Perempuan dan Patriarki dalam Novel Midah Karya Pramoedya Ananta Toer

Rabu, 4 Juni 2025 18:55 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Perjuangan Seorang Ibu dalam Novel Midah Si Manis Bergigi Emas Karya Pramoedya Ananta Toer
Iklan

Tokoh utama yang menggambarkan perempuan terkungkung norma patriarki dalam menghadapi penindasan sosial, dan perjuangan meraih kebebasan.

***

Novel Midah Si Manis Bergigi Emas Pramoedya Ananta Toer merupakan salah satu karya sastra penting yang menggambarkan kehidupan perempuan dalam konteks sosial yang penuh ketidakadilan dan dominasi patriarki. Melalui kisah Midah, Pramoedya menyajikan gambaran tajam tentang bagaimana perempuan sering menjadi korban struktur sosial yang menempatkan mereka dalam posisi subordinat.

Patriarki dan posisi perempuan dalam novel Midah Si Manis Bergigi Emas digambarkan sebagai sistem sosial yang menempatkan laki-laki pada posisi dominan dan perempuan sebagai pihak subordinat, sangat kental terasa dalam novel ini. Midah, sebagai tokoh utama, digambarkan sebagai perempuan yang memiliki kecantikan Namun, di balik kecantikan tersebut, Midah mengalami berbagai tekanan dan penderitaan yang berasal dari norma dan aturan sosial yang membelenggu perempuan.

Keluarga Midah menunjukkan bentuk awal dari perilaku patriarki dengan memutuskan untuk menikahkan Midah dengan Haji Terbus, seorang saudagar kaya yang dikenal memiliki kedudukan sosial tinggi dan ketaatan beragama yang baik. Keputusan ini diambil tanpa mempertimbangkan perasaan dan pendapat Midah sendiri. Meski Midah menolak dan menyatakan keberatan terhadap perjodohan tersebut, suaranya diabaikan oleh keluarga dan lingkungan sekitarnya. Ia kemudian dipaksa menerima keputusan tersebut dengan alasan bahwa itu adalah “restu orang tua” yang harus ditaati tanpa pertanyaan.

Kejadian ini tidak hanya menggambarkan dominasi keluarga dan norma patriarki dalam mengatur kehidupan perempuan, tetapi juga mencerminkan bagaimana masyarakat pada masa itu memandang perempuan sebagai pihak yang pasif dan harus tunduk pada keputusan laki-laki atau keluarga. Midah dipandang sebagai sosok perempuan yang rendah di mata masyarakat karena pekerjaannya sebagai penyanyi yang manggung di pinggir jalan. Untuk menghindari stigma buruk dan rasa malu yang mungkin menimpa keluarganya, Midah mengganti namanya menjadi julukan “Si Manis.” Hal ini dilakukan agar tetangga dan orang-orang sekitar tidak mengetahui bahwa ia sebenarnya adalah putri dari Haji Abdul, seorang tokoh agama yang dihormati di daerahnya. 

Novel ini menyajikan bagaimana perempuan dijadikan objek yang harus tunduk pada kehendak laki-laki dan norma patriarkal. Midah tidak memiliki kebebasan penuh untuk menentukan nasibnya sendiri. Kejadian ini tidak hanya menggambarkan dominasi keluarga dan norma patriarki dalam mengatur kehidupan perempuan, tetapi juga mencerminkan bagaimana masyarakat pada masa itu memandang perempuan sebagai pihak yang pasif dan harus tunduk pada keputusan laki-laki atau keluarga. Pandangan ini menempatkan perempuan pada posisi yang sangat terbatas dalam menentukan nasib dan kebebasan pribadi mereka sendiri.

Penulis melalui novel Midah Si Manis Bergigi Emas menggambarkan dengan kuat bagaimana sistem patriarki memengaruhi kehidupan Midah serta mencerminkan pandangan masyarakat terhadap perempuan pada masa itu. Meskipun demikian, karya Pramoedya ini juga mengandung kritik tajam terhadap praktik-praktik patriarki yang mengekang kebebasan perempuan. Novel ini membuka ruang bagi perempuan untuk berkembang dan memperjuangkan posisi serta peran yang lebih setara dalam kehidupan sosial. Melalui penggambaran dan kritik yang tersaji, novel ini menegaskan pentingnya perjuangan perempuan untuk memperoleh hak yang sama dan pengakuan dalam masyarakat.

 

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler