Otoritarianisme: Ketika Kekuasaan Tak Bisa Diganggu Gugat

Jumat, 16 Mei 2025 17:41 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Demonstrasi di Oxford, Inggris
Iklan

Mengenal otoritarianisme—sistem politik yang mengekang kebebasan demi kekuasaan absolut dan stabilitas semu.

Dalam dunia politik, kita sering mendengar istilah otoritarianisme. Tapi, apa sebenarnya yang dimaksud dengan sistem otoriter ini? Mengapa istilah ini kerap dikaitkan dengan pelanggaran hak asasi manusia, represi, atau pemimpin yang "tidak bisa dikritik"? 

Pengertian Otoritarianisme

Otoritarianisme adalah bentuk pemerintahan atau sistem politik di mana kekuasaan berada pada satu individu atau kelompok kecil, dan kekuasaan tersebut dijalankan secara terpusat serta tanpa banyak kontrol dari lembaga lain. Dalam sistem ini, masyarakat memiliki sedikit kebebasan politik, dan oposisi terhadap penguasa sering kali ditekan atau bahkan dilarang.

Berbeda dengan demokrasi yang menjunjung tinggi partisipasi rakyat, kebebasan berpendapat, dan pemilihan umum yang adil, otoritarianisme lebih mengutamakan stabilitas dan kontrol — meski sering kali dengan mengorbankan kebebasan.

Ciri-Ciri Sistem Otoriter

Beberapa ciri khas dari pemerintahan otoriter antara lain:

  1. Kekuasaan Terpusat
    Semua keputusan politik penting dibuat oleh penguasa atau kelompok elite, bukan melalui partisipasi publik.

  2. Pembatasan Kebebasan Sipil
    Kebebasan pers, kebebasan berkumpul, dan kebebasan berbicara sering kali dibatasi.

  3. Tidak Ada Oposisi yang Kuat
    Partai oposisi ditekan, dihambat, atau bahkan dibubarkan.

  4. Propaganda dan Kontrol Informasi
    Media dikendalikan oleh negara untuk membentuk opini publik sesuai kehendak penguasa.

  5. Pemilu yang Tidak Bebas atau Tidak Ada Sama Sekali
    Kalau pun ada pemilu, sering kali tidak adil, manipulatif, atau hanya formalitas belaka.

Mengapa Otoritarianisme Bisa Tumbuh?

Otoritarianisme sering muncul di negara yang mengalami krisis — baik krisis ekonomi, konflik internal, atau ketidakstabilan politik. Dalam situasi seperti ini, masyarakat cenderung mencari “pemimpin kuat” yang bisa membawa ketertiban dan stabilitas, meski harus mengorbankan sebagian kebebasan mereka.

Ada juga pemimpin yang awalnya dipilih secara demokratis, tetapi kemudian secara bertahap mengkonsolidasikan kekuasaan, melemahkan lembaga pengawas, dan membungkam kritik. Proses ini disebut sebagai autoritarianisme elektoral — tampak demokratis di permukaan, tapi otoriter dalam praktik.

Contoh Negara Otoriter

Sepanjang sejarah, banyak negara pernah atau masih menerapkan sistem otoriter. Beberapa contoh:

  • Uni Soviet di bawah Stalin
    Kekuasaan sangat terpusat, lawan politik dibungkam, dan rakyat hidup dalam ketakutan.

  • Korea Utara hingga kini
    Dipimpin oleh satu dinasti dengan kontrol total atas kehidupan warga negaranya.

  • Jerman Nazi di bawah Hitler
    Negara fasis dengan sistem kontrol yang represif dan agresif.

Namun, bentuk otoritarianisme juga bisa lebih halus, seperti pemimpin yang mengendalikan media atau mengubah konstitusi demi memperpanjang masa jabatan.

Dampak Otoritarianisme

Sistem otoriter bisa membawa stabilitas jangka pendek, tapi sering kali mengorbankan hak asasi manusia, kebebasan, dan kemajuan demokrasi. Di banyak kasus, otoritarianisme menyebabkan stagnasi sosial, korupsi, bahkan konflik berkepanjangan.

Penutup

Memahami apa itu otoritarianisme penting agar kita bisa lebih kritis terhadap sistem kekuasaan yang tidak sehat. Demokrasi bukan hanya soal pemilu, tapi juga soal keterbukaan, keadilan, dan partisipasi rakyat. Dan bila prinsip-prinsip itu mulai digeser secara perlahan, kita harus bertanya: apakah kita sedang menuju otoritarianisme?

Bagikan Artikel Ini
img-content
Harrist Riansyah

Penulis Indonesiana

80 Pengikut

img-content

Strategi Pertumbuhan Konglomerat

Senin, 25 Agustus 2025 08:46 WIB
img-content

Riwayat Pinjaman Anda dalam BI Checking

Kamis, 21 Agustus 2025 22:45 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler