Gol Sedekah Garuda, Opera Bunga Sakura, dan Drama Korea di GBK

Sabtu, 16 November 2024 15:53 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Erick Thohir
Iklan

Stadion GBK menjadi panggung drama penuh ironi bagi pecinta sepak bola Indonesia. Gemuruh dukungan dari puluhan ribu suporter yang meneriakkan yel-yel Garuda, tak cukup untuk menahan dominasi Jepang.

Hati saya sebetulnya sudah ciut duluan menyikapi laga skuad Garuda Indonesia versus Jepang yang digelar di Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta, Jumat (15/11/2024) malam. Bahkan, saya enggan menyalakan televisi di rumah. 

Dengan nada setengah bercanda, saya mempersilakan anak-anak untuk nobar putaran ketiga kualifikasi Piala Dunia 2026 itu di rumah tetangga sambil berkata, "Biar Ayah berzikir saja di rumah."

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Firasat saya yang sudah buruk sejak awal, meramal kemungkinan besar Garuda akan kalah. Malah, mungkin sampai telak. Namun, di tengah "kekhusyukan", tiba-tiba teriakan dan sorak-sorai peserta nobar dari rumah tetangga membuyarkan konsentrasi.

Sorakan itu terdengar seperti tanda kemenangan. Sejenak, hati saya berbisik, "Hebat juga Garuda, berhasil membobol gawang Jepang!"

Rasa penasaran pun mendorong saya untuk mencari tahu. Ternyata benar, salah satu pemain Garuda hasil naturalisasi, Justin Hubner, telah mencetak gol. Tapi, yang dilakukannya adalah "anomali": ternyata itu gol bunuh diri di babak pertama, yang mengubah skor "kacamata" menjadi 0-1 untuk Jepang.  

Gol "sedekah" di awal pertandingan tersebut tidak mendatangkan "berkah" keberuntungan, bahkan seperti menjadi pembuka opera tragedi bagi Timnas Garuda. Jepang, dengan ketenangan khas mereka, memanfaatkan momentum untuk menampilkan permainan yang rapih dan terukur.

Babak kedua adalah masterpiece Jepang. Tim Samurai Biru unjuk gigi dengan menampilkan permainan yang presisi, bak tarian opera bunga sakura yang dirangkai dalam ikebana:  bermekaran dengan indah, lalu berjatuhan secara mempesona, namun sekaligus mematikan.

Takumi Minamino membuka pesta gol Jepang di babak kedua, diikuti oleh Hidemasa Morita dan Yukinari Sugawara. Setiap gol terasa seperti tamparan, bukan hanya bagi pemain di lapangan, tetapi juga bagi puluhan ribu suporter di GBK yang tetap setia menyanyikan yel-yel "Garuda di Dadaku" dengan banner-banner raksasa.

Namun, semangat itu terasa seperti lilin kecil di tengah badai. Di akhir pertandingan, dengan skor 0-4 untuk Jepang, supporter Indonesia pun akhirnya berteriak seakan menunjuk-nunjuk ke dada sendiri: "sakitnya itu di sini!"

Di sisi lapangan, Shin Tae-yong, pelatih yang dikenal dengan ketenangannya, hanya berdiri sambil sesekali merapatkan jaketnya. Apakah dia, pria flamboyan dengan daya pikat seperti drama Korea, sedang berpikir bagaimana cara melatih pemainnya agar mampu bersaing di level dunia, atau justru merenungkan pilihan kariernya di Indonesia?

Pasca pertandingan, drama berlanjut ke ruang konferensi pers. Erick Thohir, Ketua Umum PSSI yang biasa tampil percaya diri, malam itu memberikan pernyataan yang tak kalah dramatis dari adegan drakor.

Ia menyatakan siap mundur jika masyarakat tidak lagi percaya pada kepemimpinannya. Pernyataan ini lebih mengundang tanda tanya ketimbang simpati. Apakah ini sekadar retorika, atau benar-benar refleksi mendalam atas performa buruk sepak bola nasional?

Namun, satu hal yang pasti: kekalahan ini bukan hanya soal skor, melainkan cermin realitas sepak bola Indonesia. Semangat tanpa strategi jitu, gairah tanpa persiapan matang, atau tamparan atas terlalu membuncahnya harapan menang dari suporter.

Jepang, telah membuktikan bahwa kerja keras, disiplin, dan dedikasi menghasilkan hasil nyata. Sementara kita, masih bergulat dengan "bakat alam", dipoles dengan gincu naturalisasi, yang sering kali tidak diasah maksimal.

Malam itu, GBK menyaksikan lebih dari sekadar pertandingan. Ia menjadi saksi perjuangan, kekecewaan, dan harapan yang belum terpenuhi. Mari jadikan kekalahan ini sebagai pelajaran, bukan sekadar bahan lelucon. Sebab, seperti yang selalu dikatakan, "Garuda di dadaku, bukan hanya di lirik lagu".

 

Bagikan Artikel Ini
img-content
Asep K Nur Zaman

Penulis Indonesiana l Veteran Jurnalis

4 Pengikut

img-content

Mr Q

Sabtu, 27 September 2025 06:50 WIB
img-content

Agama, Bola, dan Problem Sosial Generasi Z

Minggu, 21 September 2025 17:20 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler