Membangun Kesadaran Kolektif untuk Mencegah Stroke
6 jam lalu
Penelitian terkini menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat terhadap pencegahan dini stroke masih berada pada tingkat yang rendah.
***
Wacana ini ditulis oleh Hafiz Akbar, Luthfiah Mawar M.K.M., Helsa Nasution, M.Pd., dan Dr. M. Agung Rahmadi, M.Si. Lalu diedit oleh Nadia Saphira, Amanda Aulia Putri, Naysila Prasetio, Winda Yulia Gitania Br Sembiring, dan Annisa Br Bangun dari IKM 5 Stambuk 2025, Fakultas Kesehatan Masyarakat, UIN Sumatera Utara.
Cerebrovascular Accident (CVA) atau yang lebih dikenal sebagai stroke merupakan salah satu penyakit paling serius yang menyerang sistem saraf manusia. Penyakit ini menduduki posisi teratas sebagai penyebab utama kematian di banyak negara, menjadikannya ancaman global yang tidak dapat dipandang sebelah mata (Dr. Johanna Renny Octavia Hariandja, 2013).
Stroke muncul ketika aliran darah menuju otak terhambat atau ketika pembuluh darah pecah, sehingga jaringan otak kehilangan pasokan oksigen vital. Kondisi tersebut memicu kematian sel dan jaringan, yang pada akhirnya dapat berujung pada disabilitas permanen atau kematian (Kemenkes RI, 2019). Secara global, stroke menempati urutan kedua sebagai penyebab kematian setelah penyakit jantung, sekaligus menjadi penyebab utama ketiga dari kasus disabilitas.
Di Indonesia, stroke membawa dampak yang sangat berat. Ia menjadi penyebab utama kecacatan dengan angka 11,2 persen dan penyebab kematian dengan persentase 18,5 persen. Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia tahun 2023, prevalensi stroke di Indonesia tercatat 8,3 per 1.000 orang, dan angka ini diproyeksikan akan terus meningkat seiring dengan perubahan gaya hidup dan penuaan populasi. Fakta ini memperlihatkan urgensi dari langkah preventif, karena beban yang ditimbulkan stroke tidak hanya menghancurkan kualitas hidup individu, melainkan juga memengaruhi produktivitas sosial-ekonomi secara luas.
Penelitian terkini menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat terhadap pencegahan dini stroke masih berada pada tingkat yang rendah. Studi yang dilakukan oleh Jang dan koleganya pada tahun 2018 menggarisbawahi bahwa hanya sedikit orang yang memiliki pemahaman memadai tentang faktor risiko dan langkah-langkah preventif yang dapat dilakukan. Hal ini menegaskan pentingnya program edukasi dan kampanye kesehatan publik yang lebih sistematis, kontekstual, dan berkelanjutan. Rendahnya pengetahuan masyarakat tersebut semakin memperbesar risiko, mengingat stroke dipicu oleh berbagai faktor yang sebenarnya dapat diantisipasi lebih awal.
Hipertensi menjadi faktor utama yang paling menonjol. Tekanan darah tinggi seringkali berakar pada pola konsumsi makanan yang tidak sehat, seperti junk food, fast food, daging merah berlemak, serta seafood berkolesterol tinggi. Faktor stres yang kronis turut memperburuk kondisi ini. Selain itu, kebiasaan merokok merupakan salah satu faktor yang tidak bisa diabaikan. Nikotin dalam rokok mampu meningkatkan tekanan darah, sementara paparan jangka panjang terhadap asap rokok menimbulkan penumpukan lemak di pembuluh arteri besar, mengentalkan darah, serta mempermudah terjadinya pembekuan yang dapat memicu stroke.
Gangguan jantung juga memperbesar kerentanan terhadap stroke, mengingat peran jantung yang sangat fundamental dalam memompa darah ke seluruh tubuh. Kondisi seperti fibrilasi atrium, kerusakan katup jantung, aritmia, hingga penyumbatan arteri akibat timbunan lemak memperkuat risiko secara signifikan. Faktor genetik pun tidak kalah penting, sebab riwayat keluarga dengan stroke dapat meningkatkan peluang seseorang mengalami hal yang sama. Ditambah lagi, obesitas yang kian marak di masyarakat modern terbukti sebagai faktor risiko serius. Obesitas bukan hanya memicu hipertensi, tetapi juga mempercepat terjadinya komplikasi metabolik yang pada akhirnya memperbesar kemungkinan terjadinya stroke.
Kadar kolesterol tinggi merupakan ancaman lain yang menghambat aliran darah ke otak. Endapan lemak pada dinding pembuluh darah menyebabkan penyempitan lumen arteri, sehingga memperkecil distribusi oksigen ke jaringan vital. Diabetes juga memiliki peran signifikan sebagai faktor tidak langsung, karena penderita diabetes kerap mengalami hipertensi dan obesitas, dua kondisi yang saling memperkuat risiko. Selain itu, kerusakan pembuluh darah akibat hiperglikemia kronis turut meningkatkan probabilitas terjadinya stroke.
Usia merupakan variabel yang tidak bisa dihindari. Risiko stroke meningkat secara nyata setelah seseorang melampaui usia 55 tahun. Gender juga memegang peranan, di mana pria memiliki kecenderungan lebih tinggi dibandingkan perempuan pada kelompok usia yang sama, meskipun hal ini tidak berarti bahwa perempuan sepenuhnya terlindungi. Pada akhirnya, stroke dapat menyerang siapa saja, tanpa mengenal usia maupun jenis kelamin. Bahkan, laporan kasus menunjukkan bahwa anak-anak pun dapat terserang stroke akibat faktor tertentu.
Melihat kompleksitas faktor pemicu tersebut, maka strategi pencegahan harus ditempatkan sebagai prioritas utama. Pencegahan dapat dilakukan melalui pola makan sehat, dengan memperbanyak konsumsi buah, sayuran, dan vitamin, serta menghindari makanan cepat saji, makanan berlemak, dan olahan tinggi kolesterol. Olahraga teratur minimal 30 menit per hari terbukti efektif menjaga keseimbangan metabolisme tubuh. Kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol perlu dihentikan sepenuhnya, mengingat dampaknya yang merusak pembuluh darah dan meningkatkan tekanan darah.
Kontrol tekanan darah secara berkala merupakan strategi fundamental. Pembatasan asupan garam hingga tidak lebih dari 1.500 miligram per hari, penghindaran makanan berkolesterol tinggi, serta kebiasaan olahraga dan konsumsi buah segar dapat menstabilkan tekanan darah. Begitu pula dengan pengelolaan kadar gula darah, yang dapat dilakukan melalui diet sehat, pemeriksaan rutin, olahraga, serta kepatuhan pada pengobatan dokter. Menurunkan kadar kolesterol dengan mengonsumsi makanan kaya serat, biji-bijian, dan protein tanpa lemak juga menjadi langkah yang harus dijalankan secara disiplin.
Selain faktor biologis, kualitas tidur yang cukup antara tujuh hingga delapan jam per malam sangat penting untuk menjaga keseimbangan fungsi otak dan metabolisme tubuh. Istirahat yang teratur membantu mengurangi stres berlebihan yang sering menjadi pemicu gangguan kardiovaskular. Masyarakat harus menyadari bahwa stroke bukanlah penyakit yang hanya datang di usia lanjut. Penyakit ini dapat muncul kapan saja, bahkan di usia muda, sehingga pencegahan harus dilakukan sejak dini dengan menghindari faktor risiko yang sudah jelas terbukti.
Pada akhirnya, memahami faktor risiko dan menerapkan langkah pencegahan bukan hanya tindakan medis, melainkan juga wujud tanggung jawab personal terhadap kesehatan diri dan keluarga. Ketika gejala stroke mulai dirasakan, langkah paling bijak adalah segera berkonsultasi dengan tenaga medis profesional agar penanganan dapat dilakukan secara tepat waktu. Kesadaran, pencegahan, dan tindakan cepat menjadi fondasi utama dalam menurunkan angka stroke, baik di tingkat individu maupun populasi.

Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Baca Juga
Artikel Terpopuler