x

Mahasiswa Deakin University, Australia mengikuti kelas budaya dan Bahasa Indonesia di UII selama sepekan. uii.ac.id KOMUNIKA ONLINE

Iklan

Anazkia Aja

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Aku, Kamu, dan Situ

Kalau kalimat aku dan kamu bisa saya pakai, tapi saya lebih tak nyaman lagi ketika mendengar kalimat "situ"

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Di kampung halaman saya, di Desa Karangsari, Kecamatan Pulosari Kabupaten Pemalang, keseharian saya ketika kecil bahasa sehari-hari yang digunakan adalah bahasa ngapak. Inyong, ko (aku, kamu) atau bahasa halusnya, kulo, njenengan. Dari kecil, saya dibiasakan untuk belajar bahasa halus versi kampung saya oleh keluarga.

"Ngomong sama orang tua itu harus basa (basa= bahasa halus), jangan ngoko" begitu yang dipesankan Nenek juga Bude saya ketika dulu. Dan demi belajar menjadi anak baik-baik saya menuruti saja ajaran Nenek.

Saat saya mulai beranjak mengenal kota di mana penggunaan bahasa sehari-hari adalah bahasa Indonesia, saya mulai belajar menggunakan kalimat, aku, saya dan juga kamu. Saat di bangku sekolah, beberapa teman saya komplain ketika saya menggunakan kalimat "aku"

"Kok kamu ngomongnya aku, sih? Itu kan kasar." begitu tegur teman saya suatu hari. Saya bilang, kalau di Jawa Tengah, menggunakan kalimat aku itu sudah biasa. Dan saya pun bertempat menggunakan kalimat aku, misalnya tidak di depan para guru :)

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Jaman saya sekolah dulu di daerah Cilegon, sebagian besar teman saya komunikasi sehari-harinya menggunakan kalimat saya. Bukan aku. Jadi ketika saya menunjukan keakuanku, yah ditegurlah. Meski nggak semua menegur penggunaan kalimat aku, karena beberapa teman juga menggunakan kalimat aku.

Dulu, ketika remaja, saat saya bekerja dengan Om Christ, dalam perbincangan sehari-hari saya jarang sekali menggunakan kalimat aku karena lebih sering menyebut nama. Dan di rumah Om Christ juga tidak biasa ada kalimat aku atau kamu. Om Christ selalu memanggil nama. Sampai akhirnya percakapan tersebut terbawa oleh saya ketika di luar. Saya jarang sekali menggunakan kalimat aku dan meng-kamukan teman. Menyebut nama kalau sebaya, memanggil Mbak, Teteh atau Kakak ketika ngobrol dengan yang lebih tua. Apatah lagi menggunakan kalimat lo-gue, itu amat sangat jarang (kecuali saya lagi marah) :D

Kebiasaan tersebut terbawa sampai ke Malaysia. Bahkan di Malaysia lebih saklek lagi. Untuk perbincangan di rumah, kami selalu menyebut nama. Waktu masih jadi orang rumahan (jadi PRT kan di rumah aja jarang ketemu orang) kebiasaan-kebiasaan menyebut nama dalam obrolan itu menjadi mudah. Tapi ketika keluar dari zona nyaman area rumah, saya sulit mengubah kebiasaan menyebut aku atau meng-kamukan orang lain. mindset saya saat itu tertanam, kamu itu adalah kalimat kasar (ya elahhhhhh, please deh! ahahahaha) Kembali lagi, kalau di Malaysia masih gampang komunikasi menggunakan nama, tapi pas pulang ke Indonesia? Tuwing! Semakin banyak dan semakin beragam orang yang ditemui.

"Kak, kalimat kamu itu biasa aja kali. Malah biasanya, kalau di Jakarta kalimat aku dan kamu itu dipakai sama orang yang lagi pacaran aja. Kalau bahasa sehari-hari yah elo-gue." jadi, waktu saya main ke Bogor suatu hari  sama Kak Ito dan Kak Ria, kami membahas tentang kenapa saya jarang memakai kalimat kamu. Dari situ, saya menjadi mahfum dan paham. Masih ingat, Kak Ria ngomong kayak gitu pas keluar dari sebuah warung yang menyediakan cemilan dan tidak menjadikan kenyang karena hanya cemilan saja :P. Sejak saat itu, saya mulai membiasakan diri menggunakan kalimat kamu kepada teman sebaya dan juga yang lebih muda. Meski tetap, penggunaan nama yang sering saya lakukan.

Kalau kalimat aku dan kamu bisa saya pakai, tapi saya lebih tak nyaman lagi ketika mendengar kalimat "situ" duh, ini beneran kalau ngobrol sama teman, apalagi sudah kenal lama kalau tiba-tiba ada yang menggunakan kata ganti orang ketiga menjadi "situ", saya langsung ilfil (dulu Mas Naim yang sering menggunakan kalimat in). Berasa nggak sopan banget ahahahahah... ribet amat hidup saya :D. Tak jarang, saya langsung menukas kalimat situ dengan mengganti kalimat menjadi, "situ, situ Gintung?" :D

Beda tempat, memang beda kebiasaan dan saya harus menghargai itu (lebih tepatnya, saya harus belajar menghargai itu) tapi untuk penggunaan kalimat kamu, saya tidak akan menggunakan kalimat ini untuk orang yang lebih tua dari saya. Karena saya sudah jarang sekali menggunakan bahasa halus ngapak, maka menghindari kalimat kamu kepada orang yang lebih tua menjadi bagian dari selalu mengingat-ingat nasihat nenek.

Ikuti tulisan menarik Anazkia Aja lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler