x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Berbisnislah dengan Nyaman

Banyak orang berbisnis karena hanya melihat peluang. Pengalaman Ray Kroc, pengembang restoran McDonald’s, mengajarkan bahwa Anda harus merasa nyaman.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

“If you work just for money, you’ll never make it, but if you love what you’re doing, success will be yours.”

--Ray Kroc (1902-1984)

 

Suatu ketika Maurice Sendak memperoleh kontrak untuk menulis dan membuat ilustrasi. Temanya tergambar dalam judul sementara: Where the Wild Horses Are. Maka, mulailah ia “mencari” gagasan, kira-kira seperti apa cerita tentang kuda liar ini. Saat duduk untuk mulai mengarang, gagasannya macet, tak beringsut. Lebih parah lagi, ia mendapati dirinya tak bisa menggambar kuda.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tak ada pilihan lain baginya kecuali ia menemui editor yang mewakili penerbit pemberi kontrak. “Saya tak bisa membuat buku ini. Saya tak bisa menggambar kuda,” ujarnya kepada sang editor. Lantaran jengkel, sang editor bertanya, “Terus, yang kamu bisa gambar apa?” Sendak menjawab, “Saya bisa menggambar …eh... benda-benda.” “Benda?”

“Benda-benda” yang memenuhi benak Sendak adalah makhluk semacam peri yang mengingatkannya pada paman dan bibinya. Sang editor “terpaksa” menyetujui ide Sendak dan melupakan cerita tentang kuda liar. Sepulang dari kantor penerbit, Sendak duduk di depan meja kerjanya dan mulai menuangkan “benda-benda” yang memenuhi benaknya itu. Kali ini ide mengalir deras. Maka, jadilah cerita berjudul Where the Wild Things Are. Penerbit tak menyangka bahwa karya Sendak ternyata laris. Dengan rasa nyaman itulah, Sendak meraih sukses bersama buku cerita bergambarnya.

Beranjak dari kisah Sendak tadi, kita dapat memetik pelajaran: jika Anda merasa tidak nyaman menggambar kuda, mengapa mesti memaksa diri? Bila Anda merasa lebih senang dengan aktivitas kuliner, mengapa mesti memaksa diri terjun ke bisnis properti?

Barangkali, lantaran merasa belum menemukan kenyamanan itu pula, Ray Kroc berganti-ganti jenis usaha. Hingga usia berkepala lima, Kroc baru menemukan apa yang ia cari: jenis usaha yang ia merasa sangat passionate menjalaninya. Maksudnya, bukan sekedar memperoleh penghasilan dan mendapat keuntungan, melainkan ia merasa bagaikan ikan menemukan airnya.

Singkat cerita, Kroc bertemu dengan Dick dan Mac McDonald—dua bersaudara yang mengembangkan restoran cepat saji yang menjual hamburger—dan menawarkan gelas kertas untuk minuman. Sebelumnya, Kroc pernah membuat gelas berbahan kertas untuk Walgreens Drug Company, perusahaan penjual minuman. Ini perubahan, karena gerai-gerai Walgreens melayani pelanggannya yang mengantri milk shake dan es krim soda dengan gelas kaca yang mudah pecah bila jatuh dan tak bisa dibawa pulang.

Meski kelihatannya Kroc mengambil peluang, tetapi ia sesungguhnya membantu Walgreens, yang konsumennya dengan senang hati membawa gelas kertas dan menyedot milk shake dari wadah itu sembari berjalan-jalan. Sebagai pemasok, ia memudahkan mitra bisnisnya, memberi Walgreens jalan keluar untuk meningkatkan penjualannya—dan, tentu saja, ini berimbas pada kemajuan bisnis Kroc sendiri.

Namun, Kroc kemudian sibuk memasarkan mesin pembuat milk shake temuan kawannya, yang disebut Multimixer. Ia kepincut melihat Multimixer yang sanggup mengocok susu untuk lima gelas sekaligus; ini luar biasa, sebab ini menghemat waktu. Ia pun paham bahwa pemeo “waktu adalah uang” sangat berarti bukan hanya bagi pebisnis, tetapi juga untuk pelanggan. Multimixer membantu mewujudkan hal itu, sebab bagi pebisnis, ini mempersingkat antrian, dan bagi konsumen mereka tak perlu menunggu terlalu lama untuk mendapat segelas milk shake. Sama-sama diuntungkan.

Toh, Kroc masih mencari di mana tempat yang nyaman bagi dirinya. Ketika ia mengendarai mobil sewaannya melintasi gurun California yang gersang menuju sebuah kios hamburger unik berbentuk segi delapan di San Bernardino, California, ia adalah seorang lelaki berusia 52 tahun yang sarat pengalaman. Ia menderita diabetes, memiliki masalah dengan kelenjar gondok, dan telah kehilangan kantung empedunya. Tatkala memasuki lahan parkir tempat kios hamburger itu milik McDonald bersaudara itu, Kroc tahu bahwa masa-masa terbaik dalam hidupnya telah terbentang lebar di hadapannya, dan bukan dalam pandangan masa lalu di kaca spionnya.

Boleh jadi Kroc memenuhi apa yang disebut oleh Thomas Harrison sebagai perpaduan antara gen, intuisi, dan peluang. Gen para entrepreneur sejati melihat sesuatu dengan cara berbeda dibandingkan orang lain melihatnya. Para entrepreneur mampu mencium peluang bisnis dan mengejarnya tanpa ampun, walaupun mungkin mereka tak tahu persis kapan hasilnya akan didapat.

Kroc, yang lelah menjajakan Multimixer dari satu restoran ke restoran lain, merasa segar kembali tubuhnya ketika sampai di kios kecil itu. Ia enggan pulang ke Chicago tanpa membuat perjanjian pemasaran dengan McDonald bersaudara. Secara naluriah Kroc melihat potensi restoran yang menyajikan hanya 9 jenis santapan dalam menunya dan menjalankan apa yang disebut McDonald bersaudara sebagai “Speedee Service System”—sistem layanan serba cepat.

Di usia 52 tahun itulah Kroc baru merasa bahwa inilah bisnis yang layak untuknya. Dengan seizin McDonald bersaudara, Kroc membuka gerainya dan dalam waktu empat tahun ia sudah mewaralabakan 100 gerai—namun, ia tidak mengeksploitasi penerima waralabanya. Kendati begitu, ia hanya menikmati sedikit keuntungan, sebab perjanjian dengan McDonald bersaudara lebih menguntungkan mereka. Pengusaha yang mengambil waralaba darinya juga diuntungkan, hingga kemudian Kroc sangat berkeinginan membeli perusahaan ini, yang baru terlaksana ketika Kroc berumur 59 tahun berbekal sebagian uang pinjaman.

Obsesi Kroc adalah keseragaman, karena itu ia sempat menghentikan waralaba sebuah gerai ketika pemiliknya menyajikan irisan daging sapi segar—sesuatu yang berbeda dari gerai-gerai McDonald’s lainnya. Ia layaknya Henry Ford yang menerapkan prinsip lini produksi. Ia mengubah penyiapan makanan dari sesuatu yang hanya dapat dikerjakan oleh koki terlatih menjadi sesuatu yang biasa terjadi di pabrik-pabrik. Kentang-kentang tiba di gerai dalam keadaan telah terpotong dan beku, roti telah dipotong, dan burger beku diantarkan dalam keadaan siap goreng. Dengan caranya sendiri, Kroc sukses dalam berbisnis.

Setelah pencarian tanpa lelah di berbagai jenis bisnis, di bisnis restoran makanan cepat saji inilah Kroc menemukan kecocokan dan kenyamanan. Ia seorang penjual berbakat yang sangat percaya pada pentingnya tekad dan determinasi. Dan ia membuktikan hal itu ketika ia menangkap peluang di usia 52 tahun. (sumber foto: thefamouspeople.com) ****

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB