x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Menanti Novel Terbaru Umberto Eco: ‘Numero Zero’

Penulis The Name of the Rose menerbitkan karya terbarunya tentang politik media, konspirasi, dan pembunuhan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

"A secret is powerful when it is empty."
--Umberto Eco

Ketika disebut nama Umberto Eco, maka teringatlah kepada novel The Prague Cemetery danThe Name of the Rose—novel pertamanya yang terbit pada 1980, terjual lebih dari 10 juta eksemplar dan menjadikan profesor semiotika ini seorang literary star.

Sebagai novelis yang karyanya dibaca luas, Eco kerap pula digambarkan sebagai sosok yang piawai dalam semiologi, seorang filosof, filolog, dan nama yang dibicarakan dalam cultural studies. Eco sendiri menganggap dirinya sebagai seorang sarjana yang, pada titik tertentu, “mulai menulis novel di akhir pekan.. di musim panas.”

Novel terbarunya, versi terjemahan Inggris, akan terbit bulan depan. Berjudul Numero Zero, novel ini meramu isu-isu politik media, konspirasi, dan pembunuhan berlatar kota Milan. Wow, kita boleh berharap dongeng yang mencerahkan sekaligus menghibur dari Eco. Kabarnya, laiknya novel-novel Eco sebelumnya, dongeng dalam Numero Zero juga berlapis-lapis. Eco berkisah tentang seorang editor yang menciptakan suratkabar bohongan untuk meraih masa depan dengan mudah. Ini juga ihwal korupsi dan konspirasi.

Peristiwanya terjadi pada tahun 1992 sebelum orang disibukkan oleh Internet setiap detik. “Jika kita memasukkan web dan internet ke dalam konteks ini, ini akan jadi cerita yang sangat berbeda—cerita yang kita tidak memiliki jarak historis untuk menulisnya karena kita hidup di dalamnya,” kata Eco dalam wawancara dengan Patricia Guy yang dimuat di Publishers Weekly.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam beberapa dongengnya, Eco mengajak kita memasuki kekaburan antara yang nyata dan yang dianggap nyata. Pendulum Foucault, misalnya, berkisah perihal tiga karyawan penerbitan yang senang bercanda. Setelah membaca terlampau banyak manuskrip tentang teori-teori yang gila, mereka memutuskan untuk membuat teori konspirasi versi mereka sendiri. Mereka menghubungkan Knights Templar dengan setiap wujud pemujaan dalam sejarah dan menyatakan bahwa kelompok Templar bertujuan mengambil alih dunia. Ketiganya dicekam ketakutan ketika hidup mereka terancam oleh ‘kelompok rahasia’ yang memperlakukan gurauan mereka dengan terlampau serius.

Di usianya yang mencapai 83 tahun saat ini, Eco tetap produktif meskipun tidak setiap tahun ia melahirkan karya. “Biasanya saya menulis buku enam tahun setelah buku yang lalu terbit,” ujar Eco, yang mengaku terobsesi (juga dalam perannya sebagai sarjana) dengan isu peniruan dan pemalsuan. “Menceritakan kebenaran itu sangat sukar, lebih mudah berbicara tentang sesuatu yang palsu. Buku-buku saya adalah cara saya untuk memahami falsifikasi dan kebohongan.”

Bagaimana dengan Numero Zero yang edisi bahasa Inggrisnya terbit minggu depan? Apakah Eco akan menarasikan teori akademisnya agar lebih mudah dituturkan dan dicerna oleh pembacanya? Dalam wawancaranya dengan Paris Review (The Art of Fiction No. 197, oleh Lila Azam Zanganeh), Eco membuka sebuah rahasia: “Saya telah menulis esai yang tak terhitung banyaknya mengenai semiotika, tapi saya pikir saya mengekspresikan gagasan saya dengan lebih baik dalam Foucault’s Pendulum ketimbang dalam esai-esai saya.” (sumber foto: ilgiornale.it) ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB