x

Iklan

Harri Baskoro Adiyanto

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Revolusi Sepak Bola Indonesia

Tulisan ini merupakan tugas klinik menulis Opini Tempo Institute angkatan 1-2016. Tulisan ini juga terdapat di website www.http://harribaskoro.com/?p=2651

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sepak bola Indonesia memang sangat ramai, kontroversial dan penuh drama, namun sayangnya bukan atas prestasi yang ditorehkan. Sanksi pembekuan PSSI oleh pemerintah yang sudah berlangsung hampir setahun, ternyata belum mampu merubah wajah sepak bola Indonesia. Sehingga sangat mendesak untuk mencari jalan keluar guna merevolusi sepak bola Indonesia.

Pemerintah yaitu Kementerian Pemuda dan Olah Raga (Kemenpora) sejak April 2015 melalui Keputusan Menpora No. 0137 Tahun 2015 telah membekukan PSSI. Pemerintah kemudian membentuk tim independen yang dikenal dengan Tim Transisi (Tim). Tim diharapkan dapat memperbaiki tata kelola sepak bola Indonesia. Namun hingga kini belum terlihat langkah konkret perbaikan tersebut.

Langkah pemerintah membentuk Tim mirip kondisi di Australia pada tahun 2003. Menteri Olah Raga Australia Rod Kemp membentuk Independent Soccer Review Committee(Komite). Hal ini akibat merosotnya prestasi sepak bola Australia, dugaan korupsi, pengaturan skor  dan perjudian. Komite ini dipimpin David Crawford, seorang profesional di dunia bisnis. Hasil dari komite tersebut adalah “Crawford Report” yang memuat 53 solusi dan rekomendasi untuk perbaikan tata kelola sepak bola di Australia. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Australia berhasil melakukan perubahan tata kelola sepak bola. Soccer Australia, organisasi sepak bola Australia saat itu yang sudah tidak mungkin lagi diperbaiki akhirnya diganti oleh Australian Soccer Association, yang selanjutnya pada 2004 berubah menjadi Football Federation of Australia (FFA). Hasil dari perubahan tersebut dapat dilihat secara nyata, Liga sepak bola di Australia kembali bergairah dan tim nasional mereka masuk putaran final Piala Dunia.

Berkaca dari apa yang telah dilakukan oleh Australia seharusnya Indonesia mampu membenahi sepak bola nasional. Apalagi langkah pemerintah Indonesia mirip dengan Australia yaitu dengan membentuk Tim. Namun demikian Indonesia tentu berbeda dengan Australia, problem dan permasalahan pengelolaan sepak bola di Indonesia selain unik juga teramat rumit. Sehingga dibutuhkan keberanian dan ketegasan pemerintah untuk mengambil langkah yang progresif dan revolusioner.

Perbedaan antara Indonesia dengan di Australia diantaranya adalah adanya kerelaan dan kemauan Soccer Australia untuk berubah dan berbenah. Soccer Australia bersedia menerima investigasi yang dilakukan oleh Komite. Walaupun pada awalnya sempat ada keenganan, mereka bersedia untuk terbuka dan bekerjasama. Hal ini diwujudkan dengan adanya “Cooperative Agreement” antara Soccer Australia dengan pihak pemerintah Australia. Adanya kesepakatan ini membuat Australia terhindar dari sanksi FIFA, dimana Soccer Australia dipandang tetap independen dan tidak diintervensi pemerintah.

Kondisi di Indonesia berbeda, Pemerintah terpaksa membekukan PSSI lalu kemudian Tim dibentuk sebagai pengganti sementara atas fungsi dan peran PSSI. PSSI tidak dapat menerima pembekuan tersebut dan juga adanya Tim. Sahingga tidak ada “Cooperative Agreement” dan selanjutnya Indonesia mendapatkan sanksi dari FIFA, dimana pemerintah dianggap telah mengintervensi PSSI.

Dalam kasus Indonesia ini sulit rasanya meminta pengurus PSSI untuk “menerima” tim independen yang ditunjuk oleh pemerintah. Resistensi pengurus PSSI kerap dilakukan dengan berlindung pada statuta FIFA. Sehingga PSSI sulit diawasi pihak manapun dengan alasan bahwa hal tersebut akan dianggap sebagai bentuk intervensi. Contohnya PSSI tidak mentaati putusan Komisi Informasi Publik (KIP) agar PSSI membuka informasi terkait laporan keuangannya walaupun hal ini sudah dikuatkan oleh putusan pengadilan.

Perbedaan berikutnya adalah komposisi Tim Independen. Komite di Australia terdiri dari profesional, unsur pemerintah dan parlemen Australia. Soccer Australia dapat menerima susunan tim independen tersebut. Selain itu Komite tersebut diberikan kewenangan yang besar untuk penyelidikan, memberikan rekomendasi dan melakukan segala tindakan yang diperlukan untuk memperbaiki kualitas sepakbola Australia.

Komposisi Tim Transisi sesungguhnya memiliki latar belakang yang cukup lengkap, baik dari kalangan professional, birokrat dan atlet sepakbola. Sayangnya Tim tidak memiliki kewenangan seperti Komite di Australia. Sehingga tidak ada output dalam bentuk rekomendasi atau langkah konkret untuk pembenahan sepak bola. Bahkan Tim justru terfokus pada pengurusan turnamen sepak bola.

Saat pengurus Soccer Australia menerima “Crawford Report” mereka sadar tidak akan mampu melaksanakan rekomendasi tersebut, dengan sukarela mereka mengundurkan diri. Hal semacam ini akan sangat kecil kemungkinannya dapat terjadi di Indonesia. PSSI pernah dipimpin oleh ketua umumnya dari balik penjara sebagai terpidana kasus korupsi. Bahkan saat ini Ketum PSSI yang dibekukan, sudah menjadi tersangka di Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dan buron. Padahal Statuta FIFA jelas melarang seorang yang tersangkut perkara hukum menjadi pengurus sepak bola.

Dibutuhkan upaya revolusioner dalam membenahi organisasi dan tata kelola sepak bola Indonesia. Pemerintah tidak dapat menyelesaikan permasalahan ini dengan cara “biasa”. Harus ditempuh cara “luar biasa”. Apalagi sebenarnya cara biasa mirip apa yang dilakukan oleh negara lain sudah pernah ditempuh pemerintah dan hasilnya tidak nampak.

Pemerintah seharusnya melakukan langkah revolusioner dengan membubarkan PSSI dan membentuk Federasi Sepak Bola baru. Federasi baru tersebut harus memenuhi syarat dan regulasi yang ditetapkan oleh FIFA. Informasikan kepada FIFA bahwa pemerintah sudah melakukan segala upaya untuk memperbaiki PSSI namun tidak berhasil, sehingga ini adalah upaya terakhir dan terbaik.

FIFA diyakini dapat mengerti dan menerima langkah pemerintah tersebut. Sejarah mencatat bahwa Indonesia pernah keluar dari keanggotaan PBB untuk kemudian bergabung kembali. Terlebih Indonesia dengan 250 juta penduduknya merupakan pangsa pasar yang sangat besar bagi klub-klub sepak bola di mancanegara. Bagi FIFA hal tersebut juga merupakan pasar yang sangat potensial. 

Dengan kondisi Ketum PSSI sebagai tersangka korupsi dana hibah dapat menjadi momentum bagi pemerintah untuk lebih serius melakukan revolusi sepak bola di Indonesia. Lahirnya federasi baru sebagai pengganti PSSI yang diisi oleh pengurus yang lebih professional dan dikelola secara transparan diyakini dapat memberikan semangat baru bagi sepak bola nasional sehingga dapat lebih berprestasi.

 

Tulisan ini merupakan tugas klinik menulis Opini Tempo Institute angkatan 1-2016.

Tulisan ini juga terdapat di website www.http://harribaskoro.com/?p=2651

Ikuti tulisan menarik Harri Baskoro Adiyanto lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu