x

(Depan-belakang) Wakil Sekjen PKS Fahri Hamzah, Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon, Sekjen Partai Keadilan Sejahtera Taufik Ridlo dan Sekjen Partai Amanat Nasional Taufik Kurniawan, seusai memberikan keterangan di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, 21 Agu

Iklan

Agus Supriyatna

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Mas Fahri 'Ditendang', Republik Twitter Tak Asyik Lagi

Bila tak ada Mas Fahri, republik ini adem ayem saja. Tidak asyik bila tak ada yang berisik.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Akhir-akhir ini ramai diberitakan, bahwa Mas Fahri Hamzah kader hebat nan gagah Partai Keadilan Sejahtera akan dicopot dari jabatannya sebagai Wakil Ketua DPR. Seperti biasa, Mas Fahri tetap garang dan gahar. Ia melawan, dan mempertanyakan alasan kenapa ia akan dicopot. 
 
Mas Fahri yang selalu heboh itu pun menganggap bahwa jika dia dicopot,  itu adalah bentuk pendzaliman pada dirinya. Bentuk pembungkaman terhadap kebebasan berpendapat. Klaimnya, ia selama ini bersuara lantang, termasuk dalam membela Pak Setya Novanto, adalah dalam rangka tugas mulia menegakan kebebasan berpendapat, mengkritisi hal yang salah. 
 
Saya bukan pendukung Mas Fahri. Bukan pula kader PKS. Tapi rasanya saya perlu menuliskan ini sebagai bagian dari tugas mulia saya menjaga kebebasan berpendapat. Mas Sohibul Imam, Presiden PKS yang terhormat, nuwun sewu bila saya ikut urun pendapat. 
 
Begini mas, sampeyan kok tega sampai mau mencopot Mas Fahri kader partai yang gagah pertentang. Mas Imam ini seperti tak paham bagaimana psikologis orang yang dicopot dari jabatan. Apalagi ini jabatan yang bikin orang yang duduk di situ begitu dihormati. Ini jabatan yang membuat seseorang naik kelas, melompat beberapa level dari sebelumnya. Wakil Ketua DPR gitu lho. 
 
Saya ilustrasikan Mas, seorang karyawan di sebuah perusahaan besar yang kaya dan banyak aset, baru saja dapat promosi jabatan. Tentunya itu bikin senang kan Mas? Apalagi si karyawan itu dipromosikan jadi Wakil Direktur. Wuiih itu jabatan nan gurih. 
 
Nah, baru saja si karyawan itu coba mencicipi bagaimana jadi Wakil Direktur tiba-tiba sekarang mau dicopot. Pasti sedih bukan main. Dia pasti galau, karena tak ada lagi yang bisa dibanggakan, pada anak istri, pada kerabat, kawan, kolega atau siapa pun. Tidak bisa lagi dia membusung dada, gue Wakil Direktur lho. 
 
Mas Fahri itu Mas Imam, baru belajar. Baru belajar jadi 'penggede'. Bila ada keseleo lidah maklumi saja, namanya juga orang yang sedang belajar. Ya, anggap saja seperti anak TK yang suka merengek dan marah, kalau keinginannya tak dipenuhi. Dia bisa banting barang, bisa juga teriak-teriak terus mewek. Jadi tolong Mas Imam, kasihani Mas Fahri. Dia masih belajar.
 
Jadi mohon Mas Imam sebagai Presidennya PKS, untuk memaklumi 'kesalahan' Mas Fahri. Kasihan dia, bila tak punya jabatannya. Komentarnya nanti kurang berbobot. Yang rugi tentu PKS juga kan? Karena bila Mas Fahri tak berkomentar, para netizen akan kurang bersemangat menyerang balik Mas Fahri juga PKS. Bukankah kalau banyak dibicarakan, terlebih di medsos, itu adalah promosi gratis?
 
Coba Mas Imam bayangkan lagi, bila Mas Fahri dicopot. Dia, tak lagi akan dapat fasilitas pengawalan. Tidak ada lagi ajudan. Ini kan akan buat siapa pun terpukul. Padahal baru seumur jagung lho Mas Imam, Mas Fahri ini menikmati itu semua. Baru 1 tahun lebih. Mas Mas Imam tega...
 
Tapi bila memang Mas Imam sudah tak kasihan, silahkan saja copot Mas Fahri. Mungkin itu jalan terbaik menurut Mas. Namun nuwun sewu sekali lagi Mas Imam, saya kira republik ini masih butuh Mas Fahri. Bila tak ada Mas Fahri, republik ini adem ayem saja. Tidak asyik bila tak ada yang berisik. Banyak yang akan merasa kehilangan, terutama para netizen di republik Twitter. Mereka pasti terbunuh kreativitasnya dalam mem-bully orang. Ini tentu kerugian kita bersama. Jadi Mas Imam, kasihanilah Mas Fahri...
 
 
 

 

Ikuti tulisan menarik Agus Supriyatna lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler