnya edukasi tentang nilai dan sejarah budaya, serta kurangnya kesempatan untuk terlibat aktif dalam kegiatan kebudayaan tradisional. Namun, hal tersebut bisa diubah apabila ada kemauan serta arahan yang bersifat inklusif dan mendukung. Peran orang tua, guru, masyarakat, dan pemerintah sangat dibutuhkan untuk menciptakan lingkungan yang memperkuat minat anak muda terhadap warisan budaya Indonesia.    
            Pemuda merupakan tulang punggung dan garis penerus budaya sebuah bangsa. Apabila minat pemuda terhadap warisan budaya meningkat, hal ini menciptakan sebuah momentum positif dalam pelestarian dan pengembangan kekayaan budaya. Terlebih lagi, keterampilan anak muda dalam media digital dan teknologi lebih canggih, dapat membuka peluang untuk menggali dan menyajikan warisan budaya secara kreatif dan inovatif. Sehingga, ketika anak muda mengerahkan kemampuannya akan hal ini, membuat warisan budaya memiliki peluang agar dikenal secara mendunia. Oleh karena itu, penulis memberikan solusi strategi promosi melalui pemanfaatan media digital, dengan tujuan agar warisan tradisi budaya, khususnya karapan sapi Madura dapat mencapai tingkat global.

                Pertama, memperbanyak konten dengan kualitas dan resolusi terbaik untuk mengangkat tradisi budaya karapan sapi. Dengan langkah ini, dapat meningkatkan eksistensi tradisi tersebut, serta memanfaatkan platform media sosial sebagai sarana kampanye promosi yang efektif. Kualitas gambar yang baik, serta konten yang menarik dan inovatif akan memberikan daya tarik yang lebih besar kepada masyarakat. Melalui Platform sederhana seperti YouTube, Instagram, dan TikTok dapat digunakan, karena memiliki kelebihan yang dapat diakses oleh siapa saja tanpa batasan jarak. Fitur dalam platform tersebut juga sangat luar biasa, semakin mudah viral melalui FYP (For You Page) dengan meramaikan hastag sehingga semakin mudah diakses oleh penonton di seluruh dunia, atau bisa juga dengan cara live streaming. Melalui upaya ini, kita tidak hanya meningkatkan apresiasi terhadap tradisi karapan sapi, tetapi juga membuka peluang bagi generasi muda untuk terlibat lebih aktif dan menjaga keberlanjutan tradisi tersebut dalam era digital.

             Kedua, pembuatan video dokumenter atau film pendek yang memberikan informasi menarik seputar sejarah ataupun nilai-nilai budaya tradisi karapan sapi, dapat menjadi cara efektif untuk memperkenalkan secara lebih luas warisan budaya yang unik ini. Selain itu, sebaiknya diadakan lomba video dokumenter atau film pendek yang melibatkan masyarakat setempat, terutama generasi muda, agar turut berpartisipasi dalam proses kreatif tersebut. Lomba ini dapat memotivasi para pembuat film amatir atau pelajar untuk mengeksplorasi lebih dalam aspek-aspek unik dari tradisi karapan sapi, sekaligus menjadi wadah ekspresi kreatif mereka. Dengan demikian, upaya tersebut tidak hanya membangun minat dan meningkatkan pengetahuan anak muda tentang warisan budaya, tetapi juga memberikan peluang lebih besar agar tradisi karapan sapi dikenal secara global.

            Dan solusi terakhir yang diusulkan penulis untuk menjadikan tradisi karapan sapi menuju capaian global adalah melibatkan kerjasama dengan influencer muda yang memiliki banyak pengikut di sosial media. Dengan memanfaatkan kekuatan jangkauan dan pengaruh para influencer ini, tradisi karapan sapi dapat diangkat ke tingkat global, menarik perhatian masyarakat luas yang mungkin sebelumnya belum mengenali budaya tersebut. Selain meliput kegiatan lomba karapan sapi, para influencer juga akan mengunjungi tempat wisata setempat. Hal ini tidak hanya akan meningkatkan popularitas lomba karapan sapi, tetapi juga dapat mempromosikan sektor lain seperti pariwisata dan kuliner. Sehingga, keterlibatan influencer muda dapat membantu mendukung ekonomi lokal.

            Dari ketiga solusi yang ditawarkan penulis, apabila dimaksimalkan, diharapkan dapat mempertahankan tradisi karapan sapi dengan mengoptimalkan bakat anak muda dalam penggunaan teknologi dan media sosial agar semakin dikenal dan mencapai tingkat global. Semoga tulisan ini bermanfaat, mendorong pihak terkait untuk mewujudkannya. Dengan demikian, tidak hanya menjadi bentuk dukungan, tetapi juga menjadi pondasi yang kuat untuk menciptakan daya tarik yang berkelanjutan terhadap karapan sapi, sehingga menjadikannya bagian tak terpisahkan dari warisan budaya yang tetap berkembang di era modern.

Kesimpulan

            Dalam era digital yang terus berkembang, penggunaan teknologi informasi dan komunikasi menjadi kunci penting dalam mempromosikan dan melestarikan warisan budaya dan tradisi. Faktor-faktor seperti gaya hidup modern, kurangnya fasilitas dan infrastruktur, kurangnya edukasi, dan minimnya keterlibatan anak muda menjadi penyebab lemahnya minat generasi muda terhadap tradisi seperti karapan sapi di Indonesia. Untuk mengatasi hal ini, perlu dilakukan inovasi, kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat, serta peningkatan edukasi dan kesadaran. Solusi strategis yang diusulkan penulis melibatkan pemanfaatan media digital, seperti penggunaan platform sosial, pembuatan video dokumenter, dan kolaborasi dengan influencer muda. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan dapat menciptakan momentum positif dalam pelestarian dan pengembangan kekayaan budaya, membangkitkan minat anak muda, dan menjadikan tradisi karapan sapi sebagai bagian yang tak terpisahkan dari warisan budaya yang tetap relevan di era modern.

 

Daftar Pustaka

Kosim, M. (2007). Kerapan Sapi; “ Pesta" Rakyat Madura ( Perspektif Historis-Normatif). KARSA: Journal of Social and Islamic Culture, 11(1), 68–76. http://www.ejournal.stainpamekasan.ac.id/index.php/karsa/article/view/149

Shepherd, J., Strathclyde, U., Universitas, I., & Fraser, S. (n.d.). Mengapa Era Digital ?

Sudirman Sudirman, P., Fauzan, A., & Amalia Wahyuni Mustakim, R. (2023). Pembuatan Website sebagai Media Pencitraan dan Promosi INFORMASI ARTIKEL ABSTRAK. Ilmu Komputer Untuk Masyarakat, 4(1), 1–8.

Ikuti tulisan menarik Izniyah (UIN Sunan Ampel Surabaya) lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

13 jam lalu

Terpopuler