x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Peka terhadap Urgensi, Syarat untuk Berubah

Menjelang satu tahun usia pemerintahan Presiden Joko Widodo, tampaklah bahwa melakukan perubahan tidaklah semudah yang dijanjikan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Menjelang satu tahun usia pemerintahan Presiden Joko Widodo, tampaklah bahwa melakukan perubahan tidaklah mudah. Apa lagi untuk organisasi sebesar Republik Indonesia yang beranggotakan ratusan juta manusia. Dalam lingkup organisasi kecil sekalipun, melakukan perubahan tidaklah semudah yang didengungkan.

Banyak manajer dan eksekutif berbicara tentang pentingnya perubahan dalam organisasi dan perusahaan, tapi ketika terjun dalam praktek mereka merasa organisasi bergerak begitu lamban. Seakan tidak cukup tersedia inersia untuk membuat organisasi bergerak. Organisasi memang terlihat sibuk dengan beragam kegiatan, tapi sesungguhnya berjalan di tempat.

Apa yang sedang terjadi? Dalam bukunya, Sense of Urgency, pakar manajemen John P. Kotter menunjuk satu kondisi, yaitu tidak adanya kepekaan terhadap urgensi. Sebagian pemimpin organisasi mungkin menyadari ada sesuatu yang harus segera dikerjakan, tapi ia gagal menggerakkan semua orang untuk melakukan apa yang ia bayangkan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Betapa banyak eksekutif perusahaan atau pejabat pemerintah yang disibukkan membentuk tim ini dan itu, mengadakan rapat dengan berbagai pihak, namun tidak kunjung segera mengambil keputusan kapan dan dari mana perubahan dimulai. Dari studinya terhadap banyak perusahaan, Kotter mendapati bahwa sumber persoalannya terletak pada kurangnya kepekaan terhadap urgensi untuk berubah.

Apa yang dimaksudkan Kotter dengan rasa urgensi tidak lain adalah sikap yang jelas dan keberanian untuk merebut peluang dan menangani risiko untuk mewujudkan sesuatu yang penting saat ini juga. Frasa saat ini memperlihatkan kepekaan terhadap urgensi tersebut. Mereka yang peka terhadap pentingnya perubahan segera dilakukan, ia akan menyusun prioritas kegiatan. Kegiatan yang kurang penting ditinggalkan. Mereka bergerak lebih cepat dan lebih cerdas, sekarang juga.

Dalam buku sebelumnya, Leading Change, Kotter menyebutkan bahwa membangkitkan rasa urgensi ini merupakan langkah awal yang sangat vital untuk memulai perubahan. Ini perkara mengubah cara berpikir atau mindset mengenai apa yang sangat penting dan mendesak serta apa yang kurang penting dan tidak mendesak. Tanpa langkah awal ini, inisiatif perubahan yang paling hebat sekalipun akan terhambat dan macet.

Begitu pemimpin organisasi menyampaikan rencana perubahan, tidak akan serta merta seluruh anggota mengikutinya. Sebagian bersikap acuh tak acuh, sebagian lagi menentang perubahan, yang lain berharap-harap cemas, dan mungkin hanya sedikit yang mendukung. Sebagai orang yang berada di puncak organisasi, mungkin saja pemimpin ini merasa cemas menyaksikan organisasi tengah menuju jurang kehancuran, sementara banyak orang tetap tenang tanpa menyadari bahaya yang tengah mengancam mereka.

Rasa puas diri adalah antitesis yang nyata terhadap rasa urgensi bagi perubahan. Orang yang tidak menyadari adanya perubahan di lingkungan sekitarnya akan merasa puas atas pencapaiannya. Ia tidak terusik oleh apa yang terjadi di luar sana. Ia baru akan terkejut ketika ia menyaksikan perusahaan sudah terperosok begitu dalam.

Rasa urgensi mungkin saja muncul dalam organisasi, tapi dari jenisnya yang keliru. Ada semangat untuk melakukan perubahan, tapi semangat ini dikendalikan oleh rasa cemas, marah, dan frustrasi. Tindakannya dilandasi oleh perasaan bimbang. Para manajer sibuk menghadiri satu rapat ke rapat lain, menumpuk dokumen tebal, tapi dengan orientasi yang salah. Inilah yang disebut Kotter sebagai urgensi yang keliru.

Mengingat urgensi semakin penting karena perubahan terus berlangsung, Kotter menawarkan strategi dengan empat taktik. Menciptakan urgensi yang tepat merupakan langkah pertama yang dibutuhkan.

Kotter menyediakan contoh-contoh praktis mengenai langkah pertama ini. Kotter menunjukkan pentingnya menghubungkan kembali realitas internal dengan peluang dan bahaya eksternal yang sedang mengancam. Orang-orang yang berhubungan langsung dengan pelanggan dapat membantu menjelaskan situasi di luar sana. Misalnya saja, apakah produk masih tetap disukai, apakah merek masih jadi favorit, atau apakah muncul pemain baru yang hebat.

Rasa urgensi bukanlah kondisi sesaat, melainkan terus-menerus ada dan ditunjukkan di dalam rapat, interaksi personal, memo, maupun e-mail. Kotter menyarankan, agar rasa urgensi itu menyebar secara luas, manajer harus menyampaikannya kepada sebanyak mungkin orang.  Di saat yang sama, penting untuk mengajak mereka menemukan peluang di tengah perubahan dan menghilangkan semua pembunuh rasa urgensi.

Apakah jika rasa urgensi ini telah berhasil dibangkitkan, perubahan sudah dijalankan, dan kesuksesan telah diraih, para manajer bisa bersantai? Tidak. Menurut Kotter, rasa urgensi ini harus tetap dipelihara agar perubahan yang mulai berjalan tidak terhenti. Tentu saja, berubah ke arah yang lebih baik.

Apa yang bisa dilakukan manajer bila rasa urgensi mulai menurun? Kembali kepada taktik semula: bawa lebih banyak situasi yang terjadi di luar ke dalam organisasi, tunjukkan bagaimana dunia luar sedang berubah, lalu bertindaklah dengan rasa urgensi melalui cara yang baru dan segar, gunakan krisis baru, dan hadapi mereka yang menghambat terciptanya rasa urgensi. Karena lingkungan berubah, perubahan organisasi pun mendesak dilakukan: nilai-nilainya, cara bekerjanya, spiritnya diperbarui untuk menjawab tantangan baru.

Pada akhirnya, dalam kacamata Kotter, rasa urgensi mesti menjadi bagian dari budaya organisasi, bukan situasi sesaat. Inilah yang harus dilakukan oleh pemimpin organisasi, termasuk Presiden: membangkitkan kepekaan bangsa untuk berubah, mulai saat ini juga! (sumber ilustrasi: business2community.com) ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB