x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Siapa Bilang Matematika Itu Tidak Puitis?

Matematika dan puisi memiliki keserupaan di dalam diri mereka.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

“Poetry is a form of mathematics, a highly rigorous relationship with words.”

--Tahar Ben Jelloun (Penulis Maroko, 1944-...)

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Apa yang kamu bayangkan tentang matematika? Sesuatu yang kering, sunyi, tanpa keindahan? Tak seperti puisi? Ya, sebagian orang barangkali berkata begitu. Sebagian orang juga berkata matematika (juga fisika) berada di tempat yang berseberangan dengan puisi (juga musik, lukisan).

Bila masih berpikiran seperti itu, ada baiknya kita menyusuri jalan sejarah. Ada orang-orang seperti Umar Khayyam (1048-1131), yang piawai dalam matematika dan mashur dengan sajak-sajaknya. Ada pula Leonardo da Vinci (1452-1519) yang menguasai matematika dan fisika, yang gambar-gambarnya begitu detail dan mengagumkan.

Khayyam dan da Vinci menyimpan dalam diri mereka dua dunia yang kerap dipandang bertentangan. Bagi kedua sosok ini, matematika dan puisi adalah dunia yang berdampingan, malah saling mengisi. Atau seperti kata JoAnne Growney, seorang profesor matematika di Bloomsburg University, Pennsylvania, yang menulis puisi lantaran menemukan bayang-bayang matematika di sana—bentuk, panjang baris, stanza, pola ritme, maupun nada.

Begitu pula sebaliknya, lihatlah segitiga Khayyam-Pascal atau deret Fibonacci. Rasakan iramanya yang begitu ritmis. Di dalamnya ada daya tarik puitik. Matematika bukan sekedar perkara penambahan dan pengurangan, perkalian dan pembagian, lalu muncul angka sekian. Seperti kata Albert Einstein, “Matematika adalah puisi ide-ide logis.” Ketika kita menyusuri segitiga Khayyam-Pascal maupun deret Fibonacci, kita dapat menikmati perjalanan yang membukakan horison—ini bukan ihwal menemukan jawaban yang benar di ujung.

Alam semesta pun, diyakini oleh para ilmuwan, ditulis dalam bahasa matematika yang puitis. Ada pengulangan bentuk yang berubah-ubah skalanya seperti fraktal—yang bisa kita jumpai di tepi pantai. Penyair pun menemukan rahasia di alam, seperti Wislawa Szymborska yang menyerap ketakberujungan alam semesta di dalam bilangan ‘pi’.

Szymborska terpesona oleh karena puisi dan matematika berbagi kemampuan dalam meringkus ide-ide besar ke dalam bentuk yang amat kecil: baris sajak dan persamaan atau bilangan. Dalam puisinya, Pi, Szymborska menulis:

The caravan of digits that is pi

does not stop at the edge of the page,

but runs off the table and into the air,

over the wall, a leaf, a bird’s nest, the clouds, straight into the sky,

through all the bloatedness and bottomlessness

Simbol pi menyimpan di dalamnya makna yang tidak terbatas. Puisi dan matematika berakar pada kenyataan namun membawa imajinasi kita mengembara jauh—hingga memasuki wilayah-wilayah tak dikenal, bahkan. Tidak ada yang mekanis di sini. Keduanya menyimpan beragam cerita, yang bukan mengada-ada.

Sebab itulah, Marcus du Sautoy tak pernah merasa bosan menekuni matematika. “Ini tempat yang luar biasa, sangat berharga menghabiskan waktu di sini. Matematika memiliki keindahan dan romansa,” ujarnya.

Sayangnya, seperti kata Sónya Kovalósky (1850-1891), banyak orang tak pernah berkesempatan mengetahui lebih banyak tentang matematika dan menganggapnya sebagai sains yang gersang belaka. Mereka belum mencapai tataran yang menyingkapkan rahasia di balik angka-angka. Dalam suratnya kepada seorang kawannya, matematikawan dan penyair Rusia ini menulis: “Kenyataannya sains memerlukan imajinasi yang luar biasa. Seorang matematikawan terkemuka dari zaman kita sepenuhnya benar ketika ia berkata bahwa mustahil menjadi matematikawan tanpa berjiwa penyair.”

Penyair melihat yang orang lain tidak lihat, melihat lebih dalam yang orang lain juga lihat. Matematikawan melakukan hal yang sama. Keduanya begitu memikat, sehingga Kovalósky berkata: “Tentang diriku sendiri, aku tak mampu memutuskan, kecenderungan mana yang lebih besar dalam diriku, matematika atau sastra.” **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu