x

Iklan

indri permatasari

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Pamer Sadis Terhadap Hewan di Media Sosial, Cerminan Apa?

Menganiaya hewan kemudian di posting di Media Sosial? fenomena apakah ini? apakah para pelaku itu sudah tidak punya hati lagi? entahlah...

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tak seperti biasa, timeline media sosial saya di weekend kemarin bertabur share postingan mengerikan tentang penganiayaan hewan yang tentu saja sadis dan tidak berperikehewanan.

Perlahan saya baca sambil menahan rasa sakit kepala karena tidak tega, ada cerita seekor kucing kampung bunting tua yang ditendang keras pas di bagian perut hingga anak dalam kandungannya keluar terpaksa, dan anak lainnya masih nyangkut di dalam tubuh induknya dalam keadaan mati. Sang induk yang sudah tidak punya daya ditemukan oleh sekuriti sebuah kantor, dirawat sebisanya dan baru bisa dibawa ke klinik hewan beberapa jam kemudian dalam kondisi setengah mati.

Kemudian ada lagi sebuah capture-an status yang memperlihatkan seorang perempuan muda yang dengan sangat bangga dan senyum mengembang memamerkan hasil buruannya lengkap dengan tali rafia menjerat leher beserta caption yang intinya senang dapat lauk,bisa makan enak. Namun sayang, buruan itu bukan burung, celeng, atau hewan yang lazim untuk dikonsumsi. Perempuan itu menjerat leher kucing hutan alias blacan, hewan yang masuk kategori hewan dilindungi, tidak hanya satu tapi tiga ekor. Sungguh luar biasa, luar biasa gila mbaknya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Eh, lha koq beberapa saat kemudian ada share postingan cowok ABG nanggung yang melakukan hal serupa dengan mbak gila itu. Yang ini malah lengkap dengan foto proses penyembelihan kucing hutan yang naas beserta adegan pamer daging yang sudah dikuliti, sungguh gemblungnya di luar batas.

Ah cukup itu saja yang sanggup saya tulis, rasanya sudah mau nangis saking geramnya. Mungkin bagi Anda, saya masuk golongan manusia hiperbola yang begitu hebohnya menyikapi sebuah hal yang sebenarnya sudah jamak terjadi dalam kehidupan kita. Tapi, bagaimanapun penyiksaan binatang tetaplah suatu tindakan yang benar-benar di luar nalar dan batas kewajaran di mata saya. Koq bisa sih orang sedemikian bengisnya terhadap hewan yang bahkan seringkali tidak melakukan kesalahan apapun. Mungkin ada yang masih ingat dengan kasus setahun lalu tentang seorang lelaki yang bangga pamer kucing kampung hasil buruannya, dan dengan sadar bilang bahwa dia hanya ingin menguji senapannya telah berfungsi dengan baik atau tidak, edan sekali bukan. Apa kabar dia sekarang?

***

Peristiwa horor itu masih potensial terjadi berulang kali karena sanksi terhadap perbuatan keji ini masih sangat ringan. Sampai sekarang perkara penganiayaan hewan hanya diatur dalam satu pasal, yaitu pasal 302 KUHP “bahwa apabila seseorang terbukti melakukan penganiayaan ringan pada hewan, yang bersangkutan terkena pidana tiga bulan  penjara atau denda Rp. 4500. Apabila penganiayaan yang menyebabkan hewan sakit berat atau mati, dipidana penjara sembilan bulan atau denda Rp. 300”  

Nah kan, denda sebesar itu apa masih relevan di jaman sekarang, meskipun menurut artikel yang pernah saya baca pasal ini sedang direvisi DPR, entah sudah jadi atau belum.

Ada satu regulasi lagi yang menaungi masalah hewan yaitu Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan Dan Kesehatan Hewan, di pasal 66A tentang kesejahteraan hewan, di sana disebutkan Setiap Orang dilarang menganiaya dan/ atau menyalahgunakan Hewan yang mengakibatkan cacat dan/atau tidak produktif”. Namun pasal ini pun belum mencantumkan ancaman hukuman bagi para pelaku penganiayaan hewan.

Lain halnya dengan hewan yang dilindungi, seperti kucing hutan yang saya sebutkan diatas. Ada ancaman sanksi yang lumayan mengerikan bagi para pelaku seperti tertuang dalam pasal 40 ayat (2) yaitu ancaman pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah), walaupun pada kenyataannya masih ada saja para pelaku yang lolos dari hukuman.

***

Hewan memang tidak mungkin bisa menuntut keadilan, berteriak, menangis, demonstrasi, protes dan bersedih karena disiksa, tapi Hewan tetap punya naluri untuk melindungi diri dan berhak untuk menjadi sejahtera seperti halnya manusia. Bukan pekerjaan yang mudah memang untuk menghentikan praktik penganiayaan hewan dan menerapkan prinsip kesejahteraan hewan di Indonesia, namun bukan hal yang mustahil pula bagi para anggota dewan yang terhormat untuk bisa melakukan revisi terhadap pasal KUHP yang sudah sangat kadaluarsa itu agar jeratan denda dan hukuman bisa lebih memberikan efek jera terhadap para pelaku kejahatan ini dan tentunya ketegasan dari para aparat yang berwenang dalam implementasinya.

Mbak-Mas terhormat yang dengan bangganya pamer telah menyiksa hewan, sekali-kali merenunglah kalau njenengan ada waktu luang, bayangkanlah diri anda sebagai hewan yang tidak berdosa itu, yang kalian renggut kehidupannya hanya demi sebuah prestise semu nan absurd. Gimana Mbak-Mas, enakkah rasanya?

Sebagai manusia, mahluk tertinggi yang diciptakan Tuhan dengan akal, budi dan nurani, seharusnya kita lebih bisa menghargai dan hidup selaras berdampingan dengan semua mahlukNya.

---------------------------------------

-maaf ilustrasinya lain, nggak tega buat majang foto horror-

Ikuti tulisan menarik indri permatasari lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB