Jokowi-JK Sebaiknya Seperti Super Leader
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBJokowi-JK menjadi pemimpin negara dari kalangan sipil dan teknokrat yang berpengalaman sebagai leader dalam pemerintahan dan manager di perusahaan swasta.
Setelah melalui proses pembuktian di persidangan, Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya menolak semua gugatan yang diajukan kubu Prabowo-Hatta (pemohon). Keputusan MK yang dibacakan dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pada Kamis (21/8) sekitar pukul 20.44, sekaligus menguatkan keputusan KPU yang menetapkan Jokowi dan Jusuf Kalla sebagai pemenang Pilpres 2014. Pada 22 Juli 2014, KPU menetapkan Jokowi-JK sebagai pemenang Pilpres dengan perolehan 70.997.833 suara (53,15%). Menyusul keputusan MK itu, lantas apa yang harus dikerjakan Jokowi-JK sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan yang baru?
Secara umum, publik mengetahui bahwa bangsa ini masih mengidap persoalan yang begitu kompleks, rumit, akut, dan bertali-temali bagaikan mainan kotak kubik. Beragam persoalan bangsa ini telah menjadi endemis dari atas ke bawah. Antar kelompok dan elite politik saling tarik-menarik kepentingan. Mental blok masih menghalangi bangsa ini menuju kemajuan dan kesejahteraan bersama.
Sesaat setelah dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden pada Oktober nanti, Jokowi-JK akan menghadapi setumpuk pekerjaan rumah yang diwariskan oleh pemerintahan SBY, bahkan warisan dari presiden-presiden sebelumnya sejak reformasi bergulir 16 tahun silam.
Dari aspek politik dan hukum, misalnya, Jokowi-JK harus membenahi masalah demokratisasi yang masih tahap pembelajaran dan praktik bagi-bagi kekuasaan. Praktik korupsi begitu masif di tubuh penyelenggara negara dan elite partai politik. Penegakan hukum masih tebang pilih dan cenderung bisa dibeli. Krisis mental dan kepemimpinan menggerogoti kalangan elite. Kenegarawan dan kebangsaan yang dicontohkan oleh sekelompok elite mulai luntur. Mereka lebih mengutamakan kepentingan pribadi dan golongan di atas kepentingan bersama.
Dari sisi sosial dan ekonomi, Jokowi-JK juga harus mampu menyelesaikan berbagai persoalan yang tak kalah rumit. Sebut saja contohnya, daya tahan ekonomi Indonesia yang masih lemah akibat beban subsidi BBM dan defisit transaksi berjalan. Infrastruktur yang masih amburadul melahirkan ekonomi biaya tinggi, tetapi daya saingnya lemah. Kekayaan sumber daya alam makin terkuras. Ironisnya, proyek-proyek ekonomi strategis justru dikuasai oleh pihak asing. Padahal tahun 2015 nanti, komunitas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) mulai diberlakukan. Ini artinya, tekanan arus globalisasi makin deras. Pembangunan yang tidak merata juga menyebabkan ketimpangan pendapatan dan kesenjangan sosial yang makin mencolok. Lonjakan jumlah penduduk pun tidak terkendali. Belum lagi program dan janji-janji Jokowi- JK saat masa kampanye.
Berbagai persoalan tersebut menimbulkan banyak pertanyaan. Di antaranya, bagaimana Jokowi-JK memimpin dan menyelesaikan PR yang diwariskan pemerintahan sebelumnya? Apakah program yang dijanjikan akan berjalan on the right track dan sesuai dengan konstitusi? Apakah Jokowi-JK dan kabinetnya mampu memperbaiki kondisi negara ini mengingat rakyat menaruh harapan yang besar kepada kedua pemimpin baru itu? Akankah Jokowi-JK memakai gaya memimpin seperti presiden-presiden periode sebelumnya?
Kita tahu, sejak Indonesia merdeka tahun 1945, presiden pertama hingga Presiden SBY memimpin dan menyelesaikan masalah bangsa ini di bawah bayang-bayang militer. Gaya kepemimpinannya cenderung otoriter, birokratis, protokoler, pencitraan, dan retrorika semata tanpa aksi. Mereka mempimpin seperti bos, yang hanya menunggu hasil tanpa melakukan kontrol ke bawah.
Super Leader
Padahal, ada perbedaan yang jelas antara tugas kepala negara, leader, manager, dan community leader. Kepala negara adalah jabatan dalam sebuah negara yang bertugas mengepalai, melindungi, menyejahterakan rakyat. Sedangkan presiden adalah pemimpin sekelompok menteri dan pemegang jabatan tertinggi dalam pemerintahan yang ditetapkan dalam konstitusi.
Leader adalah seorang yang memimpin sekelompok orang yang heterogen atau komunitas dalam berbagai latar belakang dan tujuan atau kepentingan (lead people ). Contohnya, ketua DPR yang memimpin komunitas legislatif dari berbagai fraksi (partai) yang memiliki berbagai kepentingan dengan aroma politik yang sangat kental. Manager adalah seorang yang bertugas mengelola atau menjalankan fungsi POAC (planning, organizing, actuating, dan controlling) dan mengelola program, tugas atau pekerjaan (manage things). Contohnya, menteri dan dirjen dalam sebuah kementerian atau dalam skala perusahaan seperti manajer marketing atau produksi.
Community leader yang saya maksud dalam tulisan ini adalah seorang pemimpin yang berintegritas, tegas, terbuka, membantu memecahkan masalah, aktif turun ke lapangan untuk memimpin dan mengayomi anggota komunitas dari berbagai latar belakang, pekerjaan, pandangan, hobi dengan tujuan dan tanggung jawab yang relatif jelas dan sama (homogen dalam kelompoknya). Contohnya, komunitas relawan Jokowi ketika kampanye dan pengawas pemungutan suara atau seperti leader kelompok pengendara motor Harley Davidson.
Jokowi terpilih sebagai presiden tak lepas dari dukungan rakyat Indonesia dan komunitas relawannya yang memiliki kesamaan visi, misi, tujuan (kepentingan), dan pandangan. Seseorang yang bisa menjabat dan bertindak multi-tasking sebagai leader dan manager, saya menyebutnya sebagai super leader.
Zaman terus berubah. Informasi makin instan dan mudah diakses. Masyarakat pun makin cerdas. Makanya, menurut saya, cara memimpin dan mengelola bangsa ini tidak cocok lagi dengan gaya komandan militer, diktator, birokrat, atau bos. Gaya memimpin harus berubah total agar bermutu, produktif, efektif, efisien, dan inovatif (BPEEI).
Seperti seorang presiden direktur memimpin sebuah perusahaan besar lengkap dengan ide-ide cemerlang, mempunyai business model workable, visi-misi yang jelas, budaya kerja yang terbuka, kerja cerdas dan keras, senantiasa menyesuaikan dengan zaman dan partisipatif dalam kelompok, sistem operasi prosedur dan pengendali yang baku, menerapkan IT canggih dan SDM yang kompeten dan profesional, menempatkan the right man on the right place, dan menerapkan key performance indicator (KPI) serta sistem reward and punishment yang sering disebut good corporate governance (GCG).
Agar bisa menjadi community super leader seperti yang dikehendaki rakyat, pertama-tama Jokowi-JK harus mulai dengan merevolusi mindset, mental, dan gaya memimpinnya. Kalau mau berhasil, Jokowi-JK harus berani melakukan revolusi mental di segala bidang. Caranya, menyamakan mindset, mental, dan gaya memimpin komunitas kabinetnya. Termasuk di dalamnya para dirjen, sekjen, gubernur, dan stakeholders,sehingga mereka menjadi community manager yang profesional dan bersih agar BPEEI. Jokowi-JK harus menerapkan sistem GCG menjadi good goverment governance (GGG) seperti Singapura.
Kita menyadari bahwa untuk merevolusi mental blok dan membuka kotak kubik yang rumit, bukanlah pekerjaan yang mudah. Butuh waktu dan pemimpin yang rela berkorban, melayani dengan integritas tinggi, totalitas, komitmen, kerja cerdas, kerja keras, kerja cepat dan nyata untuk rakyat. Dan, harus bisa mempersatukan seluruh elite dan segenap komunitas anak bangsa agar sesuai dengan slogan Jokowi: bergerak bersama menuju Indonesia hebat.
Inilah momentum dan tantangan sekaligus peluang bagi Jokowi-JK menjadi pasangan pemimpin negara dari kalangan sipil dan teknokrat yang berpengalaman sebagai leader dalam pemerintahan dan manager di perusahaan swasta. Kiranya Jokowi-JK dapat segera mengubah kedaaan dan memperbaiki bangsa dan negara ini. Mari kita dukung dan kawal Jokowi-JK!
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Jokowi-JK Sebaiknya Seperti Super Leader
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler