Khatib Jum’at minggu lalu dalam satu uraian khotbah menyampaikan pesan bermakna tentang perbedaan orang bodoh dengan orang masa-bodo. Menurut khatib lebih baik berteman dengan orang bodoh dari pada berteman dengan orang yang bersikap masa-bodo. Beliau menguraikan bahwa orang bodoh masih bisa dijadikan pintar sedangkan orang masa-bodo seperti orang acuh tak acuh terhadap lingkungan dikategorikan sebagai orang tidak berguna.
Eiiit masa-bodo seperti apa yang bisa dikategorikan orang tak berguna ? Karena tidak semua orang bersikap masa-bodo dicap atau dilabeli sebagai orang tak bermanfaat. Bisa jadi seseorang bersikap masa-bodo setelah dia kecewa karena beberapa saran, masukan atau tanggapan terhadap perubahan di lingkungannya tidak diperhatikan oleh penguasa. ” masa-bodo lah, kita sudah usulkan begini begitu untuk perbaikan faslitas publik, namun pak lurah tidak memberikan tanggapan” Rakyat menambahkan : ” Usulan kami dianggap angin lalu saja”
Jadi siapa yang salah dalam hal ini, si masa-bodo atau pemerintah. Pakar komunikasi publik mengurai peristiwa itu terjadi karena gagalnya sistem komunikasi antara rakyat dengan pembuat kebijakan. Komunikasi sangat penting, terutama komunikasi dua arah dalam rangka menjembatani kepentingan para pihak yang menyangkut pelayanan publik. Keberhasilan komunikasi publik berbanding lurus dengan pemahaman rakyat akan situasi dan kondisi negara saat itu dan diharapkan rakyat berperan serta dalam menanggulangi segala macam permasalahan sesuai dengan kapasitasnya masing masing.
Contoh paling faktual adalah ketika pemerintah berniat menaikkan harga BBM. Sudahkah kita melihat para pejabat bicara dari hari ke hati dengan lemah lembut menjelaskan kepada rakyat bahwa logika penyesuaian harga BBM. Pernahkan kita menyaksikan pemerintah menjelaskan secara mudah dan dimengerti oleh rakyat bahwa kenaikkan harga BBM itu mempunyai dampak jangka panjang untuk mensehjahterakan kita semua. Pemerintah terus menerus berbicara di media sosial atau bertatap muka langsung dengan rakyat menjelaskan kenaikkan harga BBM dilakukan melalui program pengalihan subsidi kearah produktif dan bermanfaat bagi rakyat.
Apa jadinya apabila sikap masa-bodo bukan hanya terjadi pada diri pribadi seorang warga, namun sudah mewabah kepada seluruh masyarakat. Artinya masyarakat sudah acuh tak acuh lagi terhadap program pemerintah yang menyangkut hajad orang banyak. Gejala seperti ini sudah mulai dirasakan di beberapa wilayah ketika penguasa tidak dianggap lagi oleh warga karena bersikap arogansi atau sok kuasa.
Nah kini terpulang kepada kita semua, bahwa sikap masa-bodo rakyat akibat kekecewaan itu harus dikelola oleh pimpinan nasional dalam bentuk revolusi mental. Revolusi mental tentu saja terutama di arahkan kepada para birokrat yang masih bersikap sok berkuasa. Mereka wajib disadarkan bahwa mereka diberi kewenangan birokrasi semata untuk mengabdi kepada negara dalam bentuk pemberian pelayanan prima kepada masyarakat.
Poin yang saya sampaikan pada posting ini adalah bahwa tidak bisa dipungkiri telah terjadi pergeseran sikap masyarakat menjadi masa-bodo. Budaya negatif ini harus segera diantisipasi oleh pemerintah dengan program memberdayakan masyarakat dalam setiap program. Rakyat harus diajak berperan dalam kapasitas apapun karena keberhasilan program sangat bergantung dari dukungan sepenuhnya dari rakyat. Jadi jangan anggap semua rakyat itu bodoh, paling tidak mereka mempunyai hati, memiliki perasaan. Justru pemuncak dari kekecewaan rakyat itu akan berada di level tertinggi ketika pemerintah mem bodohi masyarakat
Salam salaman
TD
Ikuti tulisan menarik Thamrin Dahlan lainnya di sini.