x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Andai Donald Trump Jadi Presiden

Apa yang terjadi di dunia apabila Donald Trump terpilih sebagai Presiden AS menggantikan Barack Obama?Bisakah kita tidak peduli ketika Trump berayun jauh ke kanan?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Banyak politikus Partai Republik AS yang kurang happy dengan popularitas Donald Trump yang terus menanjak dan meninggalkan ‘orang-orang dalam’ partai sendiri yang mencalonkan diri untuk jadi presiden. Para elite Republik agaknya cemas bahwa jika akhirnya Trump berhasil menghimpun delegasi terbanyak dan kemudian bertarung melawan Hillary Clinton sebagai calon presiden dari Partai Demokrat, Trump akan mudah dikalahkan.

Tapi benarkah Trump akan mudah dikalahkan oleh Hillary? Belum tentu. Dalam beberapa dekade terakhir pemilihan presiden AS, suara rakyat Amerika cenderung berayun bagai bandul, ke kiri lalu ke kanan dan sebaliknya. Setelah George Bush, Sr. terpilih sebagai presiden dari Partai Republik, ia digantikan oleh Bill Clinton dari Demokrat. Berkuasa selama dua periode, kursi kepresidenan beralih ke Republik yang menampilkan George Bush, Jr. Begitu Bush, Jr. usai berkuasa selama dua periode, Barack Obama dari Demokrat terpilih menggantikannya.

Bila mengikuti ayunan bandul ini, Trump berpeluang kuat untuk terpilih karena rakyat Amerika ingin berganti suasana. Boleh jadi, Trump akan memupus kekhawatiran elite Republik bahwa ia akan dikalahkan dengan mudah oleh Hillary. Kemampuannya menggalang dukungan yang tertinggi dibandingkan calon-calon lain yang orang dalam Republik telah mencengangkan banyak pihak.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Trump bahkan demikian percaya diri sehingga berani melontarkan pernyataan “Saya bisa berdiri di tengah Fifth Avenue, menembak seseorang, dan saya tidak akan kehilangan pemilih.” Protes banyak pihak terhadap ucapan-ucapannya tidak membuat kepercayaan dirinya menurun.

Bagi pihak-pihak di luar Republik, kecondongan banyak pemilih Republik kepada Trump seakan telah membunyikan lonceng bahaya. Banyak pihak di dalam negeri maupun dunia internasional yang cemas bahwa andul tersebut berayun terlampau ke kanan, sebagaimana terlihat dari pernyataan yang dilontarkan Trump dalam berbagai kesempatan.

Pertama, Trump bertekad untuk menggugat Amandemen Pertama yang menyatakan bahwa hukum menjamin atau menjembatani kebebasan berbicara atau kebebasan pers. Trump juga mengancam akan menuntut media massa AS jika terus menyerang dirinya.

Kedua, Trump mengatakan bahwa Islam bukan teman Amerika. “Islam membenci kita. Ada kebencian yang sangat besar,” kata Trump. “Kita harus sangat waspada. Kita harus sangat berhati-hati. Kita tidak bisa membiarkan orang-orang yang memiliki kebencian terhadap AS masuk ke negara ini.”

Ketiga, Trump menyarankan agar undang-undang AS diubah demi melegalkan penyiksaan terhadap tersangka teroris dan penyerangan terhadap keluarga teroris. Salah satu teknik penyiksaan yang diusulkan Trump ialah waterboarding, yakni interogasi dengan mengikat kaki dan tangan tahanan, menutup kepalanya, dan kemudian menuangkan air ke kepala tahanan. Penyiksaan ini sudah dilarang secara internasional.

Keempat, Trump membuat stereotyping dengan menyebutkan bahwa imigran asal Mexico telah membawa masuk obat-obatan dan kejahatan. Trump berkata akan memaksa pemerintah Mexico untuk membangun tembok perbatasan dan menghalangi masuknya orang Mexico ke AS. Ia juga berkata akan mendeportasi jutaan warga AS keturunan Hispanik yang tidak memiliki dokumen lengkap.

Kelima, Trump pernah mengatakan akan mengasingkan Cina dari perdagangan dengan Amerika dan menolak sistem perdagangan bebas, termasuk NAFTA. Berulang kali Trump mengatakan Cina telah memanipulasi mata uang.

Trump juga telah menyerang sejumlah orang secara pribadi. Namun pada umumnya orang lebih mengkhawatirkan pandangannya terhadap isu-isu global yang melibatkan banyak negara dan komunitas global. Meskipun di AS banyak kelompok masyarakat sudah turun ke jalan untuk menyatakan penolakan terhadap Trump, tapi sejauh ini jika melihat dukungan resmi ia tetap unggul dibandingkan bakal calon lain Partai Republik.

Apabila pandangan Trump mencerminkan sikap mayoritas rakyat AS terhadap berbagai isu global, maka Amerika akan berayun jauh ke kanan melampaui masa George Bush, Jr. Arah pendulum ini dapat menggoyahkan keseimbangan global yang berpotensi memicu ketegangan internasional.

Economist Intelligence Unit (EIU), sebuah institusi riset dan analisis yang berpusat di Inggris, baru-baru ini menerbitkan laporannya. Seperti dikutip oleh BBC, 17 Maret 2016, maupun tempo.co, 18 Maret 2016, EIU menyebutkan bahwa Trump menempati urutan ke-6 dari 10 risiko yang paling mengancam dunia. Ancaman itu berpotensi menjadi nyata apabila Trump terpilih sebagai presiden AS dan berwenang mengambil keputusan-keputusan penting yang berdampak global, termasuk Indonesia. Bisakah kita tidak peduli? (sumber foto: tempo.co) **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu