x

Iklan

machmud nasrudin arsyad

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

'Lubang-lubang' Dana Desa

Tulisan tentang hasil penelitian Dana Desa yang dilakukan oleh KPK. Penelitian ini menyoroti kelemahan sistem administrasi dalam pengelolaan dana desa.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Anggaran Dana Desa sudah disetujui oleh DPR sebesar Rp20,7 triliun dalam APBNP 2015 yang akan disalurkan ke 74.093 desa, sesuai Permendagri No. 39 tahun 2015 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa) di situs resminya menerangkan, dana desa sudah disalurkan sebesar Rp 7,39 trilyun atau 88,98 persen dari alokasi tahap pertama, tapi sampai saat ini kelengkapan regulasi  dalam pengelolaan dana desa ditenggarai masih masih kurang sehingga membuat kebingungan di tingkat daerah dan desa.

Bulan Juni 2015, Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK) merilis hasil penelitian tentang Alokasi Dana Desa (ADD) dan DD (Dana Desa). Penelitian yang dilakukan di kabupaten Bogor, Klaten, Magelang, Kampar, Gowa. Penelitian lebih menitik tekankan pada kelemahan sistem administrasi yang berisiko menimbulkan fraud (kecurangan) dan korupsi dalam pengelolaan dana desa.

Banyak temuan menarik dalam penelitian ini, tapi menurut penulis ada empat temuan yang harus ditindak lanjuti oleh pemerintah agar dana desa sesuai dengan tujuannya mensejahterakan warga desa. Pertama, dana bergulir PNPM  yang mencapai lebih dari Rp 10 triliun, sampai sekarang belum ada petunjuk tehnis dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah tentang serah terima pengelolaan dana bergulir PNPM tersebut, bila petunjuk tehnis ini belum ada maka beresiko hilangnya aset.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kelembagaan dana bergulir PNPM dikenal dengan Dana Amanah Pembedayaan Masyarakat (DAPM) yang dikelola Unit Pengelola Keuangan (UPK), tapi sampai saat ini DAPM tidak memiliki legalitas yang jelas, walaupun Menko Kesra melalui surat tertanggal 31 Januari 2014 menawarkan tiga pilihan bentuk badan hukum, yakni Koperasi, Perkumpulan Berbadan Hukum dan Perseroan Terbatas, tapi tidak dilengkapi oleh petunjuk tehnis. Di sisi lain Pemerintah daerah membutuhkan petunjuk tehnis tersebut.

Temuan kedua, tenaga pendamping desa, kebutuhan tenaga pendamping menjadi keharusan karena lahirnya UU Desa telah merubah tatanan pengaturan desa secara signifikan maka desa membutuhkan pendampingan sehingga desa dalam menjalankan roda pembangunan tidak salah arah.

Kemendesa telah mengeluarkan Permendes No 3 Tahun 2015 tentang Pendampingan Desa, pada pasal 4 dijelaskan pendamping desa terdiri dari tenaga pendamping profesional, kader pembedayaan masyarakat desa dan/atau pihak ketiga. Kemendesa mengaku telah menyiapkan anggaran untuk pengangkatan 40 ribu pendamping, dengan model pembiayaan dekosentrasi, tapi penyiapan anggaran tidak diikuti oleh peraturan proses perekrutan tenaga pendamping sampai sekarang.

Pendampingan Organik

Arie Sujito, Peneliti senior Institute For Research and Empowerment (IRE) menawarkan gagasan yaitu ‘pendampingan organik’ yang bertujuan desa mampu melahirkan aktor-aktor komunitas yang bisa menjadi agen pembaharuan; itulah kekuatan otentik motor perubahan secara emansipatoris.

Pendampingan organik justru menempatkan masyarakat menjadi subjek aktif yang berperan secara emansipatif mengenali problem dirinya, kapasitas dan merumuskan cara dan strateginya mengatasi masalah. Itulah pokok strategi dalam memperkuat kapasitas masyarakat menuju transformasi desa. Fasilitator yang hebat untuk pendampingan desa harus memegang “dalil” utama, yakni kecerdasan untuk menumbuhkan kesadaran kritis secara otentik pada warga desa. Pendekatan ini, membutuhkan masa transisi menuju “pemberdayaan yang berakar dari dalam”, sekaligus menjauhkan stimulasi dari luar agar jangan sampai menjadi “racun baru” tetapi harus menjadi “vitamin alternatif”.

Bentuk penyusunan laporan pemerintah desa menjadi temuan ketiga yang disoroti KPK. Hasil penelitian menjelaskan bahwa pemerintah tidak tegas memberikan arahan kepada kepala desa agar membuat laporan yang terintegrasi secara utuh dengan mengensampingkan sumber dana yang diperoleh desa.

Misalnya, penggunaan ADD maka dibuat laporan realisasi penggunaan ADD terpisah dengan penggunaan Dana Bantuan Provinsi atau Kabupaten/Kota yang perlu juga dibuat laporan realisasi penggunaannya. Hal ini tentu membebani administrasi perangkat desa sehingga substansi pertanggungjawaban terabaikan.

Temuan KPK ini senada dengan kajian kritis IRE terhadap PP 43/2014 terutama pasal 103 dan 104 yang harus dimaknai sebagai sistem pelaporan yang terkonsolidasi terhadap semua pendapatan desa, belanja desa dan pembiayaan desa. IRE berpendapat PP 43/2014 sudah mengatur tentang laporan APBDesa, tapi belum mempertegas sistem perlaporan yang terkosolidasi.

Mekanisme perlaporan pertanggung jawaban kepala desa juga menjadi sorotan dalam penelitian KPK ini. KPK menyimpulkan  penggunaan APBDesa kurang transparan karena tidak ada kewajiban pemerintah desa untuk melaporkan realisasi pelaksanaan program pembangunan kepada masyarakat melalui media informasi publik yang mudah diakses oleh masyarakat, seperti papan pengumuman, media komunitas, radio komunitas dan media informasi lainnya.

Temuan KPK ini diperkuat dengan hasil analisis IRE terhadap PP 43, IRE secara tegas menyatakan pasal 104 dalam PP tersebut mengingkari mandat UU Desa no 6 tahun 2014 pasal 82 ayat 4 dan 5 tentang kewajiban pemerintah desa untuk menginformasikan dan melaporkan realisasi APBDesa kepada masyarakat desa dan forum musyawarah desa (Musdes). Pemerintah harus segera merevisi PP 43.

Empat temuan hasil penelitian KPK seharusnya ditindak lanjuti oleh pemerintah pusat dengan waktu yang singkat sehingga tidak membuat bingung pemerintah daerah dalam mensupervisi ke pemerintah desa karena ada payung regulasi yang kuat, desa segera melakukan program pembangunan dan masyarakat desa ikut berpatisipasi mengawasi roda pembangunan di desa.

Machmud N.A

Staff Komunikasi IRE Yogyakarta

Ikuti tulisan menarik machmud nasrudin arsyad lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler