Self-Love: Rahasia Menjaga Kesehatan Mental Mahasiswa

1 hari lalu
Bagikan Artikel Ini
img-content
Cinta
Iklan

Self-love merupakan sikap kebaikan terhadap diri sendiri yang dapat dipelajari dan bertahan seumur hidup. Menurut kami, Self-love bukanlah hany

Publikasi artikel oleh: 
Gabryel Sekar Arum Sakti (2501070047)
Muhammad Rifqi Alfurqon (2501070048)
Althaf Ivander Luthf (2501070049)

Pernahkah Anda merasa tidak cukup baik meskipun telah berusaha semaksimal mungkin? Atau mendadak membandingkan hasil pencapaian diri sendiri dengan pencapaian orang lain, sehingga hal itu membuat Anda berkecil hati dan merasa minder?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Fenomena ini kerap dialami oleh mahasiswa. Tuntutan akademik, tekanan sosial, dan standar kesuksesan sering sekali membuat mahasiswa lupa pada satu hal penting: mencintai diri sendiri, atau yang bias akita kenal dengan istilah self-love.

Apa Itu Self-Love

Menurut Henschke dan Sedlemeimer (2021), self-love merupakan sikap kebaikan terhadap diri sendiri yang dapat dipelajari dan bertahan seumur hidup. Menurut kami, Self-love bukanlah hanya memanjakan diri dengan hal-hal menyenangkan, tetapi self-love berarti sikap menghargai, menerima, dan memperlakukan diri dengan penuh kasih sayang. Dalam psikologi positif, self-love mencakup kesadaran akan nilai diri, kemampuan memaafkan kesalahan, dan menghargai setiap hal sekecil apa pun. Dengan self-love, mahasiswa dapat menyeimbangkan kehidupan akademik dan pribadi tanpa terus-menerus merasa terbebani.

 

Mengapa Self-Love Penting bagi Mahasiswa?

Masa-masa kuliah adalah suatu fase yang penuh perubahan. Dimana mahasiswa menghadapi tugas yang terus menumpuk, persaingan nilai, hingga munculnya rasa-rasa kekhawatiran terkait masa depan. Tanpa adanya self-love, tekanan-tekanan tersebut dapat memicu stres, anxiety, bahkan depresi. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Agresta et al. (2022) dan Wijaya (2020), secara empiris menunjukkan bahwa individu yang memiliki tingkat self-love yang tinggi cenderung memiliki kepercayaan diri yang lebih kuat dan stabil, sekaligus mengalami tingkat kecemasan sosial yang jauh lebih rendah dibandingkan mereka yang kurang memiliki self-love. 

 

Mitos dan Kesalahpahaman tentang Self-Love

Sayangnya, masih banyak sekali yang menganggap self-love identik dengan egois atau terlalu mementingkan diri sendiri. Padahal, self-love dan egois adalah dua hal yang berbeda. Egois berarti mengabaikan kepentingan orang lain, sedangkan self-love justru menjadi fondasi agar seseorang dapat memberi dengan tulus. Ketika tidak memiliki rasa mencintai diri sendiri, bagaimana mungkin kita mampu memberikan dukungan yang sehat kepada orang lain?

Praktik Self-Love dalam Kehidupan Mahasiswa

Banyak sekali cara sederhana yang dapat diterapkan mahasiswa untuk melatih self-love, di antaranya:

  • Memaafkan diri sendiri: Jangan terlalu keras pada diri sendiri ketika gagal. Setiap kegagalan adalah Langkah untuk menuju kesuksesan. Dan kegagalan adalah bagian dari proses belajar.
  • Mengapresiasi pencapaian kecil: Sering kali kita fokus pada suatu kegagalan, padahal suatu keberhasilan sekecil apa pun seperti menyelesaikan satu tugas tepat waktu sangat layak diapresiasi.
  • Menerima ketidaksempurnaan: Di dunia ini tidak ada yang benar-benar sempurna. Self-love berarti menyadari hal tersebut, lalu berdamai dengan ketidaksempurnaan, mau menerima kesalahan dan menjadikannya sebagai pelajaran berharga.
  • Merawat tubuh dan pikiran: Tidur yang cukup, makan makanan yang bergizi, melakukan olahraga ringan, dan meluangkan waktu untuk hobi adalah bentuk nyata self-love.
  • Melatih mindfulness: Memberi waktu untuk hadir di momen sekarang, seperti lewat meditasi singkat atau sekedar tarik napas dalam.
  • Memberikan afirmasi positif: Mengucapkan kalimat sederhana, seperti “aku berharga, aku hebat, terimakasih sudah berjuang” dapat mengubah cara kita memandang diri.
  • Mengurangi self-talk negatif: Mengganti kalimat “aku gagal” menjadi “aku sudah berusaha dengan baik”.
  • Mengembangkan potensi diri: Mengikuti kegiatan yang sesuai dengan minat, sehingga merasa berkembang di luar perkuliahan.
  • Menetapkan batasan sehat: Belajar untuk berkata “tidak” pada hal-hal yang melelahkan secara mental, termasuk relasi yang toxic ataupun aktivitas yang terlalu berlebihan.
  • Mengelola waktu dengan bijak: Membuat jadwal seimbang antara kuliah dengan organisasi, istirahat dan hiburan agar tidak terbebani secara emosional.
  • Mencari bantuan saat diperlukan: Berani mengakui bahwa kita membutuhkan dukungan, seperti berbagi cerita dengan teman dekat atau pun berkonsultasi dengan professional.

 

Tantangan dalam Menerapkan Self-Love

Walaupun terlihat sederhana, menerapkan self-love tidak selalu mudah. Lingkungan kampus yang sangat kompetitif, budaya perfeksionisme, hingga adanya tekanan dari keluarga dapat membuat mahasiswa sulit menghargai bahkan menerima dirinya sendiri. Maka dari itu, dibutuhkan kesadaran bahwa self-love adalah sebuah proses, bukanlah hasil instan. Sama seperti belajar, melatih diri untuk self-love perlu di biasakan secara konsisten.

Self-love bukanlah sikap egois, melainkan suatu kebutuhan. Bagi mahasiswa, self-love berperan sebagai perisai dari tekanan akademik sekaligus menjadi sumber energi untuk terus berkembang. Dengan menghargai diri sendiri, menerima diri sendiri dan mencintai diri sendiri, mahasiswa dapat bersikap lebih tenang ketika menghadapi berbagai tantangan, serta menjadi lebih sehat mental, dan juga mampu memberikan yang terbaik dan maksimal untuk lingkungannya. Maka, detik ini, mulailah dengan langkah kecil: tersenyum pada diri sendiri, memberikan apresiasi, dan percaya bahwa Anda layak dicintai -terutama oleh diri Anda sendiri.

 

 

 

 

Bagikan Artikel Ini
img-content
Gabryel Sekar Arum Sakti

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler