x

Iklan

Iswadi Suhari

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Lui Si Malas Mandi Chapter 3: Anak itu bernama Jallo

Dongeng anak penghibur keluarga

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih satu jam, sampailah petani-petani yang membawa Lui di desanya. Dari obrolan para petani, Lui mengetahui bahwa desa itu bernama Farmera. Mulai dari perbatasan desa, setiap bertemu penduduk, sang penyandera Lui dengan bangganya mengabarkan bahwa pesta rakyat kali ini akan ada makanan enak.

“Wah gemuk sekali kambingnya, dapat dari mana?”  Tanya seorang penduduk yang kebetulan berpapasan dengan mereka.

“Dapat menangkap dari hutan, gratis.” Jawab salah seorang anggota rombongan dengan nada sangat bangga.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Beruntung sekali kalian.”

“Ya, tapi bukan hanya kami yang beruntung, kita semua beruntung kawan.”

“Maksudmu apa?”  Tanya si penduduk penasaran.

“Kambing ini akan kami sembelih untuk disantap bersama di pesta rakyat besok malam.” Terang sang rombongan, lagi-lagi dengan nada yang sangat bangga.

“Wah… asyik sekali, kalau begitu aku tak boleh ketinggalan, besok malam aku harus bergabung di pesta rakyat” jawab si penduduk sambil bergegas pergi.

Akhirnya sampailah petani-petani itu di rumah mereka masing-masing. Lui diikat di pohon Nangka di depan rumah salah satu petani. Di depannya telah tersedia makanan yang disajikan khusus baginya. Daun Nangka.

“Sial…!” pikir Lui “kenapa harus daun nangka keras begini yang disajikan, kenapa bukan nangka matangnya yang disajikan buatku” pikirnya lagi, sedikit berharap. Lui pun terduduk kelelahan. Hanya semilir angin sore di pedesaan yang sejuk yang mungkin mengerti keresahan dan rasa lapar yang dialami Lui.

Tiba-tiba Lui kembali teringat pada nenek yang ditinggalkannya. Terbayang olehnya Nenek Qodimah tengah terisak menangisi kepergiannya. Rasa khawatir terhadap neneknya yang renta itu mulai merasuk pada sanubarinya. “Maafkan aku Nek.” Bisiknya lirih.

Di sebelah barat, matahari semakin tenggelam. Sinarnya memancarkan semburat jingga. Pertanda hari akan segera berganti malam.

Tiba-tiba terdengar langkah kaki berlari kecil. Semakin lama semakin terdengar jelas. Lui melihat seorang anak laki-laki, kira-kira sebaya dia berlari ke arahnya.

“Hei… kamu kambing siapa?” tanyanya setelah tiba di depan Lui, seolah kambing itu bisa diajak bicara. Lui tetap terdiam “Percuma berbicara juga, dia gak bakalan mengerti.” Pikirnya.

“Hei… makan tuh daunnya.” Ucap anak itu sambil menyodorkan daun nangka pada mulut Lui. Kepala Lui menggeleng pelan.Matanya tampak sangat sedih.

“Kamu gak suka daun nangka?” Tanya anak kecil itu. Lui mengangguk, lumayan pikirnya, bahasa tubuh bisa menolongnya.

“Oh… kamu mau rumput gajah?” Tanya anak itu lagi seolah mengerti. Lui kembali menggeleng.

“Kamu maunya apa?” Tanya anak itu penasaran. Lui mengenduskan mukanya kea rah nangka matang yang kebetulan berada di dekatnya.

“Oh… kamu mau nangka?” Lui mengangguk kegirangan.

“Tunggu ya, aku panggil bapakku buat membuka kulitnya buat kamu.” Katanya sambil berlari dan masuk ke salah satu rumah.

Tak lama kemudian anak kecil itu kembali bersama bapaknya.

“Kamu ada-ada saja sih Jallo…, masak kambing dikasih buah nangka matang.” Ucap sang bapak.Ternyata anak itu bernama Jallo.

“Iya Ayah, dia tidak mau makan daun, tadi saat kutanya mau makan nangka dia mengangguk.” Cerita Jallo yakin dan semangat.

“Baiklah kalau begitu, ayah kupas nangka ini buat si kambing gemuk ini.” Jawab sang bapak sambil mulai mengupas nangka dengan golok yang dibawanya. Lui merinding melihat golok yang dipegang si bapak, teringat nasibnya besok akan disembelih untuk santapan di pesta rakyat.

Nangka matang pun tersaji. Lui makan dengan lahapnya. Pergulatan melawan para petani benar-benar telah menguras tenaganya.

Jallo melihat Lui, si kambing gemuk, dengan riang. Sekali-sekali tangannya mengelus punggung Lui.

"Nah Jallo, kambingnya sudah mau makan, ayah mandi dulu ya" ucap sang bapak sambil kembali memasuki rumahnya meninggalkan Jallo yang tengah bergembira memberi makan sang kambing jadi-jadian.

Setengah nangka besar pun habis sudah. Lui kini merasa haus. Dia menatap Jallo berharap dia dapat mersakan keinginannya.

"Horree… makanmu habis," teriak Jallo. Lui tetap menatap Jallo yang masih kegirangan. Akhirnya Lui berhasil.

"Kamu haus ya ?" tanya Jallo. Lui segera mengangguk. Hatinya kegirangan.

"tunggu ya, aku ambilkan air" Jallo bergegas lari ke dalam rumah dan kembali dengan seember air di tangannya.

"Nih minum yang banyak, airnya bersih kok, aku ambil dari gentong Emak." Jallo mendekatkan ember ke mulut Lui. Walau sedikit tak nyaman, minum dari ember, Lui tak kuasa menahan rasa hausnya. Diseruputnya air dalam ember diakhiri dengan bunyi sendawa pertanda perutnya sudah sangat kenyang.

"Nah sekarang kamu sudah kenyang kan?" tanya Jallo, lagi-lagi dielusnya punggung Lui. Kambing gemuk itu mengangguk.

"Sekarang aku tinggal dulu ya, aku mau mandi biar badanku tidak bau seperti kamu, sampai besok ya" Jallo berlari meninggalkan Lui yang bersedih teringat nenek Qodimah yang sering menyuruhnya mandi tapi tak pernah dihiraukannya. "Harusnya aku seperti Jallo, mandi tanpa harus dipaksa nenek." pikir Lui. Air mata mengalir dari matanya.

Langit semakin gelap. Perlahan matahari bersembunyi di ufuk barat. Sinarnya yang jingga semakin tak nampak. Suara hewan malam mulai ramai terdengar.

Lui merebahkan tubuhnya. Pikirannya kembali ke malam kemarin. Malam kutukan. Lui bergidik mengingat suara sang nenek sihir. Tak menyangka prilaku bandelnya telah membawanya pada petaka hingga harus tidur di luar rumah dengan leher terikat.

Dua jam kemudian Lui tertidur kelelahan.

Baca cerita dari AWAL.

MAU MENDULANG UANG DARI MENULIS? Baca solusinya di sini

Ikuti tulisan menarik Iswadi Suhari lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB