x

Iklan

machmud nasrudin arsyad

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Suku Rimba dan Politik Pencitraan Jokowi

Pertemuan Presiden dengan Suku Rimba membuat heboh media sosial maupun media mainstreaming

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Presiden ketujuh Indonesia dengan baju putih kesukaannya bersama dengan empat orang, satu orang menggunakan batik, dua orang memakai baju biasa dan satu orang hanya menggunakan kain penutup alat vitalnya tanpa mengenaikan pakaian, mereka duduk berjongkok di atas tanah dengan kain terpal berwarna biru di atasnya digunakan untuk berteduh. Itulah gambaran sekilas foto yang beredar di social media dan media mainstream. Ada enam foto yang diunggah oleh aku resmi facebook Presiden Jokowi. Foto-foto tersebut semuanya menggambarkan pertemuan Jokowi dengan Kepala Suku dan warga Suku Rimba.

Foto-foto tersebut yang membuat heboh para nitizen dan para ahli telematika untuk menguji kebenaran foto tersebut.  Roy Suryo yang mengklaim diri sebagai ahli telematika terpancing untuk berkomentar terhadap foto-foto tersebut, dia mengatakan bahwa foto tersebut sudah tersetting agar terlihat bagus.

Tidak hanya Roy Suryo yang berkomentar terhadap foto-foto tersebut, para nitizen seperti berlomba-lomba mengomentari foto tersebut, bagi yang mendukung jelas memuji-muji habis, presiden yang bersedia duduk sama rendah dengan suku rimba, yang selama ini terpinggirkan. Sedangkan yang kontra, beranggapan foto tersebut adalah direkayasa bahkan ada yang berani mengatakan bahwa foto tersebut palsu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Lepas dari pro kontra terhadap foto tersebut, yang menjadi pertanyaan adalah apa pentingnya seorang presiden harus bertemu dengan suku rimba? dan apa untungnya bagi suku rimba bertemu dengan presiden Jokowi?

Jawabanya bisa macam-macam tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya. Masyarakat memang butuh kehadiran pemimpinnya agar mengetahui apa yang dirasakan oleh rakyatnya, tapi apakah kehadiran harus selalu dimaknai dengan kehadiran secara fisik, kalau seorang pemimpin hanya mengartikan kehadiran secara fisik maka apa yang dilakukan oleh Jokowi bisa terjebak pada politik pencitraan.

Pertanyaan selanjutnya, apakah masyarakat Suku Rimba merasakan pentingnya kehadiran presiden menemui mereka? Apakah dengan kehadiran presiden menyelesaikan permasalahan yang mereka rasakan selama ini, keterbelakangan, jauh dari akses kesehatan dan pendidikan, kehilangan sumber daya hutan di Jambi, akibat marginalisasi yang dilakukan oleh pemerintah dan pengusaha lahan gabut, yang semena-mena membakar hutan yang selama ini menjadi sumber  kehidupan masyarakat suku rimba.

Setelah presiden ketujuh Indonesia pergi, apakah ada perubahan yang dirasakan oleh masyarakat suku rimba? Kenyatannya Suku Rimba kembali ke kehidupan mereka seperti sediakala, mereka tidak mendapatkan jaminan bahwa pemerintah akan melindungi hak-hak mereka untuk mengelola hutan yang merupakan sumber kehidupan mereka.

Jokowi selalu beranggapan blusukan adalah faktor penting baginya dalam mengambil kebijakan yang sesuai kebutuhan masyarakat, karena dengan blusukan bisa langsung mengetahui apa yang dirasakan oleh masyarakat. Benar seorang pemimpin harus mengetahui apa yang dirasakan oleh masyarakat, tapi apakah harus menemui secara langsung.  Apakah tidak ada cara lain untuk mengetahui apa yang dirasakan masyarakat terutama Suku Rimba sudah banyak penelitian atau buku-buku yang membahas Suku Rimba atau presiden bisa langsung bertanya kepada para akademisi yang memang ahli di antropologi, pasti akan mendapatkan jawaban yang tepat dan akurat.

Strategi blusukan yang digunakan Jokowi sudah harus dievaluasi, apakah metode pendekatan seperti ini sesuai dengan kebutuhan masyarakat, karena masyarakat lebih membutuhkan “kehadiran” presiden bukan sekedar fisik melainkan kebijakan yang pro dengan kepentingan masyarakat yang mensejahterakan kaum marginal.

Apalagi dalam konteks asap, masyarakat tidak perlu dipertontonkan bagaimana seorang presiden datang beserta para menterinya ke wilayah pembakaran hutan hanya untuk melihat bagaimana aparatnya mematikan api. Masyarakat lebih membutuhkan kehadiran seorang presiden adalah kebijakan yang jelas dan tegas terhadap permasalahan asap ini sehingga dapat segera tertangani dan ada jaminan asap akan hilang selamanya di bumi nusantara, itu jauh lebih penting daripada harus datang menemui Suku Rimba menggunakan helikopter sewaan yang jelas menggunakan uang APBN.

Kebijakan seorang presiden lebih ditunggu masyarakat, daripada kehadiran presiden secara fisik, karena masyarakat yakin presiden pasti tahu permasalahan yang sebenarnya sehingga yang diperlukan adalah kebijakan yang menyelesaikan permasalahan riil masyarakat, seperti kesehatan, pendidikan, ekonomi dan kemiskinan. Pemimpin seperti itulah yang selalu dirindukan oleh masyarakat dibandingkan kehadiran fisik seorang presiden dihadapan mereka.

Machmud Nasrudin Arsyad

Penulis Lepas

Ikuti tulisan menarik machmud nasrudin arsyad lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler