Muhamad Abi Fadila, lahir di Tangerang 23 Juni 2000. Tinggal di Jakarta Pusat. Alumnus pendidikan sejarah FKIP Uhamka. Keseharian bekerja sebagai guru sejarah di SMA PGRI 1 Jakarta. Sedang melanjutkan studi S2 di Pendidikan IPS Pascasarjana Undiksha. Aktif dalam kegiatan Karang Taruna di wilayah tempat tinggal, terutama fokus terhadap budaya literasi yang menyediakan buku-buku bacaan di wilayah Bungur dan pengurus majelis di Ngaji Kontemporer. Pembaca dapat berinteraksi dengan pemuisi melalui Instagram: abi_fadila.

Belajar dari Sejarah Ekspedisi Pertama Belanda yang Bernasib Sial di Nusantara

Kamis, 24 April 2025 09:34 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Laut Jakarta
Iklan

Nasib sial mereka alami di Nusantara, tetapi gemilang di kemudian hari.

***

Risda Nur Widia dalam buku kumpulan cerpennya berjudul Berburu Buaya di Hindia Timur menulis sebuah kisah yang sangat menarik tentang pelaut berkebangsaan Perancis yang mengalami banyak kesialan selama ekspedisinya ke Hindia Timur. Kisahnya berlatarkan sejarah awal pelayaran orang-orang Eropa yang saat itu sedang berlomba-lomba ke Hindia Timur untuk mendapatkan rempah-rempah. Dan demi kejayaan negerinya. 

Diceritakan Kapten Laval bersama awaknya mengalami banyak kesialan, seperti kerusakan kapal yang sering kali disebabkan oleh faktor geografis di lautan atau konflik selama pelayarannya. Menariknya kesialan yang dialami Kapten Laval dengan Kapal Corbin-nya bukan saja cerita fiksi belaka, melainkan fakta sejarah yang juga dialami pelaut Eropa lainnya selama berlayar ke Hindia Timur (Widia, Risda Nur, 2020).

Belanda merupakan negara Eropa yang paling lama menjajah Indonesia. Dibalik keberhasilannya melakukan monopoli perdagangan rempah di Nusantara, sebenarnya ekspedisi pertama Belanda tidak semulus yang dibayangkan. Ekpedisi pertama orang-orang Belanda ke bumi Nusantara harus dialami melalui perjuangan yang sangat berat. Mereka harus membayarnya dengan kesialan dan kerugian yang mahal. 

Namun, belajar dari pengalaman ekspedisi pertamanya, Belanda justru berhasil berkuasa dan mendapat kegelimangan di bumi Nusantara. Sebut saja VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie), kongsi dagang Hindia Timur milik orang-orang Belanda yang konon katanya menjadi perusahaan terkaya sepanjang sejarah. Belajar dari ekspedisi pertamanya, walau bernasib sial kita dapat mengetahui alasan yang kuat dibaliknya dan mempelajari kegigihannya dalam mengarungi lautan menuju bumi Nusantara.

Rempah-rempah menjadi tujuan utama orang-orang Eropa termasuk Belanda pada abad 16, mereka bersaing untuk menjelajahi Hindia Timur. Rempah-rempah adalah komoditas dagang yang mahal dan tergolong barang mewah. Sebelum itu, para pedagang Arab yang lebih dulu memasarkan pala, bunga pala, dan cengkeh yang didapat dari Kepulauan Maluku. 

Kemudian, rempah-rempah semakin dibutuhkan di Eropa sejak Perang Salib untuk keperluan dapur. Rempah-rempah dibutuhkan untuk mengawetkan makanan, menghilangkan bau busuk, dan memenuhi selera (Pusat Data dan Analisis Tempo, 2022), (Litbang Kompas, 2020).

Daya tarik rempah-rempah di Hindia Timur telah menarik minat para penjelajah Eropa. Mereka berusaha keras mendaratkan kapal-kapalnya untuk mencari negeri penghasil rempah-rempah itu. 

Mengutip dari catatan seorang kelasi kapal Portugis yang pernah berlayar pada awal abad 16 dalam (Pusat Data dan Analisis Tempo, 2022), "Pohon pala mirip pohon pir yang tumbuh di Eropa. Ketika bunganya mekar, bau harum semerbak udara di sekitarnya. Pada saat itu, burung-burung berdatangan karena tertarik bau manis bunganya." Kutipan itu memberikan isyarat bagaimana orang-orang Eropa saling bersaing menjelajah ke Hindia Timur.

Aroma rempah-rempah mampu membuat para pelaut Eropa bergairah dalam perburuan rempah-rempah. Kapal-kapal dari Eropa, seperti Portugis, Spanyol, Inggris, dan Belanda berbondong-bondong bersaing meraih keuntungan sebesar-besarnya. 

Persaingan itu juga bukan tanpa resiko, bahkan nasib tragis bisa menimpa para pelaut Eropa. Sir Hugh Willoughby, pelaut Inggris, bersama awaknya sampai membeku dan tewas di Kutub Utara pada tahun 1553, karena berkeras hati mencoba jalur baru sisi utara (Litbang Kompas, 2020).

Turki Ottoman berhasil menaklukkan Konstantinopel pada tahun 1453. Pada masa itu, dunia Islam sedang berada di puncak kejayaan. Jatuhnya Konstantinopel telah memutus perdagangan rempah-rempah Eropa dengan Asia Barat. 

Namun, orang-orang Portugis dapat mengatasi hambatan itu mengawali pelayaran ke Hindia Timur dengan berbekal pengetahuan geografi dan astronomi. Mereka telah menciptakan kapal-kapal yang lebih cepat, mudah digerakkan, dan lebih layak untuk mengarungi samudra. Mereka dapat mengembangkan teknologi perkapalan dengan memadukan layar yang berbentuk segitiga dan tali-temali persegi serta memperbaiki kontruksi (Ricklefs, M. C., 2017).

Pelaut Portugis juga berjasa atas jalur pelayaran ke Hindia Timur bagi pelayaran orang-orang Belanda. Tentu barangkali kita sebagai anak-anak yang lahir di zaman modern pasti tahu dengan karakter Flying Ducthman dari serial kartun Spongebob Squarepants. Karakter itu sering dikaitkan dengan sejarah VOC karena penyebutan Ducthman seperti julukan kepada orang-orang Belanda. Karakter Flying Ducthman mempunyai cerita mitos dibaliknya yang melegenda dari waktu ke waktu. 

Uniknya kisah itu memiliki keterangan waktu dan tempat yang nyata berdasarkan kisah pelayaran orang-orang Eropa ke Hindia Timur. Sejarah cerita mitos itu berasal dari Cape of Good Hope (Tanjung Harapan) di Afrika Selatan. Tempat yang dikenal orang-orang Indonesia sebagai tempat persinggahan pelaut Portugis, sebelum ke Malaka. Padahal Bartolomeo Dias tidak pernah menyebut tanjung yang ia temukan sebagai Tanjung Harapan, melainkan Tanjung Badai. Kuburan bagi kapal-kapal yang kurang beruntung (Pranata, Galih, 2023).

Belanda mempunyai alasan yang kuat mengapa mereka sangat gigih untuk menemukan negeri penghasil rempah-rempah, seperti yang dilakukan orang-orang Portugis. Meski nyawa para pelaut sebagai taruhannya. 

Alasannya bukan sekadar Fomo saja (Fear of Missing Out), Belanda baru merdeka dari Spanyol pada tahun 1548. Menimbulkan ketegangan antara keduanya (perang 80 tahun) dalam sejarah Belanda. Dengan semangat kemerdekaan, orang-orang Belanda membangun negaranya melalui barang dagang dari Timur yang dijual di Bandar Lisbon. 

Namun, tahun 1580 Spanyol menguasai Bandar Lisbon dan menyingkirkan kapal-kapal Belanda yang berlabuh di sana. Atas dasar itulah Belanda mencari cara untuk menjelajahi langsung negeri penghasil rempah-rempah itu (Muljana, Slamet, 2005).

Ekspedisi pertama Belanda ke Nusantara menjadi bagian peristiwa sejarah yang monumental, baik untuk Belanda itu sendiri dan Indonesia. Bagi Belanda ekspedisi itu menjadi harapan untuk membangun kembali negaranya dari keterpurukan karena penjajahan. Bagi masyarakat Banda kehadiran kapal Belanda pertama di Nusantara akan selalu diingat sebagai malapetaka yang menjadi lembaran hitam dalam sejarah. Seperti dikutip dari (Pusat Data dan Analisis Tempo, 2022), "Duyfken-lah yang memasukkan Kepulauan Banda dalam percaturan politik internasional abad ke-17. Sayang, sejarahnya adalah cerita pahit."

Sebenarnya, sampai akhir abad ke-16, tidak ada orang-orang Eropa selain orang-orang Portugis yang mengetahui jalur pelayaran tersebut. Seorang Belanda, Jan Huygen van Linschoten, telah membocorkan pelayaran di lautan Hindia serta perdagangan orang-orang Portugis di Hindia Timur. Melalui buku berjudul Itinerario yang diterbitkannya, berdasarkan pengalaman saat dia menjadi sekretaris agung di Goa. 

Armada Belanda memulai ekspedisi pertamanya pada tanggal 2 April 1595. Empat kapal Belanda diberangkatkan, yakni Amsterdam, Mauritius, Hollandia, dan Dufyken. Kapal-kapal Belanda berangkat dari Tessel, melewati pantai Perancis, Portugal, dan Afrika Barat sampai Malagasi. Kemudian dari Malagasi, kapal-kapal Belanda melewati pantai Malabar, melanjutkan sampai Kalikut, hingga tiba di Srilangka. 

Waktu itu beredar kabar bahwa singgah di pantai timur Sumatera sangat berbahaya dan terdapat larangan dari Sultan Aceh bagi kapal-kapal asing yang tidak beragama Islam berlabuh di pelabuhan Aceh. Maka dari itu, kapal-kapal Belanda berlayar langsung ke Johor hingga menuju pantai Jawa (Muljana, Slamet, 2005), (Darmawan, Joko, 2017).

Ekpedisi pertama orang-orang Belanda itu mengalami nasib yang malang. Mereka berlayar selama 14 bulan, hampir dua kali lipat dari waktu yang sebetulnya dibutuhkan. Awak kapal yang diberangkatkan berjumlah 259 orang, sebanyak 145 orangnya telah mati sebelum mencapai Timur. Kondisi itu mungkin saja terjadi karena faktor geografis alam pada rute pelayaran yang mereka lewati sangat berbahaya. 

Sebab, Bartolomeu Dias tidak pernah menyebut tanjung besar wilayah selatan Afrika itu sebagai Tanjung Harapan. Dia menyebutnya sebagai Tanjung Badai, kiasan yang lebih tepat untuk menjelaskan prahara di lepas pantai daerah itu. Tidak hanya badai, daerah itu juga dipenuhi singkapan batu berbahaya yang bisa merusak lambung kapal hingga berkeping-keping. Daerah itu telah menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi banyak kapal orang-orang Portugis yang ingin berlayar ke Hindia Timur (Vlekke, Bernard H. M., 2008), (Pranata, Galih, 2023).

Vlekke menyatakan penyebab sebagian besar terjadinya kemalangan itu karena tidak adanya kepemimpinan dan kemampuan navigasi yang memadai. Konflik terjadi secara terus-menerus antara kapten dan commiezen. Terdapat pemberontak yang sudah dirantai di dalam kabin kecil selama pelayaran. Seorang kapten tewas di Hindia Timur, kemungkinan diracun oleh pedagang kepala armada itu dan sudah ditangkap awaknya sendiri. 

Sikap mereka yang kasar, beringas, dan gila-gilaan membuat ekspedisi pertamanya mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan penguasa-penguasa pribumi. Hampir saja mereka kehilangan kapal-kapalnya karena tidak hati-hati dan kecurigaan yang berlebih juga menyebabkan tewasnya seorang pangeran Jawa. Nasib sial yang mereka alami itu dituduhkan kepada pedagang kepala armada itu, Cornelis de Houtman (Vlekke, Bernard H. M., 2008).

Cornelis de Houtman, seorang yang telah lama tinggal di Lisbon. Dia merupakan orang yang sombong, merasa sangat paham tentang segala hal mengenai Hindia dan navigasi di perairan Timur. Padahal kenyataannya selama dua pelayaran, dia hanyalah seorang pelagak dan bajingan.

Waktu mereka berlabuh di Banten, Cornelis de Houtman dan kelasi-kelasinya pernah ditawan karena dianggap tidak tahu adat. Menyebabkan terjadinya tembak-menembak antara kelasi-kelasi Belanda yang masih tersisa di kapal dengan orang-orang Banten. Beruntungnya mereka dapat ditebus dengan uang. 

Sementara, di Sedayu terjadi pengeroyokan awak kapal Belanda dengan orang-orang Sedayu yang tiba-tiba masuk ke kapal Belanda. Korban saling berjatuhan di antara kedua belah pihak (Vlekke, Bernard H. M., 2008), (Muljana, Slamet, 2005).

Sejarawan Slamet Muljana berpendapat, ekpedisi pertama orang-orang Belanda telah menghabiskan waktu 28 bulan. Menurut versinya, dari 248 awak kapal yang berangkat, hanya 89 awak kapal yang kembali sampai Belanda. 

Kapal-kapal kembali tanpa mengangkut komoditas dagang yang dicita-citakan. Berdasarkan perhitungan materil, ekpedisi itu mengalami banyak kerugian. Namun, ada keuntungan dibaliknya yang tidak bisa dinilai dengan mata uang, melainkan pengetahuan orang-orang Belanda yang secara pasti telah memahami pelayaran ke Hindia Timur. Atas keuntungan tak ternilai itu, kerugian materil yang dialami dalam ekspedisi pertama, kemudian hari dapat dibayar berlipat ganda (Muljana, Slamet, 2005).

 

Buku

Darmawan, Joko. 2017. Sejarah Nasional Ketika Nusantara Berbicara. Yogyakarta: Penerbit Deepublish.

Litbang Kompas. 2020. Jalur Rempah Nusantara: Indonesia Negeri Rempah. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Muljana, Slamet. 2005. Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara. Yogyakarta: LKiS.

Pusat Data dan Analisis Tempo. 2022. VOC dan Kisah Penguasaan Pulau Penghasil Rempah. Jakarta: Tempo Publishing.

Widia, Risda Nur. 2020. Berburu Buaya di Hindia Timur. Yogyakarta: Pojok Cerpen.

 

 

Internet

Pranata, Galih. 2023. “Sejarah Legenda Flying Dutchman dan Kaitannya dengan Sejarah VOC.” dalam https://nationalgeographic.grid.id/read/133815169/sejarah-legenda-flying-dutchman-da

n-kaitannya-dengan-sejarah-voc?page=all. Diakses pada 14 April 2024.

 

Bagikan Artikel Ini
img-content
Muhamad Abi Fadila

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler