x

Ribuan Guru Honorer, Pegawai Adminitrassi Sekolah. Pegawai Honorer Pemda yang tergabung dalam Forum Honorer Kategori 2 Indonesia (FHK2I) melakukan aksi menuntut pengangkatan sebagai Pegawai Negeri di Depan Istana Negara Jakarta, 10 Februari 2016. TE

Iklan

Muhammad Iqbal Birsyada

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Guru Honorer Menagih Janji

Guru adalah taing penyangga pendidikan di Indonesia, oleh karena itu keberadaannya harus dimanusiakan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

“GURU HONORER NAGIH JANJI”

Oleh. M. Iqbal Birsyada

Pengamat Pendidikan

 

                Beberapa waktu lalu publik disuguhkan fenomena tontonan ribuan guru honorer  mengepung istana kepresidenan menuntut atau menagih janji presiden untuk diangkat menjadi PNS.  Mengapa hal ini bisa terjadi? Ada apa sebenarnya dibalik semuanya ini.  Dua pertanyaan tadi sebenarnya yang seharusnya dijawab tuntas oleh presiden Jokowi secara terbuka dihadapan publik, khususnya ribuan guru yang menuntutnya tersebut.  Namun, alih-alih diberikan jawaban dengan tegas dan gamblang, responpun sampai detik ini belum ada. Padahal pepatah mengatakan “janji adalah hutang” digowo tekane pati. Jadi sebenarnya tidak ada yang salah jika guru-guru honorer menagih janji Presiden Jokowi yang waktu lalu pernah mengatakan akan mengangkat mereka menjadi PNS.  Hal ini secara teoritik, sekaligus sebagai salah satu uji coba pada Jokowi, apakah dalam kepemimpinanya ini akan membela kaum guru ataukah tidak. Dan jika ditimbang-timbang, tentunya akan sangat rugi jika Jokowi tidak memberikan respon dan regulasi kebijakan dalam mengatasi persoalan ini.

            Guru merupakan aset sumberdaya manusia negara yang sangat vital. Masa depan pendidikan negara sangat berkorelasi dengan kualitas guru-guru tersebut. Jika guru tidak diperhatikan, tidak didengar ratapan nasibnya bisa dibayangkan apa yang akan terjadi dalam kualitas pendidikan kita pada masa mendatang. Sungguh ngelus dodo, bila melihat realitas, gaji guru honorer memang masih jauh dibawah gaji buruh yang dengan standar UMR. Padahal mereka menempuh perjalanan yang panjang dari kuliah hingga menjadi guru bertahun-tahun.  Artinya disini sebenarnya ada kesalahan strategi dalam kebijakan pendidikan nasional kita. Kesalahan pertama, sistem pendidikan hanya menjadi alat kapitalisasi untuk mendapatkan modal atau keuntungan sebanyak-banyaknya oleh berbagai fihak yang berkepentingan. Pendidikan tinggi yang mereka tempuh di Perguruan Tinggi sama sekali tak berkorelasi dengan upah atau gaji mereka ketika menjadi guru honorer. Berbeda dengan buruh pabrik, yang barangkali hanya lulusan SMA tapi digaji di atas UMR karena ada Undang-Undangnya.  Singkatnya, sistem pendidikan nasional kita akhirnya hanya mampu menjadi produsen calon tenaga guru saja sebanyak mungkin. Namun pasca lulus untuk menempatkanya ditempat pekerjaan yang layak dan mensejahterakan, masih jauh dari angan-angan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

            Kedua, lembaga pendidikan dari tingkat dasar hingga menengah selalu menjadi korban kebijakan kurikulum permerintah yang selalu bergonta-ganti. Hal tersebut secara tidak langsung berdampak pada kondisi psikis guru-guru yang akhirnya menganggap bahwasanya mereka selalu menjadi korban kebijakan penguasa. Apalagi bagi sekolah-sekolah swasta yang selalu berjuang, mau tidak mau dipaksa oleh sisdiknas untuk mengikuti standarisasi dari pemerintah, walau bantuan dan perhatian sangat minim. Apalagi tatkala  guru-guru swasta pada saat penerimaan siswa baru biasanya mereka keliling dari desa kedesa menyebar brosur hingga melakukan kunjungan ke rumah-rumah warga. Padahal gaji mereka bulananya hanyalah kisaran 300 ribu, bahkan ada yang sebulan 100 ribu. Ini kan sungguh sangat memprihatinkan. Melihat kondisi ini, pemerintah kemudian jangan berusaha menghindar dengan ikut-ikutan mengkambinghitamkan pada guru-guru yang sudah tersertifikasi yang katanya justru menunjukkan kualitas yang menurun.  Ini jelas lagu lama untuk mengelak, sebab banyak juga guru-guru yang sudah tersertifikasi yang maju dan berkualitas dengan berbagai karyanya. Pertanyaanya, mengapa ini tidak di ekspos kemedia?

            Singkatnya, dalam hal ini perlu sebuah terobosan kebijakan yang tepat dalam merespon aksi ribuan guru honorer tersebut di istana negara. Paling tidak untuk menambah tunjangan fungsional guru-guru honorer yang tidak jauh dengan standar  gaji UMR daerah masing-masing. Mengapa hal ini perlu dilakukan? Karena ini terkait dengan perbaikan kualitas pendidikan di negeri ini. Tentunya perlu ada ketentuan-ketentuan yang berlaku untuk mendapatkan tambahan tunjangan tersebut. Sekali lagi, ini terkait janji dari Presiden Jokowi pada waktu kampanye dan awal-awal memerintah yang akan mengangkat guru-guru honorer tersebut.

 

               

Ikuti tulisan menarik Muhammad Iqbal Birsyada lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB