Lelaki yang Menjinakkan Naga

Senin, 27 Januari 2025 07:31 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Lelaki yang Menjinakkan Naga
Iklan

Kumpulan cerpen untuk menyambuk Imlek

Judul: Lelaki Yang Menjinakkan Naga

Penulis: Tari Abdullah, dkk.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tahun Terbit: 2023

Penerbit: PI Media

Tebal: vi + 135

ISBN: 978-623-6488-80-5

 

Buku Antologi Cerpen ini sangat istimewa karena diterbitkan khusus untuk menyambut Imlek. Karena diterbitkan untuk menyambut Imlek, maka isi cerita pun berhubungan erat dengan topik Tahun Baru yang dirayakan masyarakat Tionghoa. Tak heran jika judul buku antologi cerpen ini pun berhubungan dengan budaya Tionghoa: ”Lelaki Yang Menjinakkan Naga.”

Buku Antologi Cerpen ini memuat 11 cerpen dari 11 penulis. Dari kesebelas cerita pendek ini kita disuguhi tentang budaya Tionghoa, khususnya yang berhubungan dengan tradisi Imlek. Angpao, barongsay, baju cheongsam dan makan bersama keluarga dan kerabat dekat di malam Imlek adalah beberapa budaya yang muncul di hampir semua cerpen-cerpen yang terhimpun dalam buku ini. Selain dari budaya Tionghoa, kita juga disuguhi tema-tema yang lazim muncul dalam karya-karya fiksi bertema Tionghoa. Tema-tema tersebut adalah perkawinan antara orang Tionghoa dengan pribumi, persahabatan Tionghoa dengan pribumi, Tionghoa dan Islam, serta Tionghoa sebagai binatang ekonomi.

Marilah kita lihat satu-persatu cerpen-cerpen dan tema-tema tersebut.

Cerpen pertama berjudul ”Imlek Untuk Papa” karya Tari Abdullah. Cerpen ini berkisah tentang penyesalah seorang gadis Tionghoa yang kecewa terhadap papanya yang miskin. Momentum Imlek membuat Li Hua menyadari kesalahannya membenci papanya.

Cerpen kedua berjudul ”Angpau Terakhir Untuk Mei Ling” karya Wiselovehope bercerita tentang karma. Mei Ling yang cantik bekerjasama dengan papanya untuk memoroti keluarga pengusaha yang tajir. Mei Ling mendekati pemuda anak dari para pengusaha tajir tersebut supaya bisa menggerogoti hartanya. Namun Mei Ling harus menerima angkpao terakhir saat ia mendekati Johan, anak dari keluarga Chow. Kali ini Mei Ling ketemu batunya. Ia mati di tangah Johan. Sedangkan Ahiung, ayah Mei Ling menjadi gila.

”Lelaki yang Menjinakkan Naga” karya Danu Supriyati berkisah tentang persahabatan antara orang Tionghoa dengan orang pribumi. Natan yang orangtuanya bangkrut diasuh oleh keluarga pribumi beragama Islam yang bernama On Agum. Natan akhirnya berhasil menjadi seorang pemain barongsay yang hebat berkat didikan Om Agum. Salah satu cita-cita Natan adalah membawa abu kakak perempuannya ke New York. Sebab sang kakak memang bercita-cita untuk hidup di negeri Paman Sam tersebut. Namun sang kakak keburu meninggal. Maka, saat Natan berkesempatan ke New York untuk pentas barongsay, Natan berhasil menabur abu sang kakak di sungai di New York. Natan telah berhasil menunaikan tanggung jawab sebagai anak lelaki Tionghoa.

Dari 11 cerpen yang dihimpun dalam buku ini, cerpen berjudul ”Imlek Terakhir” karya Urip Widodo adalah cerpen paling kontroversial menurut saya. Cerpen ini berkisah tentang seorang pemuda bernama Yovan yang ingin memeluk Islam. Tentu saja, sebagai anak dari keluarga Konghucu yang taat, keingginan Yovan mendapat tentangan. Terutama dari sang ayah. Karena Yovan sungguh ingin memeluk Islam, akhirnya sang ibu merestuinya. Hanya saja sang ibu meminta Yovan merayakan Imlek terakhir dengan bermain barongsay, sebelum memeluk agama barunya. Sayang sekali saat berbain barongsay tersebut, Yovan meninggal. Jadi dia belum sempat mengucapkan sahadat dan memeluk agama barunya. Kontrovesi cerpen ini adalah pada analogi kematian Yovan dengan kematian seorang pembunuh 100 orang yang juga mati sebelum memeluk Islam. Pada sang pembunuh tersebut juga sangat ingin bertobat. Analogi ini bisa ditafsirkan sebagai penyamaan agama Yovan dengan kriminal. Saya kira Urip Widodo tidak bermaksud demikian. Namun analogi ini tetap saja kurang elok.

Wisehopelove menulis cerpen ”Dear Hater, Wo Ai Ni” yang memiliki tema yang mirip dengan cerpennya yang pertama di atas. Dalam cerpen ini Wisehopelove mengisahkan tentang seorang penulis yang ambisius yang menempuh segala cara untuk sukses. Ambisi yang melanggar susila tersebut berakibat pada kematian.

”Arasi” karya Fidele Amour berkisah tentang keluarga yang terpecah yang dipertemukan kembali melalui momentum Imlek. A Khien akhirnya bisa bertemu dengan keluarganya setelah terpisah lama akibat bersengketa dengan papanya. Cerpen ini juga memberikan sentuhan tentang persahabatan A Khien dengan Anjar dan Reza yang berbeda suku dan agama.

Maimai Bee menulis cerpen berjudul ”Kode Keras Saat Imlek.” Melalui cerpen ini Maimai Bee menuturkan bahwa tradisi tidak selamanya buruk. Termasuk tradisi perjodohan.

”Seberkas Bara Sepasang Mata” karya Fredeswinda Wulandari mengisahkan percintaan antara Jupiter, pemuda Tionghoa dengan Cella, perempuan Jawa. Tentu saja hubungan cinta tersebut tidak direstui oleh keluarga Jupiter. Namun melalui momentum perayaan Imlek, Jupiter dan Cella teguh untuk melanjutkan kisah cintanya.

Ikwanul Halim mengisahkan legenda perayaan yang berhubungan dengan Imlek melalui cerpennya yang berjudul ”Nian.” Melalui cerpen ini Ikwanul Halim menjelaskan mengapa saat Imlek warna merah adalah warna dominan. Mengapa ada pertunjukan barongsay dan ada penyulutan petasan.

Sedangkan Immanuel Herman menjelaskan sifat-sifat orang berdasarkan shio-nya melalui cerpen berjudul ”Kerbau di Tengah Harimau.” Adi yang ber-shio kerbau berteman dengan Melodi yang ber-shio harimau. Immanuel Herman menggunakan kedua tokoh tersebut untuk menggambarkan sifat-sifat shio kerbau dan shio macan.

Cerpen terakhir dalam buku kumpulan cerpen untuk menyambut Imlek 2023 ini berjudul ”Kedipan Mata Barongsay” karya Sari Aryanto. Aryanto mengisahkan perempuan Jawa bernama Lestari yang menjadi gila karena cintanya kepada seorang pemuda Tionghoa pemain barongsay yang tidak tersampaikan. Cerpen ini menggambarkan bagaimana hubungan cinta antara etnis Tionghoa dengan etnis Jawa masih menemukan halangan.

Meski tak semuanya menarik, cerpen-cerpen yang terhimpun dalam buku ini bisa memberi gambaran tentang bagaimana relasi Tionghoa dengan etnis lain. Bagaimana momentum Imlek bisa mendekatkan relasi tersebut. Cerpen-cerpen ini juga mengungkapkan keinginan tentang bagaimana seharusnya hubungan tersebut bisa diperbaiki. Termasuk tentang Islam yang diharapkan bisa menjadi jembatan. 891

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler