Tidak ada kawan sejati, yang ada adalah kepentingan sejati. Inilah ungkapan standard yang sangat populer di dunia politik. Ketika kepentingan sama, selaras dan sejalan maka ada persahabatan, namum mohon maaf apabila kepentingan telah berubah arah maka untuk sementara jangan berteman dulu.
Politik terkadang lebih banyak menggunakan akal dari pada perasaan. Itulah yang terjadi akhir akhir ini di Indonesia terutama selama berlangsungnya Pemilu dan berlanjut ketika Prsiden telah terpilih. Negeri ini seperti nya terbelah menjadi dua, untung saja yang terpisah itu bukan secara geografis. Justru dampak terbelah bangsa secara politis, tentu saja pada gilirannya akan mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Terkait dengan maraknya perseteruan perpolitikan itu, maka keberadaan partai sebagai kendaraan resmi para penggiat demokrasi merupakan motor utama penyebab terjadi pergolakan. Perseteruan itu selalu terjadi pada siklus 5 tahunan mengikuti proses pergantian pucuk pimpinan Parpol. Seperti biasa Ketua Umum Parpol incumbent merasa telah berhasil menjalankan roda organisasi partai dan mengklaim berhak menjabat kembali untuk periode kepengurusan selanjutnya. Dipihak lain kader yang merasa telah mempu menduduki jabatan Ketua Umum menyatakan bahwa harus ada pembaharuan partai guna meningkatkan performa partai sehingga bisa memenangkan Pemilu 5 tahun mendatang.
Inilah sumber dari perseteruan orang partai. Terkadang kekisruhan itu dipicu pula oleh campur tangan orang ke tiga atau pihak lain yang mempunyai kepentingan terselubung. Lihat saja pertikaian yang terjadi di Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Muncul kepemimpinan PPP tandingan yang kemudian dalam waktu hitungan jam telah mendapat pengakuan dari Kemenkumham. Pengesahan Menkumham banyak di kritisi karena dianggap terlalu terburu buru dan patut di duga bermuatan politik.
Saat ini Partai Golkar di landa prahara. Terdapat 2 kubu yang mengklaim dirinya sebagai partai yang syah. Masing masing kubu telah melaksanakan Munas, satu di Nusa Dua Bali dan satu lagi Di ancol Jakarta. Ketua Umum baru telah terpilih lengkap dengan jajaran kepengurusan. Pertikaian ini jelas jelas merupakan bukti nyata telah terjadi Pecah Kongsi. Seperti olahraga lari cepat, kedua kubu telah mengajukan permohonan pengesahan ke Kemenkumham. Yes, bola panas itu kini ada di tangan Bapak Menteri.
Bapak Menteri Hukum dan Ham telah membentuk Tim Khusus guna membahas pendaftar dari 2 kubu Golkar. Ada baiknya juga di bahas secara detail dan teliti, dan tidak usyah terburu buru memutuskan siapa pihak yang berhak di tetapkan sebagai Partai Golkar yang di akui pemerintah. Kira kira demikian pendapat dari Pakar Hukum Tata Negara Prof Yusril Ihza Mahendra seperti yang di kutip dari beberapa Media.
Prof Yusril menyarankan agar pertikaian itu dianggap sebagai perseteruan internal Partai Golkar. Diharapkan kedua kubu berdamai atau istilah yang digunakan oleh PPP, Islah. Bola panas memnag tidak enak di pegang lama lama, bisa terbakar tangan Pak Menteri. Oleh karena itu ada baiknya bola itu di lemparkan kembali kepada pihak yang bertikai untuk dibereskan. Atau paling tidak perseteruan itu di selesaikan secara hukum terlebih dahulu apabila perdamaian memang tidak bisa di wujudkan.
Salam salaman
TD
Ikuti tulisan menarik Thamrin Dahlan lainnya di sini.