x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Semakin Tak Mudah untuk Terharu

Mengapa kekerasan semakian dianggap bentuk ekspresi yang wajar?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

"You never need an argument against the use of violence, you need an argument for it."
--Noam Chomsky (Linguis, 1928-...)

 

Hari ke hari, semakin sering kita menyaksikan kekerasan dengan pilihan cara yang kian mencemaskan dan tak terduga serta dengan alasan yang terkesan semakin sepele. Sekilas tatapan mata sanggup meledakkan amarah yang berujung pada kematian. Jiwa yang tak tergantikan seketika lenyap karena berebut sepetak lapak.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kekerasan dilakukan orang per orang, berkelompok, hingga masal. Bahkan tak kenal usia, kekerasan seakan menular dan mudah menjangkiti siapapun. Sukar membayangkan bahwa masyarakat yang kerap disebut-sebut ramah ini semakin mudah menggunakan kekerasan sebagai cara memecahkan persoalan. Namun inilah kenyataan yang kita saksikan sekarang

Mungkin ada banyak ragam alasan di balik aksi-aksi kekerasan itu. Para sosiolog akan menyebut tekanan ekonomi, rasa frustrasi, pengangguran, rasa keadilan yang tak terpenuhi, kesenjangan sosial-ekonomi yang semakin jauh, dan kaum elite yang lebih sibuk mengurus kepentingannya sendiri.

Bisa jadi kekerasan ini adalah langkah eskapis dari ketidakberdayaan sebagian lapisan masyarakat menghadapi kekerasan struktural. Bukan hanya ketimpanngan kesejahteraan, tapi juga ketidakadilan penegak hukum.

Sebagian lainnya mungkin terperangkap dalam keterasingan dan kesunyian di tengah hiruk-pikuk kota besar: banyak orang di sekitar, tapi semuanya terasa asing. Di kota besar, orang-orang merasa kesepian, tak punya tempat untuk bersandar tatkala menerima tekanan. Mungkin pula, kita semakin letih secara mental—seperti kata S. Kaplan, keletihan mental mendorong peningkatan kecenderungan seseorang untuk mudah meledak dan melakukan kekerasan.

Apapun alasan dan penjelasannya, secara perlahan aksi kekerasan telah menjadi semakin jamak, lazim, banal, dan dianggap lumrah. Masyarakat kian terbiasa dengan kekerasan seakan inilah cara yang paling tepat untuk menyelesaikan persoalan. Kekerasan menjadi semacam bentuk ekspresi yang kian dianggap wajar.

Banalisasi ini menjadikan kita tidak lagi sensitif terhadap rasa sakit yang dialami oleh orang lain. Orang menjadi tidak berempati terhadap penderitaan tetangganya sebagaimana juga kaum elite tidak berempati kepada masyarakat miskin. Betapa sering korban kekerasan terlambat ditangani karena orang-orang di sekitarnya enggan, takut, tak peduli.

Boleh jadi benar apa yang dikatakan David Grossman, psikolog dan mantan tentara AS, bahwa kekerasan itu adiktif—membuat orang kecanduan, ingin mengulanginya lagi setelah pernah merasakan sensasi berkuasa atas orang lain, menyiksa orang lain. Seorang yang kecanduan akan kehilangan kepekaan terhadap derita dan kesakitan orang lain.

Grossman mencontohkan bagaimana para prajurit dilatih keras hingga kepekaan perasaannya terhadap penderitaan orang lain hilang. Ia dilatih hingga tidak sensitif terhadap tangis, ketakutan, kecemasan, kesedihan, maupun penderitaan. Apakah kita juga semakin tidak sensitif terhadap kesakitan orang lain? Apakah kita telah memasuki fase compassion fatige, seperti dikatakan Sissela Bok dalam bukunya, Mayhem (1998)? Inilah fase keletihan yang membuat kita tidak sanggup lagi untuk merasa terharu, tidak lagi bisa berempati, atau bahkan tidak mampu lagi untuk sekedar berbelas kasihan atas penderitaan orang lain.

Kecanduan akan kekerasan dan hasrat kekuasaan sama-sama menggerogoti kepekaan perasaan kita untuk berempati kepada orang lain. Perasaan untuk ikut bertanggung jawab atas keselamatan orang semakin tumpul. Lihatlah, di jalan-jalan, kita berebut untuk jadi yang tercepat dan tak hirau kepada keselamatan orang lain. (foto: tempo.co) ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler