x

Sumber:Wikimedia Commons

Iklan

Harrist Riansyah

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 7 April 2023

Senin, 18 Desember 2023 06:46 WIB

Dilema Demokrasi, Hitler pun Dipilih oleh Rakyat

Apakah piliha rakyat dalam memilih pemimpinnya selalu tepat? Faktanya, ada sejarah yang menunjukkan rakyat salah dalam memilih pemimpin. Itu terjadi di Jerman periode 1930an ketika menjadikan seorang yang gagal dua kali masuk sekolah seni menjadi pemimpin. Orang itu Adolf Hitler!

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pemilihan Umum (pemilu) sudah kurang dari dua bulan lagi. Para calon wakil rakyat tengah berlomba-lomba mengkampanyekan diri mereka untuk mrerebut simpati masyarakat demi mendulang suara. Kita sebagai masyarakat harus dengan cermat dan saksama untuk memutuskan pemimpin Indonesia lima tahun belakang. Apalagi banyak narasi para calon pemimpin yang mengatakan "biarkan rakyat yang memutuskan". Narasi ini kerap muncul setiap kali ada calon yang diduga terlibat permasalahan hukum ataupun mengakali hukum untuk bisa mencalonkan diri menjadi wakil rakyat. 

Narasi itu seakan memberikan kewenangan sepenuhnya kepada rakyat untuk memutuskan baik buruknya sebuah kebijakan/keputusan yang dikeluarkan pemerintah. Namun perlu ingat kata Bung Karno, Jas Merah (jangan sekali-kali merupakan sejarah), karena ada sejarah yang menunjukkan rakyat salah dalam memilih pemimpin. Itu terjadi di Jerman pada periode 1930an yang berhasil menjadikan seorang yang gagal dua kali masuk sekolah seni menjadi pemimpin ialah Adolf Hitler.

Dikenal sebagai orang yang paling bertanggung jawab atas pecahnya Perang Dunia II dan melakukan pembantaian terhadap umat Yahudi di Eropa ini berhasil mencapai puncak kekuasaan bukan dengan cara kekerasan ataupun kudeta bersenjata. Hitler berhasil menjadi kanselir Jerman melalui pemilu. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Krisis Ekonomi

Depresi Besar (The Great Depression) yang terjadi di Amerika Serikat pada awal periode 1920-an menyebar hingga ke dataran Eropa terkhususnya Jerman. Pada 1929 Jerman benar-benar mengalami krisis ekonomi yang parah. Dari pengangguran yang semakin banyak, Kemiskinan, dan Hiperinflasi membuat rakyat Jerman benar-benar menderita ketika itu. 

Gagalnya pemerintah Jerman mengatasi krisis ini membuat kepercayaan publik terhadap pemimpinnya kian rendah dan membuat ideologi ekstrim kanan (fasis) dan ekstrim kiri (komunis) tubuh dengan cepat. ideologi komunisme menguat dengan adanya Partai Komunis Jerman (Kommunistische Partei Deutschlands) dan ideologi fasis dengan adanya Partai Buruh Nasional-Sosialis Jerman (Nationalsozialistische Deutsche Arbeiterpartei, disingkat NSDAP) atau juga dikenal dengan Partai Nazi.  

Pemilu di Jerman

Peluang partai Nazi untuk berkuasa muncul setelah pemilu 1930 di Jerman membuat koalisi besar pecah. Kabinet pun harus dipimpinan dengan minoritas yang diketuai oleh kanselir Heinrich Brüning.  Sedangkan NSDAP berhasil menjadi partai kedua terbesar di parlemen dengan 18,3 persen suara atau 107 kursi parlemen.   

Partai Nazi berhasil meraup suara dengan memberikan janji membawa Jerman kembali menjadi kuat seperti memperbaiki kondisi ekonomi, mendapatkan wilayah Jerman yang lepas akibat Perang Dunia I, dan menyatukan semua warga Jerman berdasarkan garis ras dan etnis.  Itu terbukti efektif, pada pemilu Juli 1932 suara partai ini meningkat menjadi 37,4 persen suara dan 230 kursi di parlemen. Hasil itu sempat turun menjadi 33 persen pada November 1932 tetapi itu tetap membuat partai ini pemenang dalam pemilu. 

Partai Nazi sebagai pemenang pemilu menolak berkoalisi atau bekerjasama dengan partai manapun dan mendorong menjadikan HItler kanselir. Pada awalnya Presiden Jerman Paul von Hindenburg menolak, tetapi ia menerima dengan mengangkat Hilter menjadi kanselir pada 30 Januari 1933. Presiden Hindenburg menyetujui desakkan itu dengan kesepakatan politik oleh beberapa politisi konservatif yang bermaksud memanfaatkan Partai Nazi dan Hitler sebagai alat politik mereka. 

Dengan menjadi kanselir, Hitler memanfaatkan kekusaaannya dengan mengubah sistem politik Jerman yang berhasil menguatkan pengaruh partainya dan mencapai puncaknya pada Agustus 1934 ketika Presiden Hindenburg meninggal dan Hitler mengangkat dirinya sebagai  Führer (pemimpin) Jerman. Itu menjadi awal dari kediktatoran Hitler di Jerman. 

Melihat sejarah Hitler tentu kita sebagai pemilih perlu memilih dengan cermat pemimpin Indonesia lima tahun mendatang. Jika masih ada yang terjebak dengan merasa semua calon sama saja, bahkan terkesan memaksa memilih "terbaik dari yang terburuk", tetapi perlu diingat itu lebih baik daripada "terburuk dari yang terburuk" yang menjadi pemegang tampuk kepemimpinan negeri ini. Seperti yang terjadi di Jerman pada periode 1930-an. 

Ikuti tulisan menarik Harrist Riansyah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 jam lalu

Terpopuler