x

Iklan

Wulung Dian Pertiwi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Cermin Galia (Bagian 2)

Tuhan, jika Indonesia harus menjadi Galia, siapkan puluhan juta pemudanya menjadi Asterix yang perwira.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pemuda kecil patah hati, kaumnya makin asing. Di kumpulan, ia satu-satunya yang yakin mereka tengah tersesat. Sisanya menganggap bangsa tengah menapaki kemajuan. Saking yakin, Pemuda kecil kukuh mencari cara mengubah kondisi karena ia mau bangsanya kembali.

Pemuda kecil kemudian berusaha menjauhkan bangsanya dari pengaruh ningrat-ningrat di puri karena merubuhkan bangunan untuk mengembalikan hutan dusun, belum mungkin. Usaha pemuda kecil mengingatkan kaumnya untuk tidak meninggalkan tumpah darah sudah setengah mati, tapi juga belum berhasil. Jika Kaisar memulai menggusur bangsanya dengan meletakkan pengaruh sebesar-besarnya, sesering-seringnya, dan sedekat-dekatnya, maka jurus terakhir pemuda kecil ialah mengusir pengaruh itu.

Pemuda kecil terus memikirkan cara,  We need to get rid of the civilians, without hitting them.”  Ia ingin cara baik tanpa melukai. Muncullah ide menciptakan segala ketidaknyamanan yang akan membuat penghuni puri tidak betah. Pemuda kecil membagi rencananya dengan sang sahabat yang tambun, tinggi, dan perkasa, sekaligus setia. Berdua mereka menempuh banyak cara termasuk melibatkan Cacofonix, seorang penyair desa.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Cacofonix seorang yang konsisten dan unik. Ia hampir tak peduli pada apapun, termasuk hancur bangsanya oleh muslihat Kaisar. Ia hanya tertarik satu hal, menyair. Maka kebiasaan Cacofonix yang nocturnal alias sering menyair di malam hari segera dimanfaatkan pemuda kecil membuat keributan di puri. Jadilah malam-malam penduduk puri diiringi nyanyian Cacofonix yang lantang tapi sumbang. Sekali dua, beberapa ningrat mengapresiasi, menganggap sebagai ekspresi seni, tapi lama-lama banyak ningrat terganggu terusik.

Di luar dugaan, usaha pemuda kecil justru dimudahkan banyak hal. Kekaisaran dirong-rong prajurit-prajurit kerajaan. Tentara kekaisaran yang mendengar kaum budak mendapat banyak kemudahan, mulai menuntut persamaan dengan mogok berperang. Penduduk kampung yang hampir semua kecanduan berlagak bak para ningrat penghuni puri, meninggalkan berniaga, sehingga pasar desa menjadi sepi.  Tak ada pasar, artinya penduduk puri susah memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, ujungnya puri ditinggal pergi.

Tapi Squaronthehypotenus  tetap seorang yang cerdik. Mendapati puri sepi, pemimpin proyek utusan Kaisar ini berusaha meramaikan kembali dengan mengundang seluruh tentara legiun tinggal. Ini siasat ganda sebenarnya karena Kaisar yang telah mendengar kampung ditinggal penghuninya, telah memerintahkan pendudukan, sementara sepihak lain, nampak seperti kebaikan Kaisar mengabulkan tuntutan prajurit kerajaan. Dengan kekuatan batalion tinggal tidak jauh dari desa, Komandan lebih mudah menyiapkan penyerbuan.

Malam menjelang pendudukan desa, “Pull your humerus out!” Sang Komandan mewanti-wanti prajuritnya. Pasukan seperti hampir memenangkan pertarungan panjang, dan esok adalah hari penting menyatakan kemenangan itu. Sang Komandan yakin benar akan menang, setelah tahu dusun tinggal berpenghuni seorang saja, si pemuda kecil. Ditambah laporan bahwa tabib desa, yang biasa meracik ramuan ajaib sumber kekuatan kampung, telah ‘aman’ di puri, pasukan Kaisar di atas angin.  Sang Komandan tinggal meyakinkan pasukannya untuk maju karena pengalaman selalu babak belur oleh penduduk desa di pertempuran-pertempuran sebelumnya, lumayan membuat batalion dicekam takut.

Semua tadi adalah alur film animasi bergenre komedi yang tokoh utamanya lebih dulu besar dikomik. Pemuda kecil yang saya maksud adalah Asterix dan sahabatnya yang tambun,  tinggi, siapa lagi kalau bukan Obelix. Alur film memang diadaptasi  dari komik Asterix seri ketujuh belas Le Domaine Des Dieux, yang dibuat 1971 di Perancis oleh Rene Goscinny, penulis cerita, dan Albert Uderzo, penggambar ilustrasi. Ini film Asterix pertama dalam tampilan animasi tiga dimensi yang dirilis pertama di negara asalnya, Perancis, November tahun lalu.

Film ini luar biasa menurut saya karena isu seserius penjajahan dan kapitalisme dikemas ringan, lucu, bahkan masuk akal berkriteria tontonan semua umur. Sama dengan alur semua komik Asterix,  Le Domaine Des Dieux atau kemudian diterjemahkan dalam Bahasa Inggris menjadi The Mansions of The Gods, menyesuaikan jalan cerita, menampilkan perlawanan kaum merdeka Bangsa Galia terhadap nafsu menjajah Julius Caesar, Kaisar Roma, diakhiri kemenangan Bangsa Galia.

Dari keseluruhan, saya sendiri paling tersentuh di adegan perang terakhir ketika Asterix yang seorang diri di balik gerbang dusun menguatkan diri mempertahankan tanah air. Pada bagian itu, Getafix, sang tabib desa yang biasa meracik ramuan ajaib, telah tertangkap di puri, sehingga Asterix benar-benar sendiri tanpa bekal memadahi, seperti ramuan ajaib yang sering diandalkannya. Toh, Asterix pantang mundur.

Hanya berbekal dirinya, Asterix menghadapi batalion kekaisaran bersenjata lengkap sekaligus berpelindung rapat. Asterix tetap Asterix yang cerdas dan pemberani. Mendapati musuh kelihatan takut-takut, ia malah menemukan akal berpura-pura meminum ramuan ajaib yang seolah-olah penuh mengisi tempat minumnya.  Pura-puranya lengkap dengan gerak badan reaksi lazim para Galia setelah meminum ramuan.

Kontan prajurit-prajurit Roma kembali berebut bersembunyi di balik tameng mereka. Adegan kocak, menggelikan. Bahkan aba-aba sang komandan untuk menyerangpun diabaikan. Akhirnya sang komandan malah berteriak-teriak geram dari menaranya, sibuk menjelaskan pada seluruh batalion bahwa Asterix berpura-pura saja karena ia sendiri menjamin Getafix, tabib Galia, si peracik ramuan, sudah tertangkap di puri. Para prajurit tetap tak percaya saking pengalaman babak belur oleh Galia terlanjur membekas dari beberapa kali pengalaman pertempuran.

Bantuan segera datang bagi Asterix. Orang-orang Galia, yang beberapa adegan sebelumnya ditampilkan merasa terhina oleh perlakuan Bangsa Roma, mulai sadar. Mereka segera menghampiri gerbang, dan benar mendapati Asterix sendirian berusaha menyelamatkan desa. Orang-orang Galia terpanggil berjuang bersama. Kelompok kecil Galia tanpa ramuan penambah kekuatan hampir kalah, tapi perjuangan keras dan posisi mereka yang benar, akhirnya membuahkan kemenangan.

Bangsa Galia segera berusaha membebaskan orang-orang mereka yang tertawan, seperti Getafix dan Obelix. Getafix dikawal ke sebuah kamar demi segera meracik ramuan ajaib. Maka setelah ramuan selesai dan masing-masing Galia mendapat beberapa teguk, peperangan segara tak sebanding. Satu dua orang Galia cukup memporakporandakan sepasukan prajurit Roma.  

Sadar Galia mendapat kekuatannya lagi, prajurit Roma kembali kocar-kacir. Tidak diindahkan lagi seruan komandan untuk bertempur, para prajurit berebut bersembunyi, masuk bilik-bilik puri. Warna komedi berhasil dihadirkan sepanjang film ini.

Terakhir adalah adegan Obelix, satu-satunya Galia yang sebenarnya dilarang minum ramuan ajaib gara-gara waktu bayi pernah nyemplung ke kuali penuh ramuan sehingga menjadikannya sangat kuat, akhirnya diijinkan menyicipi. Ini sekedar cara mempermudah pemulihan hutan-hutan dusun Galia. Maka, Obelix, yang perkasa, ditambah beberapa teguk ramuan ajaib Galia, secepat kilat, meratakan puri-puri. Tanah Galia siap kembali ditanami. Tamat.

Sungguh, ini bukan cerita tentang Indonesia. Tapi Tuhan, jika Indonesia harus menjadi Galia, siapkan puluhan juta pemudanya menjadi Asterix yang perwira. Amin.

Ikuti tulisan menarik Wulung Dian Pertiwi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB