Jurnalis Publik Dan Pojok Desa.
Menandai Rindu Kepada Kekasih
Sabtu, 26 Juli 2025 20:00 WIB
Dia menyebut malam bukan malam, baginya masuk akal jika itu disebut dengan langit gelap dan kelam. Dan, atau menyebut kekasihnya dengan bahasa
- cerpen, oleh : Ahmad Wansa Al-faiz
Dia menyebut malam bukan malam, baginya masuk akal jika itu disebut dengan langit gelap dan kelam. Dan, atau menyebut kekasihnya dengan bahasa yang lugas, “ini adalah estetika dari presefsi kelugasan” tukasnya tidak hendak dibantah.
Suatu malam ada rasi bintang diantara kedua tangannya di jari-jemari dan satu bentuk bulan pada pandangan bulat wajah sang kekasih. Lima tangkai jari dan merekah dalam sensasi hangat menggenggam tangan kekasihnya, seperti mawar yang begitu pekat dan kental dalam darah. Dan satu lengan dan gengaman tangan yang kosong. Inginnya dia berkata bahwa bagaimana aku akan mencintamu dengan kemiskinan dari keadaan ekonami ini. Kita tidak mungkin berbicara cinta dengan perut yang lapar dan nafsu angkara dalam ambisi menguasai, “bagaimana aku bisa adil” katanya dalam hati.
Dia menyebut malam bukan malam, dan menyebut bunga-bunga dan orang-orang yang berlalu lalang dengan kendaraan roda dua dengan nama-nama ikan air tawar dan ikan di lautan.
Hmmm .. “Bagaimana bisa aku terkendala bahasa sedang pekerjaan kepanyairanku?!” katanya dalam hati.
Orang-orang yang baginya terkesan dalam hal menolak konsepsi bahasanya yang apa adanya. Membawa pada makna emosional tertentu, dan lajnah jurang bahwa “kesucian?” ya apa?
Kitab suci jelas suci, tapi manusia terbatas sampai di teruji benar dalam perbuatannya. Dan kenapa kita memisahkan dilema bahwa kita bukan sesuatu yang objektif melainkan subjektif, bukan apalagi benda. Baginya manusia merupakan fakta konseptual dalam menandai suatu pokok dari struktur tubuh di dalam dimensi ruang lingkungan tertentu. Karena buktinya tidak setiap orang mengenal, konsep itu secara mapan bahkan dari pelapalannya. Dan saat bertemu dengan perbedaan bangsa, semisal dalam dialektika Inggris, atau berbahasa Arab kita tidak bertemu pada suatu terminologi kesamaan notasi dalam citra lisan?
Sementara, bayang-bayang makna diciptakan oleh presfektif historis dari sejarah dan latar belakang individu yang majemuk.
“Wahai engkau” burung elangku, dengan mata yang tajam engkau kekasihku, dan dengan cakar yang mangsa. Katanya dalam gumam. Bias metafora ini seperti menggambarkan apa yang disebut relasi cinta kasih sebagai suatu yang mencekam dan horor. Tapi, jika seseorang berpikir, bahwa jika seorang dalam cinta dia, bahwa mungkin seseorang merasa, seperti dalam cengkraman dalam pengibaratan atas realitas yang terwakili sebagai wujud emosional dari batin? “apakah kita berusaha untuk tidak jujur mengatakan hal lain dalam memberi bias baru. Dan berakhir untuk menyalahkan eksternalisasi faktor di luar subjektif diri sendiri.
Hal ihwal yang terbaik dari kekasaihnya adalah menyapanya, dalam setiap keluh kesah kondisi, jika engkau mengalami suatu suasana yang membuat vitalitas dirimu turun ke dalam dasar bumi.
Dan perjodohan itu, membuat hybridasi dari temporalitas keakraban dan nilai transaksional dari pernikahan.
Suatu malam dia menyebut, rembulan itu sebagai cermin, dia mendasari kata-katanya pada informasi sifat cahaya rembulan yang hanya memantulkan cahaya dari matahari. Dan berkata pada sang pacar, “lihatlah merpatiku!” Cermin itu muncul di langit dengan sempurna dalam purnama kita langit kelam ini!” dan bahasamu membasuh luka dan memelukku dengan hangat” katanya.
Dan matahari dan pepohonan itu cemburu. Melihatmu bibirmu jujur mengecup hangat keindahan cintamu pada samar cahaya wajahku.
Dia menyebut malam bukan malam, tapi ketiadaan cahaya matahari, sehingga gerhana juga sama malamnya dengan langit gelap.
Bandar Lampung, 26 Juli 2025.

Penulis Indonesiana
2 Pengikut

Parau
Senin, 1 September 2025 14:51 WIB
Mahmudat Ikhwanat Dipanggil Hamidah, Sebuah Anekdot Linguistik
Senin, 1 September 2025 14:50 WIBArtikel Terpopuler