x

The True Story of Ah Q

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 16 April 2024 18:30 WIB

The True Story of Ah Q

Cerpen-cerpen Lu Hsun yang menggambarkan kepedihan rakyat miskin.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: The True Story of Ah Q

Penulis: Lu Hsun

Tahun Terbit: 2017

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: Athena

Tebal: 272

ISBN: 978-602-391-880-5

 

 

Buku “The True Story of Ah Q” ini memuat sekaligus dua cerpen unggulan karya Lu Hsun. Dua cerpen tersebut adalah “The Story of Ah Q” yang dijadikan judul kumpulan cerpen ini, dan “Catatan Harian Si Gila” yang diletakkan sebagai cerpen terakhir.

Lu Hsun dikenal sebagai seorang penulis tenar abad 20 dari China. Masa kecilnya yang bahagia -karena kakeknya adalah seorang pegawai negeri, masa remajanya yang suram karena keluarganya dikucilkan karena kasus yang menimpa sang kakek, serta masa mudanya yang bersamaan dengan gejolak politik di China serta pendidikannya di Jepang membuat karya-karya Lu Hsun mempunyai warna yang dinamis.

Selain sebagai seorang penulis fiksi, Lu Hsun juga seorang akademisi. Penulis yang bernama asli Zhou Shuren diakui sebagai seorang intelektual yang tertarik dengan pemikiran Barat. Lu Hsun juga terlibat dalam gerakan untuk menggulingkan Dinasti Qing. Namun ia kecewa karena revolusi yang terjadi tidak mengubah nasip buruk rakyatnya.

Pengalaman masa kecil, pendidikan dan masa revolusi tercermin dalam karya-karya fiksi yang ditulisnya. Kumpulan cerpen yang terhimpun dalam buku ini sangat mewakili warna tulisan Lu Hsun. Kisah-kisah yang ditulisnya adalah tentang nasip orang-orang kecil yang tersisih. Meski tokoh-tokohnya menggambarkan orang tersisih, tetapi tokoh-tokoh dalam cerpen-cerpen Lu Hsun menunjukkan perlawanan yang luar biasa. Meski melawan dengan gigih, namun nasip tokoh-tokohnya selalu kalah. Lu Hsun menggambarkan perlawanan tokoh-tokohnya dengan cara yang absurd. Tokoh Ah Q misalnya. Ah Q digambarkan sebagai seorang gelandangan yang sangat peduli pada harga dirinya. Dalam mempertahankan harga diri, Ah Q sering melakukan hal-hal yang absurd sehingga akibatnya ia mengalami siksaan. Tingkahnya yang absurd dalam mempertahankan harga diri itu juga membuat ia sering kehilangan kesempatan untuk bekerja dan artinya tidak punya uang untuk membeli makan. Namun Ah Q tetap saja hanya peduli kepada harga dirinya. Ah Q pantang untuk dihina.

Tokoh lain yang serupa adalah seorang gila yang membuat catatan harian. Catatan harian ini sebenarnya adalah renungan tentang bagaimana manusia bisa saling memakan. Pada jaman primitif dan jaman kelaparan, memakan sesama manusia adalah hal yang bisa dibenarkan. Namun memakan manusia pada jaman yang sudah modern adalah hal yang aneh. Namun ternyata manusia masih terus berupaya untuk saling membunuh dan memakan mereka yang kalah. Bahkan orang berupaya supaya orang lain merasa bersalah dan melakukan bunuh diri. Ketika ada orang yang memikirkan bagaimana seharusnya manusia bisa hidup untuk tidak saling memakan, malah orang itu dianggap orang gila.

Selain dua cerpen yang dianggap sebagai karya terbaik Lu Hsun, kumpulan cerpen ini juga memuat 10 cerpen lainnya. Kisah-kisah yang dimuat dalam kumpulan cerpen ini adalah senada. Kisah-kisah tentang tokoh tersisih yang menjadi bahan tertawaan, bernasip buruk tetapi tetap mempertahankan martabatnya.

Berikut adalah beberapa contoh tokoh-tokoh tersebut. Tokoh Kung I Chi dalam cerpen yang judulnya sama, digambarkan sebagai seorang yang menjadi bahan olok-olok. Namun ia berpendapat bahwa orang bermartabat akan menjaga integritasnya walaupun ia berada dalam kemiskinan. Sebuah ungkapan yang sangat dalam ini malah dijadikan bahan tertawaan karena yang menyampaikan adalah Kung I Chi yang miskin dan suka mencuri.

Dalam cerpen “Pengorbanan Tahun Baru” tokoh perempuan miskin bertanya apakah setelah mati orang akan berubah menjadi hantu. Perasaan sebagai orang yang bersalah membuatnya takut setelah mati akan menjelma sebagai hantu. Wanita miskin ini begitu takut bahwa ia akan berubah menjadi hantu setelah ia mati. Sebab menjadi hantu berarti akan menyusahkan orang hidup, seperti selama ini ia menghukum dirinya sebagai orang yang selalu bersalah. Perempuan yang bernasip buruk karena ia dianggap lari dari suaminya dan menikah dengan pria lain di desa yang jauh. Nasip buruknya telah membuatnya khawatir bahkan untuk kehidupan setelah mati.

Cerpen “Hari Esok” mengisahkan tentang seorang ibu yang penuh perjuangan untuk mengumpulkan nafkah demi masa depan anaknya yang masih kecil. Ia rela bekerja sampai larut supaya anak satu-satunya nanti bisa mendapatkan pendidikan dan hidup layak. Namun anaknya mati karena sakit. Sang ibu yang mengupayakan supaya anaknya yang sakit bisa mendapat pertolongan telah berbuat apa saja. Ia mengumpulkan semua hartanya untuk mendapat pertolongan dokter. Namun sayang sang anak tidak bisa diselamatkan. Menariknya, dalam cerpen ini tokoh-tokoh lelaki justru mengincar si perempuan yang sedang berjuang tersebut untuk dijadikan pasangannya. Mereka tidak peduli kepada anak yang sedang berjuang untuk mempertahankan hidupnya.

Sayang sekali editing buku ini kurang baik. Banyak kesalahan tulis yang megganggu. 824

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB