Supiyah - Cara Berpikir Orde Baru
Senin, 17 Februari 2025 09:35 WIB
Pembangunan, asimilasi dan kerja keras adalah gagasan utama dalam novel pendek ini.
Judul: Supiyah
Penulis: Kusaeri Y.S.
Tahun terbit: 2007 (cetakan ketiga)
Penerbit: Balai Pustaka
Tebal: vi + 90
ISBN: 979-690-493-4
Novel pendek berjudul Supiyah karya Kusaeri Y. S. ini benar-benar menggambarkan pola berpikir Orde Baru. Sebuah pola pikir yang berbasis pada pembangunan. Novel yang pertama kali terbit tahun 1985 ini setidaknya memuat pikiran tentang emansipasi perempuan, perjuangan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan tentang asimilasi Jawa – Tionghoa melalui pernikahan.
Melalui tokoh bernama Supiyah, Kusaeri memaparkan bagaimana seharusnya perempuan desa berjuang untuk maju. Buku yang awalnya sebagai naskah yang diikutkan dalam sayembara mengarang P2SD Direktorat Sekolah Dasar Diepartemen Pendidikan dan Kebudayaan ini, menggambarkan perjuangan Supiyah menghadapi kekolotan orangtua dan komunitasnya dan usahanya untuk mencapai sukses. Di bagian akhir novel, Kusaeri menambahkan hubungan cinta antara Supiyah dengan Suprapto alias Ie Hook Siu, seorang dokter muda keturunan Tionghoa.
Supiyah adalah anak desa Sumbermulyo, Rembang. Supiyah yaang saat itu lulus SD sangat ingin melanjutkan sekolah. Ia terinspirasi oleh seorang perempuan guru INPRES yang bertugas di desanya. Namun keinginan Supiyah tersebut terhalang oleh kekolotan keluarganya dan juga masyarakat desa. Keluarganya dan masyarakat desa berpandangan bahwa seorang perempuan harus segera kawin dan membangun rumah tangga. Kalau terlambat dikawinkan akan menjadi bahan olokan sebagai perawan tua yang tidak laku. Selain dari pandangan kolot, Supiyah juga menghadapi kemiskinan. Ibunya adalah seorang janda. Ayahnya almarhum adalah mantan penjaga keamanan di sebuah Kantor Pegadaian yang meninggalkan pensiun yang tidak seberapa.
Berkat tekatnya yang kuat dan dukungan dari temannya yang bernama Purwati, Supiyah berhasil masuk SMA. Pada awalnya Supiyah sangat ingin masuk SPG. Sebab cita-citanya memang ingin menjadi guru. Namun persaingan untuk masuk SPG begitu sengit, sehingga ia memilih untuk masuk SMA. Perjuangan Supiyah belumlah selesai. Sebab ia terancam dikeluarkan karena tidak mampu membayar SPP. Berkat pertolongan keluarga Purwati, Supiyah bisa bekerja sambil sekolah. Supiyah pindah ke SMA swasta supaya paginya bisa bekerja jualan sayur. Supiyah kemudian berhasil membuka warung makan yang bisa membiayai sekolahnya.
Supiyah dengan perjuangan yang luar biasa, akhirnya bisa lulus sebagai doktoranda dari IKIP Semarang. Nasip kurang baik menimpa Supiyah. Saat akan menuju ke sekolah dimana ia diminta mengajar, ia tertabrak mobil. Saat di rawat di rumah sakit inilah ia bertemu dengan Suprapto, seorang calon dokter yang sedang berpraktik di rumah sakit tersebut. Karena Supraptolah yang merawat Supiyah, maka tumbuhkan cinta diantara keduanya.
Hubungan cinta keduanya ternyata tidak mulus. Sebab orangtua Suprapto, yaitu Ie Ting Hien tidak menyetujui hubungan tersebut. Ie Ting Hien merasa bahwa pernikahan Hook Siu dengan Supiyah akan mencemari marga Ie. Lagi pula Supiyah berasal dari keluarga miskin. Di sini Kusaeri menggambarkan pandangan stereotipe orang Tionghoa terhadap orang Jawa. Orang Tionghoa digambarkan memandang orang Jawa sebagai pihak yang lebih rendah. Orang Tionghoa juga sangat memperhatikan aspek ekonomi. Supiyah yang berasal dari keluarga miskin dianggap tidak sepadan dengan keluarga Hook Siu yang kaya raya.
Namun setelah melalui perjuangan yang keras, akhirnya Suprapto dan Supiyah berhasil untuk menikah. Keduanya memilih untuk tinggal di desa. Suprapto menjadi dokter desa dan Supiyah menjadi guru. Bahkan keduanya berhasil mendirikan SMP di desa tersebut untuk membantu anak-anak desa mendapatkan pelayanan pendidikan di jenjang yang lebih tinggi.
Kusaeri sangat berhasil dalam membangun ketegangan dalam novel ini. Kusaeri menggunakan konflik-konflik antara pelakunya untuk menggambarkan tajamnya perbedaan pandangan. Konflik Supiyah dengan Supardi, abang Supiyah dan Abdullah, sang paman dipakai untuk menggambarkan tabrakan pandangan kemajuan yang dianut Supiyah dengan kekolotan. Sedangkan percakapan antara Hook Siu dengan Ting Hien ayahnya dipakai untuk menggambarkan tabrakan nilai-nilai kekolotan orang Tionghoa generasi tua dengan generasi yang lebih muda.
Sebenarnya agak aneh novel ini dikategorikan sebagai bacaan anak SD. Sebab materinya memang terlalu berat untuk anak SD. Mungkin lebih tepat jika bacaan ini diperuntukkan setidaknya untuk anak SMP. Bahkan saya merasa novel ini selayaknya menjadi bacaan kategori umum yang bisa dinikmati oleh orang dewasa. 904

Penulis Indonesiana
2 Pengikut

Mooncake - Kisah Duka Seorang Penyandang Disleksia
Kamis, 4 September 2025 12:29 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler