KMP Bubar, Oposisi Mati?

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Menjadi oposisi tidak kalah terhormat dibandingkan dengan memerintah.

Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani menyatakan bahwa Koalisi Merah Putih secara de facto sudah bubar. Partai-partai politik pembentuk KMP rontok satu per satu dan terang-terangan menyatakan dukungan kepada pemerintahan Presiden Joko Widodo. PAN, yang kebelet masuk kabinet, lebih dulu menyatakan dukungan, tapi sayangnya peluang masuk kabinet kini terkatung-katung. Sutrisno Bachir, kader PAN, lantas diangkat jadi Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional; lumayan...

Kita juga tahu bahwa elite dua partai KMP, Golkar dan PPP, sibuk berantem sendiri. Masing-masing pihak yang bertikai berusaha memperoleh pengesahan pemerintah. Pemerintah menghendaki konflik internal segera selesai agar pengesahan dapat dilakukan. Di saat yang sama, timbul kesan bahwa pengesahan itu mensyaratkan dukungan partai kepada pemerintah. Oleh sebab itulah, petinggi Golkar dan PPP berbalik arah dari KMP.

Itulah fakta panggung politik nasional yang kita saksikan saat ini. Sebuah partai politik dapat berbalik haluan semudah membalik telapak tangan kecuali ada kepentingan tertentu. Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie memang pernah mengatakan bahwa KMP tetap ada sebagai paguyuban. Tapi apa artinya paguyuban partai politik? Apakah serupa dengan paguyuban keluarga Banyumas di Jakarta, misalnya?

Kini, di KMP tinggal dua partai yang belum secara resmi menyatakan dukungan kepada pemerintah, yakni PKS dan Gerindra. Beberapa waktu lalu, pengurus PKS sempat bertandang ke Istana, sehingga orang banyak menduga bahwa dukungan partai ini kepada pemerintah tinggal menunggu waktu yang tepat. Bagaimana dengan Gerindra? Mungkin tinggal sendirian. Agak susah dipahami bila Gerindra kemudian juga ikut menyatakan dukungan, sebab Prabowo Subianto adalah kompetitor Joko Widodo dalam pemilihan presiden 2014.

Menjadi oposisi bukanlah hal buruk sejauh konstruktif bagi bangsa. Menjadi oposisi bukan berarti menidakkan setiap kebijakan pemerintah, sebab kebijakan pemerintah tidak selalu buruk, walaupun juga tidak selalu baik bagi masyarakat. Karena itulah, dalam setiap masyarakat demokratis, harus ada pihak yang mengimbangi pemerintah. Dalam konteks yang terakhir inilah, partai oposisi dapat menyampaikan masukan, kritik, maupun alternatif kebijakan.

Apabila semua partai politik mendukung pemerintah, dan mungkin tanpa reserve maupun sikap kritis, siapa yang akan meluruskan jalannya pemerintahan yang bengkok? Menjadi oposisi yang kritis dan konstruktif tidak kalah terhormat dibandingkan dengan duduk di kabinet maupun lembaga negara lainnya.

Partai dan orang-orangnya tetap dapat memperjuangkan cita-cita ideologisnya maupun mewujudkan cita-cita bangsa tanpa harus menjadi menteri, jaksa agung, maupun jabatan publik lainnya. Bahkan, dengan tetap bertahan sebagai oposisi, partai telah menunjukkan kepada rakyat bahwa orang-orang partai tidak selalu memburu kedudukan, meskipun kekuasaan pemerintahan lebih memungkinkan mereka untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. DPR yang kuat dapat mengimbangi dan mengontrol jalannya pemerintahan. Tapi, sukar membayangkan Gerindra sanggup memainkan peran penting ini bila kemudian ditinggal sendirian karena PKS kemudian memilih bermain aman atau malah ikut menyeberang. (foto: tempo.co) **

Bagikan Artikel Ini
img-content
dian basuki

Penulis Indonesiana

1 Pengikut

img-content

Bila Jatuh, Melentinglah

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler