Pembelajar di Maiyah. Suluk Kebudayaan Cinta. Kangen Desa. Bukan Orang Baik. Bajingan. Pensiunan Aktivis. Menulis Buku. Mendirikan SURAU.

Dua Alasan Program KKN Tak Memberi Solusi bahkan Tidak Relevan bagi Masyarakat Desa

Selasa, 30 Juli 2024 23:04 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Lahan sawah dengan air dari pompa
Iklan

Mahasiswa datang ke desa tidak perlu bawa program. Mereka datang saja dulu, catat semua peristiwa dan perilaku yang ada di desa. Kemudian bawa ke kampus untuk diteliti dan diajarkan.

Kritik terhadap pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata (KKN) makin meningkat eskalasinya. Mulai dari media lokal daerah hingga media skala nasional memberitakannya. Sedangkan KKN masih terus dilangsungkan terus menerus setiap tahunnya seolah-olah kritikan terhadapnya hanya dianggap sebagai gonggongan anjing yang nanti akan berhenti sendiri.

Sepintas ini seperti bukan masalah yang serius seperti soal kenegaraan yang ada di Jakarta. Tetapi apabila waktu lebih lama lagi terus begini, maka akan berdampak pada generasi yang akan datang. Karena sejarah peradaban bangsa indonesia adalah peradaban desa. Dan mahasiswa KKN datang dari kampus yang membawa cara berfikir urban dan modern akan inkolaborasi dengan kebudayaan desa yang sangat berbeda dengan cara berpikir orang sekolahan.

Kemudian apakah masalah yang sebenarnya terjadi? Bukankah ide awal KKN pada masa orde baru dimaksudkan agar mahasiswa dapat melakukan pengabdian kepada masyarakat desa? Ataukah ada konspirasi lain dibalik asas pengabdian pada kegiatan KKN mahasiswa? Berikut uraiannya.

 

  1. Orde Baru memasukkan program global kedalam desa

Proses panjang penjatuhan Bung Karno dari kursi presiden masih menyisakan misteri yang hingga saat ini masih belum terjawab. Tetapi indikasi campur tangan asing, khususnya amerika dapat terendus oleh kita yang membaca sejarah. Dan kenapa pula harus suharto yang menggantikan kursi presiden, kemungkinan terbesarnya adalah bahwa suharto adalah tokoh yang akan mengafirmasi banyak dari program global untuk indonesia. Salah satunya adalah program revolusi hijau.

Tentu kita pernah mendengar dari mbah-mbah kita tentang bagaimana subur dan makmurnya peradaban pertanian di desa jaman dulu. Mulai dari sayur-sayuran yang berukuran jumbo, sampai mengenai betapa sehat-sehatnya orang jaman dulu mengkonsumsi hasil pertanian desa. Namun masa kejayaan pertanian desa harus berkompromi dengan program global dimana indonesia harus turut serta dalam pemenuhan kebutuhan pangan dunia. Melalui revolusi hijau, penggunaan zat-zat kimia terhadap tanaman pertanian indonesia akan berdampak pada peningkatan skala jumlah yang jauh lebih besar. Poinnya disini. Tanah air pertanian dipaksa agar menghasilkan jumlah produksi dalam jumlah yang sebesar-besarnya.

Melalui program Bimas (Bimbingan Massal) dan Panca Usaha Tani yang mendorong petani untuk menggunakan bibit unggul, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit, pengairan dan perbaikan cocok tanam. Kemudian untuk menyokong program tersebut, diciptakanlah agen-agen yang bersifat "dinamis" tetapi juga mudah diorganisir.

Seperti partai politik, organisasi-organisasi kemasyarakatan/kepemudaan, termasuk perguruan tinggi. Melalui perguruan tinggi, kurikulum, buku-buku, dan program  di set up untuk mendukung revolusi hijau saat itu. Bahkan sampai hari ini masih banyak kegiatan KKN yang melangsungkan program warisan orde baru tersebut, misalnya sosialisasi dan penyuluhan pertanian berbasis modernitas bekerja sama dengan dinas pertanian setempat. Terbukti dengan cara ini berhasil merevolusi total cara bertaninya masyarakat desa saat ini.

Berarti, sejak awal memang kegiatan KKN tidak dimulai dari kesadaran akan kebutuhan ilmu pengetahuan terhadap peradaban yang ribuan tahun lalu sudah mencapai puncaknya. Tetapi lebih bermuatan politis, untuk membantu memudahkan dan mempercepat tujuan pemerintah.

 

  1. Tri Darma Perguruan Tinggi adalah metode yang terbalik

Ada tiga hal yang harus dilalui mahasiswa ketika menempuh dunia perguruan tinggi. Yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian. Pendidikan dipresentasikan oleh kegiatan belajar mengajar di ruang kelas dan di luar kelas atau praktek. Selama mahasiswa mengikuti proses belajar mengajar tersebut maka mahasiswa dianggap telah memenuhi poin pendidikan. Kemudian mahasiswa juga dituntut untuk berlaku sebagai peneliti didalam memenuhi poin penelitian. Biasanya pada akhir studi, mahasiswa diwajibkan untuk membuat penelitian dan melaporkannya dalam bentuk skripsi, tesis atau disertasi kepada dewan penguji sebagai bentuk pertanggung jawaban ilmiahnya sebagai agen ilmu pengetahuan. Dan yang terakhir inilah poin dimana KKN menjadi formulasi dari terwujudnya aspek pengabdian pada tri dharma perguruan tinggi tersebut. Meskipun dibeberapa kampus ada yang tidak melaksanakan KKN, tapi dalam bentuk yang lain yaitu magang. Tapi secara umum kampus-kampus melakukan keduanya. Biasanya juga kegiatan KKN ini dilaksanakan ketika seluruh mata kuliah telah tuntas diselesaikan mahasiswa. Bahkan beberapa mahasiswa yang ingin segera lulus melakukan magang sekaligus penelitian dalam waktu yang bersamaan.

Secara ringkas, tri dharma perguruan tinggi berarti bukan hanya sekedar poin-poin yang harus dituntaskan mahasiswa, melainkan suatu metode perkuliahan yang secara tidak sadar menjadi bahan baku kurikulum perguruan tinggi. Selesaikan dulu pendidikan dengan pembelajaran yang disediakan kampus, barulah mahasiswa diperbolehkan meneliti kemudian mengabdi.

Oleh karena itu kita dapat melihat, ketika mahasiswa KKN datang ke desa, mereka telah menjadi insan perguruan tinggi yang modern, intelek dengan buku dan almamaternya. Mereka menjadi berjarak dengan tangan kapalan, berjarak dengan kulit coklat merah akibat matahari siang, berjarak dengan rendah hatinya manusia desa karena mereka dikampus hanya mengenal kebenaran, ilmiah, sains dan kesimpulan yang empiris. Mereka lupa bahwa ada sisi kehidupan yang bernama kebaikan dan keindahan. Akibatnya hati mereka sangat kangen dengan sungai, kangen dengan hijau pepohonan dibawah kaki gunung, kangen dengan serawungan.

Coba bayangkan kalau tri dharma perguruan tinggi diatur ulang urutannya dari pendidikan, penelitian, pengabdian, menjadi pengabdian, penelitian, dan pendidikan. Saya yakin ini akan berdampak besar bagi dunia pendidikan dinegeri ini. Pertama mahasiswa datang ke desa tidak perlu bawa program. Mereka datang saja dulu, catat semua peristiwa dan perilaku yang ada di desa, sebagai bentuk pengabdiannya. Kemudian bawa kekampus untuk dipelajari. Untuk menghindarkan dari anggapan bahwa apa yang terjadi dan dilakukan didesa itu bersifat kuno atau bahkan mistis. Setelah itu barulah hasil penelitiannya tersebut diajarkan dikampus lagi sebagai bentuk elaborasi keilmuan. Sehingga perguruan tinggi tidak menjadi perpanjangan tangan dari ide dan program global yang belum tentu relevan dengan keadaan dimasyarakat, melainkan perguruan tinggi menjadi laboratorium yang menguatkan identitas keindonesiaan.

Daripada setiap tahun ada saja berita tidak enak mengenai KKN yang berdampak pada nama baik perguruan tinggi, sedangkan mahasiswa datang ke desa hanya mampu membuat papan nama jalan dan bersih-bersih musholla desa, ada baiknya rumusan kegiatan KKN ini diatur ulang.

 

 

 

Bagikan Artikel Ini
img-content
Myudhaif

Media daring: surauindonesia.wordpress.com

2 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler