Mengatasi Dampak Over-tourism di Gunung Bromo

Sabtu, 2 Maret 2024 09:30 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kita mengharapkan kedatangan banyak wisatawan baik manca negara maupun Nusantata. Tapi over tourisme bisa menjadi salah satu masalah. Gunung Bromo, salah satu destinasi wisata yang menghadapi soal itu

Mengatasi Dampak Over tourism di Bromo

Bambang Udoyono

Pengantar

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Akhir akhir ini saya semakin sering mendengar sendiri wisatawan asing yang mengeluhkan over-tourism di Gunung Bromo.  Apakah over-tourism itu? Apa dampak buruknya? Mengapa harus diatasi?

 

Masalah over tourism

 

Over-tourism adalah situasi ketika terlalu banyak pengunjung datang di suatu destinasi atau atraksi pada waktu tertentu. Akibatnya pelayanan kepada para wisatawan terkendala sehingga tidak bisa maksimal. Akibat lanjutannya bisa merugikan pelaku pariwisata dan warga lokal di destinasi tersebut. Karena wisatawan bisa kapok dan mengeluhkan ke masyarakat dunia melalui medsos.  Keluhan mereka bisa viral sehingga menjatuhkan nama destinasi tersebut.

 

Maka kegiatan ekonomi pariwisata di destinasi tersebut bisa  menjadi tidak berkelanjutan. Hal ini dapat menyebabkan beberapa dampak negatif lanjutan.

 

Jika keadaan over tourism ini terjadi terus menerus maka akan berpengaruh buruk pada kualitas hidup masyarakat lokal.  Kualitasnya bisa menurun karena kepadatan, kebisingan, dan gangguan lainnya.

 

Lingkungan alam sekitar dapat terpengaruh negatif karena polusi udara, polusi suara,  pembuangan sampah sembarangan, dan aktivitas berbahaya lainnya. Di kawah Bromo bahkan pernah terjadi kebakaran padang rumput yang dipicu ulah seseorang.  Kejadian ini sempat viral tahun 2023 yang lalu.

 

Pengalaman wisatawan jadi tidak maksimal atau  menurun karena kepadatan dan penggunaan sumber daya yang berlebihan.

 

Over-tourism juga dapat menjadi masalah bagi  aspek sosial dan budaya seperti misalnya kriminalitas dan dekadensi moral.

Organisasi pariwisata dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa mendefinisikan over-tourism sebagai "dampak pariwisata pada suatu destinasi, atau bagian-bagiannya, yang berlebihan mempengaruhi persepsi kualitas hidup warga dan/atau kualitas pengalaman pengunjung dengan cara negatif".

 

Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap over-tourism ada beberapa. Pertama mudahnya Gunung Bromo diakses dari berbagai kota.  Sekarang anak anak muda dengan sepeda motorpun bisa mengunjungi Gunung Bromo sampai ke puncak Pananjakan, Bukit Cinta, Bukit Kingkong dan bahkan ke laut pasir atau kaldera di puncaknya.

 

Kemudian viralnya video dan foto melalui media sosial di kalangan anak anak muda menjadi pendorong membludaknya pengunjung wisatawan Nusantara ke sana.

Kemudahan transportasi darat agaknya menjadi unsur pendorong juga. Gunung Bromo bisa dikunjungi dari Kota Surabaya, Malang dll. Sedangkan kedua kota itu mudah dijangkau dari berbagai kota lain dengan transportasi darat dan udara.

 

Berita dari mulut ke mulut atau dari hp ke hp juga membuat destinasi Bromo ini dikenal sangat luas di kalangan  anak anak muda gen z dan milenial.

Jika tidak teratasi dan terjadi terus menerus dalam waktu panjang, over-tourism bisa menjadi masalah besar di destinasi wisata populer seperti Gunung Bromo.

 

Akhir akhir ini kunjungan wisatawan ke Gunung Bromo sangat banyak terutama di akhir pekan dan di puncak musim wisman di antara bulan Juni, Juli dan Agustus.  Pada bulan bulan itu apalagi di akhir pekan bisa dipastikan jalan menuju puncak Pananjakan, Bukit Cinta dan Bukit Kingkong macet parah. Ratusan jip dan sepeda motor memenuhi jalan. Apalagi jalan menuju ke sana sempit dan berkelok kelok.  Ketika para pengunjung naik di malam hari kemacetan belum parah. Tapi Ketika mereka turun setelah melihat matahari terbit kemacetan panjang terjadi.

 

Keadaan ini sangat mengganggu pengunjung. Kemacetan ini membuat kunjungan  itu tidak sempurna. Tidak seperti dulu lagi Ketika belum terjadi kemacetan panjang dan lama.

 

Mengatasi over tourism

 

Mengatasi over-tourism bisa dilakukan dengan beberapa tindakan. Pertama kelola jumlah turis. Ini dapat dilakukan dengan membatasi jumlah pengunjung dan mempromosikan perjalanan di luar musim puncak. Di saat yang sama promosikan juga destinasi wisata yang kurang pengunjungnya.

Selain itu perlu juga dilakukan langkah tambahan. Misalnya langkah berikut.

 

 

Promosikan praktik pariwisata yang bertanggung jawab di antara pengunjung, seperti tidak membuang sampah sembarangan, menghormati adat istiadat setempat, dan meminimalkan polusi suara.  Jadi sepeda motor yang memakai knalpot brong alias knalpot yang bersuara keras harus dilarang.

 

Mendidik Pengunjung. Memberikan informasi kepada pengunjung dan warga lokal tentang dampak over-tourism dan bagaimana mereka dapat membantu menguranginya.

 

Membangun kereta gantung dari bawah sampai ke puncak Pananjakan, Bukit Kingkong dan Bukit Cinta.

 

Membangun tempat pengamatan matahari terbit di tempat lain di sekitar Bukit Kingkong, Bukit Cinta dan Pananjakan.

 

Selain itu ada satu hal lain yang perlu dikaji serius adalah dampaknya kepada warga lokal.  Pariwisata yang berkelanjutan harus mampu membuat masyarakat lokal mendapat keuntungan sehingga menjadi sejahtera. Jadi perlu dipikirkan kegiatan ekonomi pariwisata yang melibatkan warga lokal. Sejak awal mereka harus dilibatkan. Suara mereka atau aspirasi mereka, kebutuhan mereka  harus didengarkan dan dijadikan pertimbangan serius. Jangan sampai d kemudian hari hanya pemodal besar saja yang mendapat keuntungan dan mereka hanya sekedar menjadi pemain kecil. Jangan sampai mereka terpinggirkan di tanah sendiri.  Karena keadaan itu bisa memicu kecemburuan sosial yang bisa melahirkan friksi.

 

Namun semua Langkah itu membutuhkan kajian yang serius. Adalah kewajiban pemerintah baik pusat maupun daerah untuk mengkaji dan mengambl tindakan agar masalah over tourism di Bromo ini bisa segera diatasi.

 

Langkah Langkah tersebut membutuhkan kerjasama dari berbagai pemangku kepentingan. Selain pemerintah pusat dan daerah  termasuk juga perusahaan perjalanan wisata, transportasi, pramuwisata, dan terutama warga lokal. Penting untuk diingat bahwa pariwisata berkelanjutan menguntungkan semua orang - masyarakat setempat, lingkungan, pelaku pariwisata dari berbagai wilayah dan wisatawan.

 

Penutup

 

Over tourism adalah masalah di Gunung Bromo dan mungkin daerah lain juga. Oleh karena itu diharapkan pemerintah mulai memberi perhatian serius sejak sekarang.  Semoga ke depannya pemerintah mampu mengajak warga lokal dan pemangku kepentingan untuk berbicara dan menemukan solusi yang efektif untuk semuanya.

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler