x

Iklan

Wulung Dian Pertiwi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Indonesia Park, Ayo 'Ngindonesia'

Indonesia Park itu wilayah Indonesia yang dikelola seratus persen Bangsa Indonesia berbasis Indonesia, ala Indonesia, untuk sebesar-besarnya Indonesia. Tujuannya menata sumber kehidupan sampai memastikan warisan terjaga.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Selamat datang di Sabang, selamat datang di Indonesia Park 1. Dalam beberapa hari kunjungan, silahkan menikmati pilihan-pilihan pengalaman. Sabang menawarkan selam, sensasi menembus belantara mencapai Tugu Nol Kilometer Indonesia, menemani elang laut mengejar buruan, sampai menyaksikan ratusan kelelawar memulai kehidupan dalam rombongan-rombongan terbang pada petang.

Indonesia Park 1, di Sabang, menyediakan hutan-hutan bakau dikelilingi bentangan lumpur. Mari seberangi lahan gundul tadi saat laut surut, lalu tancapkan bak-bak bangka (mangrove).Ayo hijaukan lahan, mari libatkan diri dalam pelestarian. Masih ada taman-taman terumbu karang menanti di dasar, yang dengan memahami terbentuknya, kita akan belajar betapa sempurna alam.

Penggemar sejarah dinanti bangunan-bangunan tua Belanda, benteng-benteng Jepang, lorong-lorong sempit bawah tanah dari masa pertempuran, meriam-meriam, sampai kapal-kapal karam peninggalan Perang Dunia II. Meski menurut penduduk asli Sabang monumen-monumen sejarah itu makin menghilang, tapi beberapa yang ada cukup membuktikan tanah Sabang adalah palagan raya masa silam. Sabang tempat orang Indonesia, khususnya, belajar sejarah, memahami penggalan catatan masa silam. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Silakan bersila ikut dalam lingkaran warga yang mengadakan duek pakat untuk mengenal warisan sistem bersepakat. Khusus kaum perempuan bisa menemani ibu-ibu memasak kurang lebih sepekan, memenuhi rantang-rantang untuk diantar ke sebuah keluarga yang berduka, saat seseorang meninggal. Itu teladan tua bersikap pada mereka yang kesusahan. Soal memasak, kita bisa juga ikut mengaduk kari kambing kuah nangka di kuali-kuali besar warga dalam kenduri nelayan. Kita akan belajar berperan dalam sistem hidup menjunjung kebersamaan.

Penyuka alam bebas, pilih waktu tepat agar bisa ketemu kawanan satwa liar melintas Sabang pada perjalanan migrasi baik di laut maupun darat. Laut Sabang punya catatan panjang mampirnya jenis-jenis hampir punah, seperti Whaleshark, Megamouth Shark, Orca, dan di darat, Rubiah, salah satu dari lima pulau di Sabang, ditengarai tempat singgah jenis-jenis burung dalam musim migrasi besar dari dan ke benua-benua Asia Australia.

Di Sabang, tamu-tamu bermalam di rumah-rumah warga yang menyuguhkan kenyamanan dan keaslian. Tentu akan ada proses pendampingan pemerintah menyiapkan standar kebersihan, kenyamanan, atau ukuran keaslian mewujudkan itu. Cara mengalami dan belajar langsung kearifan masyarakat pesisir, ala Sabang, adalah mari menjadi bagian dan mari ikut mempertahankan, dimulai dengan mari berkunjung ke Indonesia Park 1 di Sabang.

Jika mau menghormati keaslian, sungguh-sungguh membesarkan penduduk asli adalah hal wajar, dengan catatan besar di awal, semangat membesarkan tolong jangan diukur sekedar menambah penghasilan. Hormati keaslian, hormati adat, hormati identitas, hormati perbedaan. Kalau dikembangkan, bayangkan berapa banyak berdiri Indonesia Park dengan masing-masing kekhasan akan dimiliki bangsa ini.

Indonesia Park itu wilayah Indonesia yang dikelola seratus persen Bangsa Indonesia sebagai pusat kehidupan, tempat belajar, juga tujuan wisata. Ini gagasan saya mengembangkan kawasan secara terpadu untuk kepentingan lintas kebutuhan, mulai soal menata sumber kehidupan sampai memastikan warisan terjaga, berbasis Indonesia, ala Indonesia, untuk sebesar-besarnya Indonesia, atau semangat Ngindonesia (meminjam satu judul lagu band besar Indonesia, Slank).

Indonesia Park sepintas mirip suaka alam, tapi ada keterlibatan masyarakat yang menyeluruh, termasuk penggunaan sistem tua dari kebudayaan asli yang kembali dibesarkan. Salah satu kekayaan Indonesia itu budaya, jadi mengembangkan suaka alam dengan menjaga warisan identitas masyarakat, baiknya beriringan, menurut saya.  

Budaya atau adat adalah kebiasaan temurun menyikapi suatu perihal secara bijak hingga disebut kearifan, maka tidak masuk nalar kalau melestarikan berarti menggusur sistem leluhur dengan pembaruan, kecuali, jika tujuan utamanya penyeragaman dengan memberangus keaslian dan identitas. Pelestarian alam, hari ini, di Indonesia, berupa sistem seragam setahu saya yang sayangnya menjadikan kearifan-kearifan asli nusantara sekedar atribut atau tempelan. Sebenarnya sebuah konsekwensi saja atau sebab akibat, karena ketika seluruh sistem diukur secara sentral akibatnya kematian identitas-identitas lokal. Nah, Indonesia Park, mimpi saya, haruslah sebuah sistem seratus persen Indonesia dimana adat menjadi panglima.

Contoh kecil saja, menyoal pelestarian laut misalnya, jika nelayan-nelayan Sabang mengajarkan Kenduri Laot pada pergantian musim, biar nelayan Muncar menggelar Petik Laut kala purnama Muharam. Percaya tidak percaya, keduanya memberi tenggat laut dari pemanfaatan, dengan kata lain kesempatan istirahat untuk laut untuk kembali menghasilkan. Bukankah itu pelestarian? Dengan caranya, adat terbukti bijaksana mengajarkan manusia-manusia tidak melulu mengambil hasil dari alam.

Adat teruji waktu, itu dasar. Jadi ketika muncul kerusakan, kurang arif jika tradisi ditinggalkan. Menurut saya, tugas pengetahuanlah menemukan sebab lalu memecahkan tanpa meniadakan keaslian. Tugas pengetahuanlah mencari jawaban, kalau perlu dari kebiasaan temurun warga setempat, istilahnya mungkin mengilmiahkan adat, mempopulerkan keaslian.

Betapa mesranya jika ilmuwan Indonesia bertebaran dari Sabang sampai Merauke untuk belajar keluhuran-keluhuran asli nusantara kemudian membesarkannya dengan jabaran-jabaran yang diterima sains. Biarlah ilmuwan-ilmuwan Indonesia bicara tentang  Indonesia di kampus-kampus dunia. 

Kalau semangat tadi kita bina, sepertinya identitas kita tetap Indonesia. Kita bakal jadi negara super berwarna yang menjanjikan aneka pengetahuan, aneka keaslian, aneka pengalaman. Kita menjadi tetap Indonesia, hidup cara Indonesia, tidak perlu banyak tergantung hal-hal dari luar sana. Malah Indonesia bakal menjadi pusat studi dunia untuk banyak hal karena kearifan-kearifan membentang dari ribuan keragaman Bangsa Indonesia. Berani jadi Indonesia? Ayo Ngindonesia.

Ikuti tulisan menarik Wulung Dian Pertiwi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB