x

Iklan

Ronggo Warsito

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Makna Surat untuk Presiden di Hari Guru

Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistiyo melontarkan kritik pedas kepada pemerintah terkait persoalan pendidikan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistiyo  melontarkan kritik pedas kepada pemerintah terkait persoalan pendidikan. Kritik itu dilontarkan kurang dari sepekan menjelang peringatan Hari Guru pada 23 November.

Sulistiyo mengatakan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sebagai leading sektor penanggung jawab pendidikan malah menggiring peserta didik ke proses yang tidak substantif. Contohnya, dalam rangka Hari Guru, Mendikbud Anies Baswedan mengerahkan murid untuk memberikan bunga kepada guru dan menulis surat kepada presiden.

"Satu tahun pemerintahan Jokowi belum terlihat arah yang jelas bidang pendidikan ini. Kemendikbud malah mengambil kebijakan yang berbuih-buih," kata Sulistiyo dalam Dialog Kenegaraan "Upaya Mencerdaskan Bangsa", di Gedung DPD, kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Rabu, (18/11).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam kesempatan yang sama ia juga melontarkan kritik tentang guru honorer. Menurutnya, ribuan guru honorer sama sekali tidak diurus nasibnya dan mutu pendidikan tidak diperbaiki melalui jalur yang benar, misalnya dengan cara meningkatan mutu dan kesejahteraan guru secara keseluruhan. 

Ada dua hal menarik dalam yang disorot Sulistiyo. Yakni, kebijakan Kemendikbud tentang arah pendidikan dan nasib guru honorer. Namun, ia gagal memberikan contoh yang relevan untuk menggambarkan bentuk kebijakan pemerintah yang layak dikritisi. Untuk memperkuat kritiknya, ia memberikan contoh: pengerahan murid untuk memberikan bunga kepada guru dan menulis surat kepada presiden. Padahal dua hal itu bukanlah kebijakan teknis yang bersifat intruksional melainkan kegiatan untuk menyemarakkan peringatan Hari Guru.

Lagi pula, apakah kedua kegiatan itu salah? Ajaran agama dan budaya mana pun jelas menganjurkan murid untuk menghormati guru. Sulistiyo yang juga duduk di Senayan sebagai dari Jawa Tengah seharusnya mengerti bahwa guru memiliki tempat yang mulia. Pemberian bunga kepada guru adalah bentuk penghormatan dan cinta kepada guru. 

Adapun menulis surat kepada presiden, harus dilihat dari sisi positif. Di era digital seperti sekarang, kegiatan chatting (ngobrol) di grup Whatsapp, mengoceh di Facebook, atau bercuit di Twitter sangat lazim dilakukan murid. 

Berceloteh lewat media sosial itu dapat dilakukan secara spontan dan cenderung bebas tanpa aturan. Sementara kegiatan tulis-menulis dan karang-mengarang cenderung dilupakan. Padahal kegiatan ini mengandung nilai pendidikan yang luar biasa. Menulis surat, terlebih kepada presiden, akan merangsang murid untuk berpikir untuk berpikir kritis namun konstruktif dan merangkai kalimat dengan tata bahasa yang tepat. Presiden sebagai penerima surat tentu akan dapat mengetahui suara hati para murid sehingga bisa menjadi bahan bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan berdasar kebutuhan murid, bukan berdasar kepentingan politisi.

 

Kebijakan Substansif

Supaya kritisinya lebih konstruktif, Sulistyo sebagai pemimpin organisasi guru mestinya fokus pada kebijakan Kemendikbud yang dianggap salah jalan. Taruhlah misal, kebijakan peningkatan kompetensi melalui sertifikasi profesi. Apakah kebijakan yang sesuai Undang-undang Guru dan Dosen itu salah? Jika salah, tunjukkan di mana letak kesalahannya. 

Sebelum mengkritik, lebih baik Sulistyo seharusnya fokus dulu pada kewajibannya sebagai ketua umum PGRI. Sudah puluhan tahun organisasi itu mengklaim mewakili guru, namun tidak menunjukkan upaya serius meningkatkan mutu guru. Bahkan, guru pun tak tahu kemana larinya uang iuran yang dipungut dari penghasilan mereka. PGRI yang dulu jadi kepanjangan tangan pemerintah, hingga kini masih nampak sekadar batu loncatan untuk meraih jabatan. 

Ihwal nasib guru honorer, hal itu bukanlah ranah PGRI yang anggotanya guru berstatus pegawai negeri sipil (PNS). Sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD)) RI, Sulistyo mestinya mengetahui bahwa Bambang Riyanto, anggota Komisi II DPR RI, pernah menegaskan agar PGRI tak ikut campur urusan guru honorer.

“Ketua PGRI mendingan urusin anggota guru PNS-nya saja. PGRI tidak tahu persis masalah honorer K2. Ketua PGRI-nya kan anggota DPD juga, mana kerjanya DPD dalam memperjuangkan honorer K2? Jadi jangan asal kecam saja," ujar Bambang Riyanto sebagaimana dikutip JPNN.com.

Pesan politisi partai Gerindra, yang merupakan partai oposisi, itu jelas bahwa dalam mengkritik pemerintah harus didasarkan pada fakta dan argumen yang tepat. Pesan yang lebih jelas, sebaiknya menata diri sendiri dulu sebelum mengkritik pihak lain. Ingatlah, ketika tangan menunjuk orang lain, maka empat jari menunjuk diri sendiri. ***

Ikuti tulisan menarik Ronggo Warsito lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler