Resepsi Kematian - Kemanusiaan Dalam Kumpulan Cerpen

Kamis, 9 Januari 2025 19:47 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Resepsi Kematian
Iklan

Resepsi Kematian adalah buku kumpulan cerpen karya Esti Nuryani Kasam (ENK) yang membahas kemanusiaan secara mendalam.

Judul: Resepsi Kematian

Penulis: Esti Nuryani Kasam

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tahun Terbit: 2005

Penerbit: Adi Wacana

Tebal: xxxviii + 214

ISBN: 979-9340-71-3

 

Sangat sulit untuk memilih cerpen mana dari keduapuluhsatu cerpen yang terhimpun dalam buku ini sebagai cerpen yang terbaik. Sebab semua cerpen karya Esti Nuryani Kasam (ENK) tersebut memang luar biasa. Cerpen-cerpen tersebut mempunyai keunikannya masing-masing. Meski memiliki keunikan masing-masing, namun semua cerpen membawa pesan kemanusiaan yang luar biasa.

Itulah kesan utama saya saat menyelesaikan membaca semua cerpen dalam kumpulan cerpen ini. ENK berhasil keluar dari keterikatannya kepada primordialisme sehingga mampu menyuarakan kemanusiaan yang kuat. Dalam cerpen pertama yang dijuduli ”Vonis untuk Jago Bom” ENK menabrakkan kebanggaan pelaku bom bunuh diri atas nama agama dengan pelaku bom bunuh diri demi menyelamatkan satuannya yang sedang dikepung musuh. Sang pengebom bunuh diri atas nama agama begitu bangga akan tindakannya. Sementara sang pelaku bunuh diri karena menyelamatkan kesatuannya merasa bahwa itu adalah kewajiban yang harus dilakukan. Sebab dia adalah yang terlemah dari anggota pasukannya sehingga dialah yang pilihan paling baik untuk mengemban tugas tersebut. Paling cocok untuk dikorbankan. Di cerpen kesebelas ”Prestasi Sang Teroris” dan cerpen ketigabelas, ”Jejak Sang Pemimpi” sekali lagi ENK menggugat kekerasan atas nama agama. Melakukan kekerasan atas nama agama adalah sebuah upaya untuk mengambinghitamkan Tuhan.

Di cerpen kedua ENK berhasil mendegradasi konsep kepahlawanan demi nilai kemanusiaan. Dalam cerpen yang diberi judul ”Seperti Kearifan Ibu,” ENK menyampaikan bahwa sikap mengalah adalah nilai tertinggi dari kepahlawanan. Kepahlawanan memang bukan terwujud dalam bentuk heroisme. Di cerpen ketiga ”Pacarku Seorang Serdadu” digambarkan bagaimana sang serdadu yang awalnya membanggakan keberhasilannya membantai musuhnya, kemudian kehilangan jatidirinya saat akan pulang kembali ke pelukan sang pacar. Kisah-kisah heroik yang disampaikan kepada sang pacar melalui surat dari medan perang dimaknai sebagai sebuah kehilangan jatidiri. Demikian juga dengan cerpen ”Tyrany Syndrome” yang ditempatkan pada urutan kelima dalam buku ini. Tyrany Sindrome juga berkisah tentang kekerasan yang membawa kepada kehancuran pribadi.

Saya sangat tertarik dengan cerpen kelima belas yang berjudul ”Mama Chen-Chen.” Saya tertarik dengan cerpen ini bukan karena cerpen ini lebih unggul dari cerpen-cerpen lainnya. Saya tertarik dengan cerpen ini karena saya punya perhatian khusus kepada topik Tionghoa. Cerpen Mama Chen-Chen jelas memilih tokoh utamanya seorang perempuan Tionghoa. Seorang perempuan Tionghoa Kristen. Tokoh perempuan yang dipanggil dengan nama Christina alias Mama Chen-Chen.

Di sinilah menariknya cerpen ini. ENK memilih untuk menggambarkan kemanusiaan yang penuh kasih justru melalui seorang perempuan Tionghoa yang beragama Kristen. Padahal di bagian pengantar -ENK membuat pengantar yang cukup panjang untuk menjelaskan siapa sesungguhnya dirinya, sangat jelas bahwa ENK adalah Jawa dan Islam. Mama Chen-Chen digambarkan sebagai korban kesewenangan negara sekaligus korban pengkhianatan sang suami yang menikah lagi. Menjadi korban negara karena ia tidak bisa lagi memakai nama aslinya Chen-Chen dan harus berganti nama menjadi Christina. Meski menjadi korban, Mama Chen-Chen justru berupaya mengabdikan dirinya untuk menyebarkan kasih tanpa diembel-embeli dakwah. Mama Chen-Chen tidak menyembunyikan agamanya. Tapi untuk menyalurkan kasih, ia tak pernah menunggangi dengan menarik orang yang ditolongnya supaya masuk agamanya.

Saya tak ingin menguraikan semua cerpen yang ada dalam kumpulan cerpen ini. Sebab contoh-contoh di atas telah mampu mewakili pesan yang ingin disampaikan oleh ENK, sang penulis. Pesan utamanya sangat jelas. Kemanusiaan adalah segalanya. 892

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler