x

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Majapahit Kerajaan Kembar?

Perselisihan dalam keluarga menjadi argumen utama Mansur Hidayat untuk membuktikan bahwa ada Kerajaan Majapahit Timur.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul                     : Arya Wiraraja dan Lamajang Tigang Juru

Penulis                 : Mansur Hidayat

Tahun Terbit       : 2013

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Peberbit               : Pustaka Larasan

Tebal                    : xxiv + 192 halaman

 

Majapahit adalah kerajaan kembar? Apakah benar ada dua keraton pada jaman Majapahit? Jika memang ada kerajaan kembaran Majapahit, kerajaan manakah itu? Apa perannya?

Perselisihan dalam keluarga menjadi argumen utama Mansur Hidayat untuk membuktikan bahwa ada Kerajaan Majapahit Timur. Berbasis persaingan antara klan Rajasa (keturunan Ken Arok – Ken Dedes) dengan klan Sinelir (keturunan Tunggul Ametung – Ken Dedes) Mansur Hidayat menjelaskan asal usul berdirinya Majapahit dan Lamajang Tigang Juru (Majapahit Timur). Dinamika persaingan dua klan inilah yang menyebabkan Majapahit hancur pada akhirnya.

Penjelasan sejarah Lumajang dan perannya dalam pendirian kerajaan Majapahit, serta (akhirnya) menjadi sebab runtuhnya kerajaan besar di Nusantara dijelaskan secara runtut oleh penulis. Sejarah Lumajang yang merupakan jalur pemujaan menuju puncak Semeru sejak jaman Kediri (Raja Kameswara tahun 1182), pusat pangan Singasari sampai dengan pusat pemerintahan Majapahit Timur diuraikan dalam buku ini. Awalnya Lumajang adalah pusat pemujaan gunung bagi masyarakat sekitar gunung. Pada tahun 1255 Raja Wisnuwardana atau dikenal sebagai Raja Sminingrat dari Kerajaan Kediri menempatkan anaknya Nararya Kirana sebagai raja muda di Lamajang. Pada masa Kediri, Lumajang menjadi tempat transit ritual pemujaan ke puncak Semeru.

Pada masa Singasari, Lumajang menjadi pusat pangan karena wilayahnya yang subur. Pada masa ini Agama Hindu mulai masuk. Cerita tentang puncak Mahameru di India yang dipotong dan dipindahkan ke Lumajang adalah bukti Hindunisasi wilayah ini tanpa menghilangkan kepercayaan lokal, yaitu kepercayaan bahwa roh-roh orang mati pergi ke gunung. Stratifikasi masyakarat mulai terjadi beriring dengan masuknya agama Hindu.

Sedangkan pada masa Majapahit, Lumajang menjadi Kerajaan dengan nama Lamajang Tigang Juru. Kerajaan Lumajang lahir bersama dengan kelahiran Majapahit, yaitu pada tanggal 10 November 1293. Begitu Raden Wijaya menjadi raja Majapahit dilantik, maka pada saat itu juga lahir Kerajaan Lamajang Tigang Juru. Sebab sebelumnya Raden Wijaya telah membuat perjanjian dengan Arya Wiraraja saat Raden Wijaya mengungsi ke Sumenep. Raden Wijaya berjanji untuk membagi kerajaan menjadi dua dengan Arya Wiraraja jika dia menjadi raja.

Bagaimana peristiwa pembagian kerajaan itu bisa terjadi? Mansur Hidayat menjawab dengan menjelaskan mundur dari sejak jaman Singasari. Persaingan Keturunan Ken Arok-Ken Dedes dengan Tunggul Ametung – Ken Dedes terjadi sejak terbunuhnya Ken Arok. Pada masa Raja Kertanegara, terjadilah penyingkiran Wangsa Rajasa dari kepemerintahan. Salah satu yang disingkirkan adalah Banyak Wide atau Arya Wiraraja yang ‘dibuang’ menjadi bupati Madura dan tinggal di Sumenep.

Pada era Kertanegara, Singasari berupaya mengembangkan kerajaan ke luar melalui proyek Cakrawala Mandala. Kertanegara mengirim tentara yang dipimpin oleh Kebo Anabrang menyerang kerajaan Dharmacraya di Selat Malaka. Kertanegara juga menjalin persahabatan dengan Negeri Champa. Pada saat yang bersamaan, Kerajaan Mongol sedang pada puncak ekspansinya. Setelah berhasil menancapkan kekuasaannya ke Barat, maka Mongol berupaya melakukan ekspansi ke selatan. Raja Kertanegara tidak mau tunduk kepada Mongol dan memilih permusuhan terbuka dengan Mongol.

Politik luar negeri yang ekspansif dari Kertanegara dan beberapa pemberontakan di dalam negeri membuat kas negara menjadi terkuras, sedangkan pertentangan antara dua wangsa ini semakin sengit. Dalam situasi yang semakin rumit ini terjadi kudeta berdarah dan Raja Kertanegara terbunuh. Selanjutnya Jayakatwang, sang menantu menjadi raja dan memindahkan ibu kotanya ke Kediri. Ketegangan yang luar biasa ini menyebabkan salah satu menantu Kertanegara yang lain, Nararya Sangramawijaya atau disebut Raden Wijaya terpaksa melarikan diri ke Sumenep. Raden Wijaya – yang adalah anak dari Lembu Tal, keturunan Ken Arok – Ken Dedes. Pelarian ke Sumenep ini diterima dengan sangat baik oleh Arya Wiraraja.

Atas nasihat Arya Wiraraja, Raden Wijaya menyatakan menyerah kepada Jayakatwang dan meminta membangun pedesaan di tanah Terik. Selanjutnya Raden Wijaya dan pengikutnya tinggal di wilayah Terik.

Pada saat tentara Mongol datang, Raden Wijaya dan Arya Wiraraja bersatu dengan pasukan Mongol menyerang Jayakatwang. Singasari kalah dalam perang dengan Mongol. Jayakatwang dan anaknya Ardharaja tertangkap dan akhirnya dibunuh. Kemenangan Mongol ini berakibat Singasari menjadi jajahannya. Sebagai bukti, Singasari harus menyerahkan puteri raja untuk dibawa ke pusat kerajaan Mongol. Dengan kelihaian Arya Wiraraja, tentara Mongol bisa dipukul mundur oleh pasukan Raden Wijaya dan Pasukan Madura. Keberhasilan mengusir Mongol inilah kemudian diikuti dengan pengangkatan Raden Wijaya menjadi Raja Majapahit yang bergelar Kertarajasa Jayawardhana. Pada saat yang sama Arya Wiraraja mendapatkan wilayah timur kerajaan, yaitu Lamajang Tigang Juru.

Ternyata perseteruan antara wangsa Sinelir dengan wangsa Rajasa terus berlanjut. Melalui Mahapati yang adalah keturunan wangsa Sinelir mulai mengadudomba antara keluarga Arya Wiraraja dengan keluarga Raden Wijaya. Akibatnya Ranggalawe dan Nambi terbunuh dalam intrik yang diciptakan oleh Mahapati.

Pada era Hayamwuruk sebenarnya ketegangan antara Keraton Barat dan Keraton Timur sudah mulai reda dengan perkawinan politik Hayamwuruk dengan salah satu keturunan Arya Wiraraja. Namun perseteruan itu kembali memanas karena pengganti Hayamwuruk adalah putrinya dari prameswari, yaitu Kusumawardhani yang dikendalikan oleh suaminya. Hal ini menyebabkan Wirabhumi yang adalah anak lelaki Hayamwuruk yang bertahta di Keraton Timur melakukan pemberontakan.

 

Dari buku Masur Hidayat ini kita disuguhi bahwa keraton timur yang selama ini kurang mendapat perhatian dari para sejarawan ternyata memiliki peran yang sangat penting bagi Majapahit. Kita juga bisa belajar bahwa dendam antar keluarga menghabiskan energi dalam pengelolaan kerajaan.

 

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler