x

Iklan

Abdul Muis Joenaidy

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Edi Mulyono, Pribadi Sederhana Inspirator Remaja

Rektor Kampus Fiksi, owner Diva Press dan Author di mojok.co ini telah banyak melahirkan Penulis handal melalui kegiatan yang dinamainya Kampus Fiksi.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

"Sudah sampai mana, Mas?, Saya tunggu di Masjid dekat terminal, ya".

Demikian bunyi pesan yang masuk via sms di hpku. Saat itu jam digitalku telah menunjuk pada angka 23.57 wib. Perjalanan dari Lumajang menuju Yogyakarta memakan waktu sekitar 12 jam. Disamping jarak yang jauh, lalu lintas padat menjadi pemicu keterlambatanku sampai ditempat tujuan.

Tepat jam 00.12 wib, Aku sampai di terminal Giwangan, di situ telah menunggu seorang driver baik hati, yang sedari sore terus berkomunikasi denganku via sms, sesekali ia menelponku untuk memastikan bahwa perjalananku lancar dan sesuai dengan yang dijadwalkan. Namun, apa yang telah kami rencanakan, meleset. Jadwalku tiba di terminal Giwangan terlambat. Walhasil, Mas Kiki pun harus menungguku berjam-jam diterminal.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Perjalanan Kami berdua dari terminal Giwangan menuju tempat tujuan, memakan waktu sekitar 5 - 10 menit, disamping lalu lintas yang sepi, karena dini hari, jarak yang kami tempuh pun tak terlalu jauh. Dalam perjalanan, Mas driver terus berceloteh, selalu memulai obrolan dan banyak bercerita tentang sosok yang kali ini akan aku temui. Mas driver ini bukan orang asli Yogyakarta, ia berasal dari Bandung, namun saat ini telah menetap dan tinggal di Yogyakarta, bekerja sebagai driver sudah lima tahunan, dan dalam cerita yang ia sampaikan padaku, Si Bos yang juga menjadi atasan, majikan dan juga 'malaikat' penolong dalam hidupnya, orangnya baik, ramah, suka menolong, berbagi tanpa pamrih dan tak mengenal balas jasa.

Obrolan Kami berakhir di pintu gerbang yang terbuat dari besi, pada beberapa bagiannya, nampak karat dan coretan-coretan kecil, menandakan bahwa gerbang ini sudah menginjak usia senja. Mas Kiki mengantarku ke tempat aku menginap dan beristirahat pagi itu, di lantai dua, ada Mbak Rina dengan laptop mungil di hadapannya, menyapaku, menanyakan perjalananku dan menunjukkan kamar di mana aku akan beristirahat.

Esok hari, aku dan beberapa teman-teman yang lain, yang mulai berdatangan, bersama-sama mengikuti kegiatan dan upacara pembukaan, sederhana memang, namun itu semua tak mengurangi rasa khidmat dan kebersamaan Kami semua. Sambutan dari Rektor Kampus Fiksi, Bapak Edi Mulyono, mengantarkan Kami semua pada suasana kekeluargaan dan keakraban tanpa jarak pemisah, di acara yang diberi nama Kampus Fiksi edisi Non Fiksi Angkatan 2.

Bapak Edi Mulyono, pria sederhana kelahiran Madura, Jawa Timur ini adalah sosok yang tak asing lagi dalam dunia kepenulisan, khususnya penulis-penulis muda, yang lahir, tumbuh berkembang dan besar karena jasa-jasanya. Ratusan karya yang dilahirkannya mengantarkannya pada puncak keemasan, sebagai pemilik Diva Press dan Rektor Kampus Fiksi, Pak Edi demikian ia akrab disapa, telah banyak menelurkan kegiatan-kegiatan inspiratif, menyentuh dan diburu oleh banyak orang, khususnya pemuda dan remaja. Kampus Fiksi adalah satu dari sekian idenya, yang saat ini alumninya telah mencapai ratusan dan tersebar di seluruh pelosok Negeri.

Pak Edi, telah menginspirasi banyak orang, baik melalui karyanya yang tersebar dan besar, di dunia maya melalui postingan blognya (www.ediahiyubenu.com), pun dunia nyata melalui ratusan karya dan bukunya, tulisan-tulisannya yang tersebar di seluruh media massa di Indonesia, buku-bukunya yang bertebaran di berbagai toko buku, serta media-media online yang banyak menerbitkan tulisannya yang menggelitik, dan kadang bernada sinis dan kritik.

Kampus Fiksi, yang saat ini telah sampai pada angkatan ke-15, adalah buah karya dan idenya atas kegelisahannya terhadap pemuda dan remaja masa kini, yang hanya mampu berhura-hura tanpa mampu melahirkan karya.

Kampus Fiksi, yang dilaksanakan setiap dua bulan sekali, mengundang seluruh pemuda, remaja, penulis dan bahkan calon penulis, yang ingin dan mau belajar, melahirkan karya, membina suasana dan hubungan keluarga, menambah teman dan saudara, yang kesemuanya gratis dan tidak dipungut biaya.

Bayangkan saja, selama 2 hari dan 2 malam, peserta Kampus Fiksi (KF) digembleng dan diberi materi tentang kepenulisan, nara sumbernya pun bukan sembarang orang, mereka berasal dari redaktur majalah dan surat kabar nasional, penulis ternama, serta orang-orang yang banyak bergelut dan berhubungan dengan dunia kepenulisan, yang kesemuanya pasti membutuhkan biaya yang tidak sedikit, menghadirkan mereka semua, orang-orang yang dalam kehidupannya memiliki kesibukan dan jadwal yang padat, membutuhkan biaya, namun sepeserpun Pak Edi tak pernah menarik uang dari peserta KF, bahkan seluruh peserta di hadiahi sekardus buku baru, buku karya penulis-penulis hebat, untuk di bawa pulang, disamping makan gratis dengan fasilitas ruang kegiatan ber-ac, itu semua adalah ide Pak Edi, karya Pak Edi dan milik Pak Edi, yang kemudian menjadi miliki seluruh alumni Kampus Fiksi.

Belum berhenti sampai di situ, pada beberapa kesempatan, Pak Edi seringkali melaksanakan kegiatan-kegiatan spontan, kecil namun bernilai dan bermakna besar. Sebut saja misalnya bagi-bagi buku gratis kepada sekolah, lembaga belajar, pesantren, taman baca dan sejenisnya. Ribuan buku telah disebarkan dan dibagikan secara cuma-cuma oleh Pak Edi ke berbagai pelosok Negeri, melalui sistem jemput barang, Pak Edi bersama dengan karyawan Diva Press yang ramah dan baik hati, menyambut setiap yang datang dengan senyum dan penuh keramahan, maka tak jarang jika banyak orang yang betah untuk berlama-lama berada di kantornya.

Pada kesempatan yang lain, Pak Edi pun pernah menjual mobilnya, seluruh hasil penjualannya ia bagikan kepada siapa saja (yang bahkan tidak ia kenal), untuk disalurkan kepada anak-anak yang membutuhkan bantuan alat tulis, Aku adalah satu dari sekian ribu orang yang mendapatkannya untuk disalurkan kepada anak-anak di sanggar. Tak bisa dilihat dari nilainya, namun, kesungguhan dan memberi tanpa pamrih yang menjadi kebiasaan Pak Edi, penting dan bahkan sangat perlu untuk kita tiru dalam kehidupan.

Owner Diva Press, ini pun tak segan-segan memberikan kritik dan masukan-masukan sederhana namun bermakna melalui akun media sosialnya (Facebook dan Twitter), terhadap fenomena dan kejadian serta peristiwa nasional yang banyak menyita perhatian khalayak, namun seringkali diabaikan bahkan tak dihiraukan oleh sebagian lainnya.

Nilai perjuangan Pak Edi, hingga ia berhasil mencapai puncak kejayaan saat ini, dapat kita temukan di bagian akhir karya-karyanya, bagaimana ia mengisahkan bahwa perjuangan mendirikan Diva Press hingga menjadi penerbit Nasional saat ini, bukanlah perkara yang mudah, bagaimana ia harus tertatih-tatih membesarkan usahanya ini, dengan berjalan dari rumah ke rumah, menjual hasil karyanya, yang pada akhirnya, kini, semua menikmatinya, bukan hanya Pak Edi dan keluarganya, peserta dan alumni Kampus Fiksi, bahkan semua orang yang tifak dikenalnya, ikut meraskan manisnya jerih payah dan perjuangannya dahulu.

Inspirator pemuda dan Penulis remaja ini, saat ini tinggal di Yogyakarta, kantornya yang sederhana berada di jalan Wonosari, asrama Kampus Fiksi yang dibangunnya gratis untuk semuanya, berada tak jauh dari Penerbit Diva Press miliknya. Ia selalu berpesan kepada semuanya, termasuk Aku yang pernah belajar darinya saat menjadi peserta Kampus Fiksi edisi non fiksi angkatan 2, bahwa "asrama Kampus Fiksi selalu terbuka bagi semuanya, jika ke Jogja, mampirlah, walau hanya sekedar menyapa, karena kalian semua adalah keluarga, keluarga besar Kampus Fiksi". Demikianlah kira-kira pesan Pak Edi disetiap akhir kegiatan Kampus Fiksi.

Maka jangan heran jika setiap event Kampus Fiksi, alumni terus berdatangan, untuk sekedar say hello, dan bahkan sebagian mereka ada yang mengikuti penuh kegiatan, menginap gratis, makan gratis dan tentunya dapat ilmu gratis, semuanya gratis. Inilah kemudian yang menjadi salah satu alasan dari sekian ribu alasan, mengapa antrian peserta yang mendaftar untuk mengikuti kegiatan Kampus Fiksi, mengular panjang seperti antrian pendaftaran haji, seperti yang pernah ditberitakan disalah satu surat kabar nasional. Itu semua adalah 'ulah' Pak Edi, karenanya pula banyak Penulis muda yang saat ini telah banyak melahirkan karya, menjadi penulis sukses dengan royalti dengan 6 digit angka, semuanya berawal dari Kampus Fiksi, ide Pak Edi.

 

Tempo45

Ikuti tulisan menarik Abdul Muis Joenaidy lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler