x

Video yang menayangkan sopir taksi melawan aksi demo taksi di jalan tol dalam kota Jakarta, Selasa 22 Maret 2016 (Twitter.com)

Iklan

yunita

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Berdamai dengan Informalitas Kota

Opini dilakukan sebagai tugas dalam klinik menulis opini tempo.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Indonesia harus mengakui dan melindungi informalitas kota. Ketika Jakarta ramai membahas transportasi berbasis aplikasi sebagai suatu kebaruan, sebenarnya hal ini merupakan salah satu bentuk dari informalitas yang sudah berada cukup lama di wilayah perkotaan. 

Sesungguhnya hampir seluruh kota di dunia tidak dapat dipisahkan dari informalitas. Disebut informal karena ia belum diakui legalitasnya dalam peraturan perundang-undangan. Di Jakarta, sebagai contoh, hal ini dapat dilihat dari adanya fenomena pedagang kaki lima, pemulung,pengamen, penghuni tidak berdokumen, tukang parkir jalanan atau pengatur lalu lintas yang meminta tips di belokan jalan.

Informalitas kota lahir karena negara tidak mampu membendung cepatnya permasalahan pembangunan perkotaan maupun ketidaksanggupannya untuk memberikan akses yang merata kepada seluruh warganya. Oleh karenanya, muncul cara kreatif yang biasanya berasal dari masyarakat miskin sebagai cara bertahan untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam kasus transportasi berbasis aplikasi, kebetulan kreativitas tersebut diakomodir oleh pihak yang memiliki modal, ditambah dengan bantuan teknologi, sehingga menjadi jauh lebih berkembang.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Meskipun berpotensi besar, informalitas kota ini sering dicap ilegal. Meskipun ada kemiripan diantara keduanya, informalitas tidak melawan hukum dan justru dibutuhkan masyarakat. Ia berkembang layaknya hukum adat, yang akhirnya dipatuhi. Namun karena adanya miskonsepsi tersebut, pemerintah sering berusaha untuk menghilangkan sektor ini, bahkan tak jarang eksistensinya dipidanakan. Padahal aturan yang bersifat kaku tidaklah tepat dan justru menjadi justifikasi ketidakadilan karena hukum tersebut tidak bisa diikuti oleh masyarakat. Pada akhirnya, hukum tersebut hanya akan menjadi lembaran kertas yang tidak efektif.

Informalitas kota adalah hal yang tidak mungkin untuk dihindari dan diprediksi akan terus berkembang ke depannya. Daripada bermusuhan dengannya, akan lebih bijaksana jika pemerintah menerima hal tersebut sebagai bagian dari kebijakan kota. Penerimaan tersebut dapat ditunjukkan dengan melindungi dan menata informalitas kota secara komprehensif dengan memperhatikan karakteristik dan kemampuan sektor tersebut. Pemerintah tidak dapat memformalkan informalitas kota secara mentah-mentah dengan aturan yang tersedia karena sifat informalitas yang lahir sebagai akibat dari gagalnya sektor formal untuk memenuhi kebutuhan seluruh warganya. 

Sebaliknya, informalitas kota juga bisa menjadi ancaman jika ia melampaui batas kewajaran atau disalahgunakan karena tidak ada aturan main yang adil bagi semua pihak. Sektor informal dapat memakan sektor lainnya jika ia dimanfaatkan oleh pihak yang mampu mengelolanya dalam jumlah besar dengan memanfaatkan keistimewaan dari yang dimiliki sektor informal secara berlebihan, misalkan tidak perlu membayar biaya-biaya sebagaimana yang sektor formal bayarkan atau pengawasan yang tidak tersedia untuk sektor ini. Pengaturan ini jelas perlu diterapkan dengan memperhatikan kemampuan dari si pengelola sektor informal ini.

Bagaimana jika sektor informal menjadi lebih kuat daripada sektor formal? Meskipun hingga kini belum ada preseden mengenai hal tersebut, namun hal tersebut bisa terjadi ketika hukum sungguh-sungguh gagal dalam mengikuti serta memenuhi hak asasi manusia dan kebutuhan warganya. Oleh karenanya, ketika saat itu terjadi reformasi hukum perlu untuk dilakukan.

Pengakuan terhadap informalitas kota sudah menjadi wacana yang berkembang di dunia untuk mengatasi masalah kemiskinan di perkotaan. Ia menunjukkan lampu merah kepada pemerintah untuk membenahi sistem yang ada.  Ia juga menjadi salah satu solusi untuk memenuhi hak asasi manusia dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Oleh karenanya, pemerintah Indonesia harus selalu terbuka pada hal-hal baru. Aturan-aturan yang ada harus mengakomodir informalitas tersebut selama ia mampu menjawab permasalahan kemiskinan dan melindungi hak-hak warga negaranya.

Ikuti tulisan menarik yunita lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB